Banyak sekali peninggalan bersejarah di kota Makkah yang luput dari pemberitaan media, Salah satu situs sejarah di kota Makkah yang jarang diungkap media adalah Mata Air Zubaidah.
Ini bukan sembarang mata air, Karena mata air Zubaidah menyimpan sejarah unik terkait pelaksanaan ibadah haji di Makkah. Dahulu, mata air Zubaidah merupakan tempat yang sangat bermanfaat bagi penduduk Mekah dan jemaah haji yang datang ke sana.
Sebelum kita membahas tentang mata air Zubaidah ini alangkah lebih baik jika kita ketahui siapa sebenarnya Zubaidah?
Zubaidah (wafat 831 M) memiliki nama asli Amatul Aziz binti Ja’far bin Abi Ja’far al Manshur, Ia adalah istri dari Khalifah Harun Al Rasyid yang pusat pemerintahannya berada di Baghdad.
Harun sendiri merupakan satu kholifah Dinasti Abbasiyah yang kerap melaksanakan haji. Jika tidak pergi untuk ibadah haji, Biasanya Harun Al Rasyid akan memberangkatkan 300 rakyatnya untuk berhaji dengan dibekali segepok uang dan dipenuhi semua perlengkapan.
Sejarah Mata Air Zubaidah
Suatu ketika di bulan Dzulqa'dah sebelum ibadah haji dimulai, Zubaidah kerap bermimpi dikumpuli oleh seluruh jamaah haji. Awalnya Zubaidah menduga bahwa mimpi tersebut hanya merupakan bunga tidur saja. Namun setelah 3 malam didatangi mimpi serupa akhirnya Zubaidah menanyakan mimpi tersebut pada Ahli Tafsir mimpi kerajaan.
Memang, di masa-masa tersebut kota Makkah sering dilanda kekeringan yang sangat dahsyat. Hingga banyak jamaah haji yang meninggal karena kehausan, Namun berita ini belum pernah sampai ke telinga Harun Al Rasyid.
Setelah dita'wilkan, ternyata mimpi aneh Zubaidah tersebut adalah salah satu perintah untuk membangun saluran air demi kelancaran ibadah haji yang akan dilaksanakan.
Mendengar penuturan ahli ta'wil mimpi tersebut akhirnya Zubaidah membuat mega proyek untuk membangun saluran air yang sumbernya diambil dari Wadi Nu'man yang kemudian airnya dialirkan menuju tempat-tempat vital selama ibadah haji dilangsungkan, Seperti Arafah, Mina, Muzdalifah dan Masy'aril Haram.
Kala itu belum ada listrik atau alat yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit air. Namun Zubaidah tak kehabisan akal, ia memanfaatkan tenaga kuda untuk menarik air dari Wadi Nu'man untuk kemudian dialirkan ke saluran di mana jamaah haji berada.
Gebrakan Zubaidah dalam membuat mata air ini dianggap sebagai salah satu proyek 'ajaib' yang pernah ada dalam sejarah Haji di masa silam. Sumbangsihnya yang begitu besar untuk membantu para jamaah haji dan juga penduduk Makkah yang selama bertahun-tahun kesulitan dalam masalah air membuat namanya dijadikan sebagai nama mata air tersebut.
Snouck Hurgronje dalam Tulisan-tulisan Tentang Islam di Hindia Belanda pernah mengungkap keajaiban Mata Air Zubaidah tersebut,
"Di waktu biasa, sumber Mata Air Zubaidah memasok air lebih dari cukup untuk keperluan rumahtangga penduduk Mekkah seperti mencuci pakaian, bab dan mandi. Persediaan air di sumur-sumur itu tidak berkurang walau lama tak turun hujan."
Huzaemah T. dalam bukunya “Konsep Wanita Menurut Quran, Sunnah, dan Fiqh,” mengatakan bahwa Pembuatan Mata Air Zubaidah dan sumur-sumur tersebut menelan biaya sebesar 1.500.000 dinar. Oleh karena itu, Zubaidah merupakan sosiawan yang jarang ada tandingannya.”
Zubaidah mengakhiri kiprah panjangnya yang sangat bermanfaat bagi umat setelah wafat di tahun 831 M. Meski terlahir sebagai perempuan, Zubaidah telah membuktikan bahwa wanita pun tak hanya pandai mengurus keluarga, tapi juga ikut andil, bahkan juga memelopori pembangunan yang bermanfaat bagi umat dan rakyatnya.
Mata Air Zubaidah via Historia.id |
Ini bukan sembarang mata air, Karena mata air Zubaidah menyimpan sejarah unik terkait pelaksanaan ibadah haji di Makkah. Dahulu, mata air Zubaidah merupakan tempat yang sangat bermanfaat bagi penduduk Mekah dan jemaah haji yang datang ke sana.
Sebelum kita membahas tentang mata air Zubaidah ini alangkah lebih baik jika kita ketahui siapa sebenarnya Zubaidah?
Zubaidah (wafat 831 M) memiliki nama asli Amatul Aziz binti Ja’far bin Abi Ja’far al Manshur, Ia adalah istri dari Khalifah Harun Al Rasyid yang pusat pemerintahannya berada di Baghdad.
Harun sendiri merupakan satu kholifah Dinasti Abbasiyah yang kerap melaksanakan haji. Jika tidak pergi untuk ibadah haji, Biasanya Harun Al Rasyid akan memberangkatkan 300 rakyatnya untuk berhaji dengan dibekali segepok uang dan dipenuhi semua perlengkapan.
Sejarah Mata Air Zubaidah
Suatu ketika di bulan Dzulqa'dah sebelum ibadah haji dimulai, Zubaidah kerap bermimpi dikumpuli oleh seluruh jamaah haji. Awalnya Zubaidah menduga bahwa mimpi tersebut hanya merupakan bunga tidur saja. Namun setelah 3 malam didatangi mimpi serupa akhirnya Zubaidah menanyakan mimpi tersebut pada Ahli Tafsir mimpi kerajaan.
Memang, di masa-masa tersebut kota Makkah sering dilanda kekeringan yang sangat dahsyat. Hingga banyak jamaah haji yang meninggal karena kehausan, Namun berita ini belum pernah sampai ke telinga Harun Al Rasyid.
Sisa-sisa bangunan untuk menampung mata air Zubaidah di Arafah |
Setelah dita'wilkan, ternyata mimpi aneh Zubaidah tersebut adalah salah satu perintah untuk membangun saluran air demi kelancaran ibadah haji yang akan dilaksanakan.
Mendengar penuturan ahli ta'wil mimpi tersebut akhirnya Zubaidah membuat mega proyek untuk membangun saluran air yang sumbernya diambil dari Wadi Nu'man yang kemudian airnya dialirkan menuju tempat-tempat vital selama ibadah haji dilangsungkan, Seperti Arafah, Mina, Muzdalifah dan Masy'aril Haram.
Kala itu belum ada listrik atau alat yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit air. Namun Zubaidah tak kehabisan akal, ia memanfaatkan tenaga kuda untuk menarik air dari Wadi Nu'man untuk kemudian dialirkan ke saluran di mana jamaah haji berada.
Rute mata air Zubaidah |
Gebrakan Zubaidah dalam membuat mata air ini dianggap sebagai salah satu proyek 'ajaib' yang pernah ada dalam sejarah Haji di masa silam. Sumbangsihnya yang begitu besar untuk membantu para jamaah haji dan juga penduduk Makkah yang selama bertahun-tahun kesulitan dalam masalah air membuat namanya dijadikan sebagai nama mata air tersebut.
Snouck Hurgronje dalam Tulisan-tulisan Tentang Islam di Hindia Belanda pernah mengungkap keajaiban Mata Air Zubaidah tersebut,
"Di waktu biasa, sumber Mata Air Zubaidah memasok air lebih dari cukup untuk keperluan rumahtangga penduduk Mekkah seperti mencuci pakaian, bab dan mandi. Persediaan air di sumur-sumur itu tidak berkurang walau lama tak turun hujan."
Huzaemah T. dalam bukunya “Konsep Wanita Menurut Quran, Sunnah, dan Fiqh,” mengatakan bahwa Pembuatan Mata Air Zubaidah dan sumur-sumur tersebut menelan biaya sebesar 1.500.000 dinar. Oleh karena itu, Zubaidah merupakan sosiawan yang jarang ada tandingannya.”
Zubaidah mengakhiri kiprah panjangnya yang sangat bermanfaat bagi umat setelah wafat di tahun 831 M. Meski terlahir sebagai perempuan, Zubaidah telah membuktikan bahwa wanita pun tak hanya pandai mengurus keluarga, tapi juga ikut andil, bahkan juga memelopori pembangunan yang bermanfaat bagi umat dan rakyatnya.