Banyak yang tidak tahu bahwa ternyata ada waktu seseorang boleh menunda sholat wajib. Sholat fardhu memang sholat yang tidak boleh ditinggalkan satu kali pun karena dosanya sangat besar dan tidak boleh ditunda-tunda tanpa alasan yang dibenarkan syar’i. Itulah mengapa baik yang sehat maupun yang sakit selama masih sadar harus melaksanakan ibadah tersebut.
Terkait boleh tidaknya menunda-nunda waktu shalat sering dilontarkan oleh sebagian besar masyarakat yang sibuk dengan pekerjaannya atau bahkan bekerja pada perusahaan dengan peraturan yang membolehkan seseorang shalat pada jam tertentu. Memang menjadi sebuah dilema saat ini dimana masih banyak perusahaan yang kurang bersimpati akan ajaran islam yang sebenarnya.
Adapun menunda sholat karena malas atau melakukan hal yang tidak penting, maka bahaya atau akibatnya sangat keras yaitu ancaman dari Allah dan hal tersebut harus kita perbaiki jika tidak ingin ibadah yang dilakukan justru berbuah dosa.
Lantas kapankah seseorang boleh menunda sholat?
1. Ketika Tidak Ada Air
Ketika di suatu masjid atau rumah dan di suatu kampung mengalami kelangkaan air seperti aliran listrik yang mati sehingga air tidak terangkat ke permukaan serta masih ada harapan untuk keluarnya air di akhir waktu sholat, maka menurut para ulama hal tersebut bisa membolehkan seseorang untuk menunda sholat dan jangan langsung melakukan tayamum.
Madzhab Syafiiyah bahkan memiliki pandangan lebih mengutamakan sholat akhir waktu dengan wudhu daripada sholat awal waktu dengan tayamum.
2. Menunggu Jamaah Masjid
Menunggu jamaah masjid untuk sholat berjamaah menjadikan sholat memiliki keterikatan antar individu sehingga orang yang ditunggu merasa dihargai. Meski begitu kita pun tidak boleh mengulur-ulur waktu untuk segera datang ke masjid agar tidak memberatkan jamaah yang lain.
Rasulullah bahkan seringkali menunda shalat isya, namun tetap dalam waktu shalat tersebut. Beliau sering mengakhirkan sholat isya dan dianggap sebagai waktu shalat yang lebih utama.
Abi Bazrah Al Aslami berkata, “Dan Rasulullah suka menunda shalat isya, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya.” (HR Bukhari Muslim)
“Dan waktu isya kadang-kadang, bila beliau melihat mereka (para sahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun bila beliau melihat mereka berlambat-lambat, maka beliau undurkan.” (HR Bukhari Muslim)
3. Tabrid
Yaitu sebuah kondisi di siang hari yang sangat panas-panasnya sehingga Rasulullah menunda shalat dzuhur lebih lambat dari awal waktu. Maksud Rasulullah melakukan hal tersebut adalah agar sholat lebih khusyuk dan lebih ringan dilaksanakan.
"Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah bila dingin sedang menyengat, beliau menyegerakan shalat. Tapi bila panas sedang menyengat, beliau mengundurkan shalat.” (HR Bukhari)
4. Buka Puasa
Rasulullah seringkali menunda salat maghrib jika dirinya tengah melaksanakan shaum. Sehingga ketika waktu maghrib masuk, beliau lebih dahulu berbuka puasa, meski waktu maghrib sangat pendek.
“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari Muslim)
5. Menghadapi Jamuan Makan
Shalat juga lebih baik jika diakhirkan atau dilakukan setelah jamuan makan telah tersaji.
“Tidak ada shalat ketika makanan telah terhidang.” (HR Muslim)
Maksudnya akan lebih baik jika makan dahulu dan shalat setelahnya karena jika seseorang lebih dahulu melaksanakan shalat, dikhawatirkan menjadi tidak khusyuk dan bersegera ingin cepat selesai sholatnya.
Namun apabila memang hidangan tersebut ada di suatu majelis seperti di masjid, maka melaksanakan di awal waktu atau di akhir waktu adalah ketetapan dari imam shalat.
6. Menahan Buang Air
Tak hanya untuk menghadapi jamuan makan saja, hukum dibolehkannya menunda sholat adalah ketika seseorang ingin buang air. Sehingga tidak dianjurkan seorang muslim meneruskan shalatnya sementara keinginan untuk buang air begitu besar.
“(Tidak ada shalat) ketika menahan kencing atau buang hajat.” (HR Muslim)
Dengan demikian maka tidak semua hal membuat menunda-nunda sholat menjadi salah dan berdosa. Yang terpenting Rasulullah telah memberikan penjelasannya dan bukan berdasarkan kepentingan pribadi semata atau malas.
Wallahu A’lam
Terkait boleh tidaknya menunda-nunda waktu shalat sering dilontarkan oleh sebagian besar masyarakat yang sibuk dengan pekerjaannya atau bahkan bekerja pada perusahaan dengan peraturan yang membolehkan seseorang shalat pada jam tertentu. Memang menjadi sebuah dilema saat ini dimana masih banyak perusahaan yang kurang bersimpati akan ajaran islam yang sebenarnya.
Adapun menunda sholat karena malas atau melakukan hal yang tidak penting, maka bahaya atau akibatnya sangat keras yaitu ancaman dari Allah dan hal tersebut harus kita perbaiki jika tidak ingin ibadah yang dilakukan justru berbuah dosa.
Lantas kapankah seseorang boleh menunda sholat?
1. Ketika Tidak Ada Air
Ketika di suatu masjid atau rumah dan di suatu kampung mengalami kelangkaan air seperti aliran listrik yang mati sehingga air tidak terangkat ke permukaan serta masih ada harapan untuk keluarnya air di akhir waktu sholat, maka menurut para ulama hal tersebut bisa membolehkan seseorang untuk menunda sholat dan jangan langsung melakukan tayamum.
Madzhab Syafiiyah bahkan memiliki pandangan lebih mengutamakan sholat akhir waktu dengan wudhu daripada sholat awal waktu dengan tayamum.
2. Menunggu Jamaah Masjid
Menunggu jamaah masjid untuk sholat berjamaah menjadikan sholat memiliki keterikatan antar individu sehingga orang yang ditunggu merasa dihargai. Meski begitu kita pun tidak boleh mengulur-ulur waktu untuk segera datang ke masjid agar tidak memberatkan jamaah yang lain.
Rasulullah bahkan seringkali menunda shalat isya, namun tetap dalam waktu shalat tersebut. Beliau sering mengakhirkan sholat isya dan dianggap sebagai waktu shalat yang lebih utama.
Abi Bazrah Al Aslami berkata, “Dan Rasulullah suka menunda shalat isya, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya.” (HR Bukhari Muslim)
“Dan waktu isya kadang-kadang, bila beliau melihat mereka (para sahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun bila beliau melihat mereka berlambat-lambat, maka beliau undurkan.” (HR Bukhari Muslim)
3. Tabrid
Yaitu sebuah kondisi di siang hari yang sangat panas-panasnya sehingga Rasulullah menunda shalat dzuhur lebih lambat dari awal waktu. Maksud Rasulullah melakukan hal tersebut adalah agar sholat lebih khusyuk dan lebih ringan dilaksanakan.
"Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah bila dingin sedang menyengat, beliau menyegerakan shalat. Tapi bila panas sedang menyengat, beliau mengundurkan shalat.” (HR Bukhari)
4. Buka Puasa
Rasulullah seringkali menunda salat maghrib jika dirinya tengah melaksanakan shaum. Sehingga ketika waktu maghrib masuk, beliau lebih dahulu berbuka puasa, meski waktu maghrib sangat pendek.
“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari Muslim)
5. Menghadapi Jamuan Makan
Shalat juga lebih baik jika diakhirkan atau dilakukan setelah jamuan makan telah tersaji.
“Tidak ada shalat ketika makanan telah terhidang.” (HR Muslim)
Maksudnya akan lebih baik jika makan dahulu dan shalat setelahnya karena jika seseorang lebih dahulu melaksanakan shalat, dikhawatirkan menjadi tidak khusyuk dan bersegera ingin cepat selesai sholatnya.
Namun apabila memang hidangan tersebut ada di suatu majelis seperti di masjid, maka melaksanakan di awal waktu atau di akhir waktu adalah ketetapan dari imam shalat.
6. Menahan Buang Air
Tak hanya untuk menghadapi jamuan makan saja, hukum dibolehkannya menunda sholat adalah ketika seseorang ingin buang air. Sehingga tidak dianjurkan seorang muslim meneruskan shalatnya sementara keinginan untuk buang air begitu besar.
“(Tidak ada shalat) ketika menahan kencing atau buang hajat.” (HR Muslim)
Dengan demikian maka tidak semua hal membuat menunda-nunda sholat menjadi salah dan berdosa. Yang terpenting Rasulullah telah memberikan penjelasannya dan bukan berdasarkan kepentingan pribadi semata atau malas.
Baca Juga: Begini Cara Agar Tidak Menunda-Nunda Shalat Karena PekerjaanDemikian penjelasan tentang boleh tidaknya menunda sholat yang harus diketahui oleh setiap muslim. Sehingga ibadah yang wajib tersebut tidak dilalaikan atau ditunda tanpa dasar hukum yang jelas.
Wallahu A’lam