Barangkali diantara kita ada yang bertanya, Adakah Cara Membuang Sial dan Merubah Nasib Dalam Islam?
Seperti kita ketahui bahwa banyak kaum muslimin yang masih melakukan praktik buang sial dengan potong rambut atau dengan mandi agar sial hilang atau menganggap hari tertentu sebagai hari sial atau beranggapan sial karena nama yang terlalu berat misal 'Muhammad' Ada juga yang menganggap bahwa karena salah nama, anaknya jadi bandel. Akhirnya nama anak yang disalahkan, Bahkan ada yang lebih ekstrem, yaitu melemparkan CD alias celana dalam ke atas rumah agar tidak terkena sial.
Dalam adat jawa sering kita jumpai adanya ruwatan, yaitu sebuah prosesi atau upacara klenik untuk membuang sial yang ada pada diri seseorang.
Prosesi semacam ini ada di berbagai suku di Indonesia walaupun dengan nama upacara berbeda.
Ada yang melakukan ruwatan (membuang kesialan) dengan acara menggelar wayang kulit selama 3 hari 3 malam nonstop, ada yang dengan berendam atau mandi air tujuh kembang, ada yang puasa mutih, ada yang mengubur kepala kerbau di jalan raya, bahkan ada yang mengambil sebagian darah binatang untuk dilarung (dihanyutkan) ke laut berikut sesajen kelapa, bunga 7 rupa, ayam dan lain-lain.
Pertama yang harus kita bahas adalah apa sih yang dimaksud sial itu?
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Sial adalah suatu perasaan selalu merasa tidak beruntung. seperti tidak beruntung dalam pekerjaan, rezeki, jodoh, badan sakit-sakitan terus dan sebagainya. Dalam berbagai kepercayaan, penyebab sial itu bermacam-macam.
Dalam masyarakat jawa kesialan selalu dikaitkan dengan perhitungan neptu dan weton (hari kelahiran).
Misal sang anak akan terkena sial karena hari kelahiran anak mirip dengan hari kelahiran ayahnya.
Sedangkan dalam kepercayaan Tionghoa dikenal adanya kepercayaan feng shui yaitu kesialan karena tata letak dan bentuk bangunan.
Eh, kamu kan perawan, jangan keramas di hari Sabtu, nanti dapat suami yang suka nyiksa lho….
Kamu mau nikah dengan janda?! Makanya, jangan sering beli barang bekas!
Aduh, sial... .. Gue dapat no.13 nih!
Lalu bagaimana Islam memandang cara membuang sial seperti diatas? Benarkah ada faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi sial atau kurang beruntung terus menerus?
Jawabannya bisa Ya bisa Tidak.
Sebenarnya praktek membuang sial yang disebutkan diatas tidak diajarkan oleh Islam. Secara umum, orang Islam haram mempercayai kesialan karena kejadian atau peristiwa tertentu seperti jika kejatuhan cicak atau kotoran burung pasti akan terkena sial, jika menabrak kucing akan sial (tapi kalau menabrak kambing tidak sial). Maka ini termasuk kepercayaan kesialan yang diharamkan dalam Islam.
“Tidak ada pengaruh jahat karena burung. Dan yang paling baik adalah Al Fa’l. lalu beliau ditanya; ‘Apa itu Al Fa’l ya Rasulullah? ‘ Jawab beliau: ‘Yaitu kalimat thayyibah.” (HR. Muslim)
Menganggap Sial Menurut Islam
Anggapan sial ini dalam bahasan akidah diistilahkan dengan thiyaroh atau tathoyyur. Thiyaroh berasal dari kata burung, artinya dahulu orang Arab Jahiliyah ketika memutuskan melakukan safar, mereka memutuskan dengan melihat pergerakan burung. Jika burung tersebut bergerak ke kanan, maka itu tanda perjalanannya akan baik. Jika burung tersebut bergerak ke kiri, maka itu tanda mereka harus mengurungkan melakukan safar karena bisa jadi terjadi musibah ketika di jalan.
Namun maksud thiyaroh di sini adalah umum, bukan hanya dengan burung saja. Thiyaroh adalah beranggapan sial ketika tertimpanya suatu musibah pada sesuatu yang bukan merupakan sebab dilihat dari sisi syar’i atau indrawi, baik itu dengan orang, dengan benda tertentu, dengan tumbuhan, dengan waktu, dengan angka tertentu atau dengan tempat tertentu.
Menganggap adanya pertanda buruk pada sesuatu adalah salah satu tradisi kaum Jahiliyah yang telah dihapuskan dan dilarang dalam Islam. Diriwayatkan dari Anas bin Malik. bahwa Nabi saw. bersabda,
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِىْ الْفَأْلُ، قَالُوْا: وَمَا الْفَأْلُ ؟ قَالَ: كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ
"Tidak ada penularan penyakit dan tidak ada ramalan sial, tapi saya suka adalah al-fa`l (pernyataan optimis)." Para sahabat bertanya, "Apakah al-fa`l itu?" Beliau menjawab, "Perkataan yang baik." (HR. Bukhori)
Juga diriwayatkan dari Qabishah bin al-Makhariq r.a., ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
الْعِيَافَةُ وَالطِّيَرَةُ وَالطَّرْقُ مِنَ الْجِبْتِ
"Iyafah, thiyarah dan tharq adalah termasuk jibt." (Abu Dawud dengan sanad hasan).
'Iyafah adalah meramal dengan nama-nama burung, suaranya dan arah terbangnya. Sedangkan thiyarah, makna asalnya adalah meramal dengan burung, lalu digunakan untuk meramal dengan selain burung. Tharq adalah meramal dengan tongkat atau dengan menggaris di tanah. Jibt adalah semua yang disembah selain Allah, dan digunakan juga untuk menyebut dukun, penyihir, berhala dan sejenisnya.
Diriwayatkan dari Buraidah r.a. bahwa Nabi saw. tidak pernah menyatakan adanya pertanda buruk pada sesuatu. (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).
Diriwayatkan dari Urwah bin 'Amir r.a., ia berkata, "Pada suatu ketika ada seseorang menyebutkan thiyarah di hadapan Rasulullah saw., maka beliau bersabda,
أَحْسَنُهَا الْفَأْلُ، وَلاَ تَرُدُّ مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ لاَ يَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ
"Yang paling bagus dari itu adalah pernyataan optimis. Ramalan buruk tidak menjadi penghalang bagi seorang muslim untuk melakukan keinginannya. Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang ia benci, maka hendaklah ia berkata, "Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Engkau, dan tidak ada yang dapat mencegah keburukan kecuali Engkau. Tiada daya dan kuasa selain dengan-Mu." (HR. Abu Dawud )
Hadits-hadits Tentang Tathayyur
Begitu banyak hadits Nabi shallallahu alaih wa sallam tentang tathoyyur. Semua hadits dibawah ini adalah dalil yang jelas bahwa menganggap sesuatu sial hukumnya dilarang dalam Islam.
Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda:
“Tidak ada penularan penyakit (dengan cara seperti yang diyakini orang-orang di masa jahiliyah), thiyaroh (anggapan sial), haammah (burung hantu pembawa sial), dan shafar (ular di dalam perut yang menularkan penyakit atau keyakinan sial terhadap bulan shafar)!” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan beliau bersabda: “Tidak ada penularan penyakit dan tidak ada pertanda sial. Namun aku senang dengan sikap optimis.” Para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud dengan sikap optimis, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Perkataan yang baik.” (Muttafaqun alaih)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, secara marfu, Nabi shallallaahu alaih wa sallam bersabda: “Anggapan sial dengan sesuatu adalah syirik.” (HR. Abu Dawud 3411)
Di dalam Kitab Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin al-Hakam radhiallahu anhu. Dalam hadits itu disebutkan bahwa ada orang yang berkata kepada Rasulullah shallallahu alaih wa sallam,
“Di antara kami ada orang-orang yang masih mengganggap suatu jenis burung sebagai pertanda kesialan. Bagaimana menurut pandanganmu?” Beliau menjawab: “Hal itu hanya bisikan yang muncul di hati kalian saja. Jangan sampai itu menjadi penghalang bagi kalian!” (HR. Muslim 836)
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaih wa sallam mengabarkan bahwa anggapan akan mendapatkan kesialan dengan suatu jenis burung semata-mata muncul karena keyakinan yang ada di hati, bukan karena burung itu sendiri. Sugesti buruk, ketakutan dan kesyirikan yang ada pada dirinyalah yang membuatnya merasa akan mendapat kesialan dan menghalanginya dari apa yang ingin ia lakukan.
Nabi shallallahu alaih wa sallam telah menjelaskan kepada umat beliau tentang rusaknya keyakinan thiyaroh (menganggap sesuatu akan mendatangkan kesialan) agar mereka mengetahui bahwasanya Allah subhaanahu wa taala memang tidak menjadikan suatu jenis burung sebagai pertanda kesialan dan tidak pula menjadikannya sebagai sebab terjadinya apa yang dikhawatirkan.
Ikrimah berkata: “Kami pernah duduk-duduk bersama Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhu. Lalu lewatlah seekor burung sambil berkicau. Kemudian di antara kami ada yang berkata: “Itu pertanda baik, itu pertanda baik.” Mendengar ucapan seperti itu, Ibnu ‘Abbas berkata: “Sama sekali hal itu tidak menunjukkan pertanda baik ataupun buruk.”
Beliau segera mengingkari ucapan tersebut agar orang tidak beranggapan bahwa burung itu adalah pertanda baik ataupun buruk. Demikian pula makhluk-makhluk Allah yang lain. Mereka semua tidak mampu mendatangkan manfaat ataupun menolak mudharat dengan sendirinya.
Dalam sebuah hadits yang diriwatkan oleh Imam Ahmad, dari Ibnu ‘Amr radhiallahu anhumaa, dari Nabi shallallahu alaih wa sallam, beliau bersabda : “Barangsiapa tidak jadi mengerjakan keperluannya dengan sebab anggapan sial terhadap sesuatu, ia telah berbuat kesyirikan.” Mereka bertanya: “Lalu apa kaffarahnya (penghapus dosa perbuatan tersebut)?” Nabi bersabda: “Mengucapkan: allahumma laa khaira illa khairuka, wa laa thoiro illa thoiruka, wa laa ilaaha illa anta (ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang telah Engkau tetapkan, dan tidak ada kesialan kecuali yang telah Engkau tetapkan, dan tidak ada sembahan yang benar kecuali Engkau).” (HR. Ahmad 6748)
Hadits di atas mengandung pelajaran bahwa apa yang dianggap sebagai pertanda buruk tidak akan dapat membahayakan seseorang sehingga orang tersebut tetap dapat melakukan apa yang ia kehendaki. Adapun orang yang tidak memurnikan ketawakkalan kepada Allah dan mengikuti anggapan sialnya, ia justru akan dihukum dengan apa yang tidak ia senangi.
Dalam ilmu psikologi dikenal adanya self fullfillment prophecy yaitu perilaku seseorang yang didasari oleh prasangka / ramalan lalu secara tidak sadar karena terus menerus berfikir akan hal itu sehingga akhirnya hal itu menjadi kenyataan.
Dari Abu Salamah dari Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulami berkata: Ia (Mu’awiyah) berkata: Dulu kami biasa merasa sial. Rasulullah SAW bersabda: “Itu adalah sesuatu yang didapatkan oleh salah seorang dari kalian didalam jiwanya, jangan sekali-kali ia (kesialan) menghalangi kalian.” (HR. Ahmad)
Hal ini juga bisa terjadi pada histeria massa. Misalnya diramalkan harga barang akan naik, dan semua orang akhirnya meyakini hal itu maka akhirnya semua orang memborong barang di pasar, sehingga akhirnya harga benar-benar naik karena permintaan lebih besar dari suplai barang, dan barang menjadi langka di pasaran sehingga harga menjadi naik. Akhirnya orang berkesimpulan bahwa ramalan itu benar adanya.
“Yang demikian itu hanyalah dugaan belaka. Maka janganlah hal itu sampai menghalangi urusanmu.” (HR. Muslim)
Rasulullah memerintahkan untuk tidak membatalkan pergi ke suatu tempat atau batal melakukan sesuatu karena mempercayai hari sial atau ramalan.
Barangsiapa membatalkan maksud keperluannya karena ramalan mujur-sial maka dia telah bersyirik kepada Allah. Para sahabat bertanya, “Apakah penebusannya, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikanMu, dan tiada kesialan kecuali yang Engkau timpakan dan tidak ada ilah (tuhan / yang disembah) kecuali Engkau.” (HR. Ahmad)
Sebagai muslim kita diperintahkan untuk beriman bahwa kalaupun terjadi musibah atau kesialan, itu tidak lain telah ditetapkan oleh Allah dan telah menjadi takdir Allah, bukan karena hari sial atau pertanda sial.
“Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Da menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (Q.S. Yunus: 107)
Tidak boleh juga mempercayai akan terjadinya suatu peristiwa besar atau akan terjadinya musibah akibat terlihatnya bintang berekor atau meteor di langit.
Dari ‘Ali bin Husain bahwa ‘Abdullah bin ‘Abbas, ia berkata: Seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar bercerita kepadaku; bahwa pada suatu malam ketika mereka sedang duduk-duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba mereka dijatuhi bintang (meteor) yang bersinar. Maka Rasulullah bertanya kepada mereka: ‘Apa yang kalian katakan pada masa jahiliyah apabila dijatuhi bintang seperti ini? ‘ Jawab mereka; ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Dahulu kami berkomentar; ‘Malam ini telah lahir orang yang besar dan telah meninggal orang yang besar pula.’ Maka Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya bintang (meteor) itu tidak jatuh karena meninggalnya seseorang dan tidak pula karena lahirnya seseorang. Tetapi Rabb kita, yang nama-Nya penuh berkah dan Maha Tinggi, apabila Dia memutuskan suatu urusan, maka bertasbihlah pemikul ‘Arasy, kemudian bertasbih pula penduduk langit setelah mereka, sehingga tasbih mereka terdengar pula oleh penduduk langit dunia ini. Kemudian orang-orang yang dekat pemikul ‘Arasy berkata kepada mereka; ‘Apa yang telah difirmankan Rabb kalian? ‘ Lalu mereka ceritakan apa yang telah difirmankan Allah. Maka penduduk langit yang lainnya pun saling mencari kabar tersebut sesama mereka, sehingga berita itu sampai pula kepada penduduk langit dunia ini. Berita itu tertangkap oleh bangsa jin, lalu dibisikkannya kepada pemimpin-pemimpin mereka, tetapi mereka dilempar karenanya. Maka apa yang disampaikannya menurut berita yang sebenarnya, itu benar. Tetapi biasanya mereka bohong dan beritanya mereka tambah-tambah.’ (HR. Muslim)
Pertanda Yang Dibolehkan
Menganggap sial berbeda dengan memperhatikan pertanda. Sebagian pertanda itu adalah ilmiah dan dibolehkan mempercayai. Sebagian pertanda lainnya seperti mimpi dan firasat tidak bisa dibuktikan secara ilmiah namun masih boleh dipercayai asalkan berasal dari orang muslim yang diyakini keshalihannya.
1. Pertanda Dari Kondisi Alam
Para pendaki gunung yang berpengalaman tahu jika mata air di pegunungan mulai beracun atau muncul gas beracun adalah pertanda gunung tersebut akan meletus. Demikian pula ketika suatu titik di atmosfir mengalami penurunan tekanan dan suhu 10% di banding sekelilingnya adalah pertanda akan terjadi badai atau tornado. Sebagaimana pula rawa-rawa akan mengeluarkan gas metan menjelang badai.
Tanda-tanda musibah atau bencana dari alam ini adalah sesuatu yang ilmiah dan boleh dipercayai berdasarkan ilmu, sebagaimana mendung adalah pertanda hujan. Maka mempercayai hal semacam ini tidaklah termasuk hal yang terlarang.
2. Pertanda Dari Binatang
Walaupun Rasulullah SAW melarang mempercayai pertanda sial dari binatang, namun hal ini tidak berlaku untuk hal-hal yang secara ilmiah telah diketahui faktanya. Beberapa bencana alam sebenarnya tidak datang secara mendadak melainkan diawali dengan proses. Misalnya gempa bumi, gunung meletus dan badai, diawali dengan serangkaian perubahan kondisi alam.
Sebagian binatang seperti anjing, kucing, tikus dan kuda memiliki kepekaan terhadap suara, getaran dan pergeseran di dalam tanah. Maka sangat masuk akal jika binatang tsb mampu merasakan perubahan kondisi alam sementara manusia tidak merasakannya. Anjing, kucing, tikus dan kuda akan bertingkah laku aneh dan gelisah jika akan ada gempa. Demikian pula kodok dan beberapa serangga diketahui memiliki kepekaan terhadap kelembapan, tekanan udara dan perubahan atmosfir sehingga mereka akan dapat merasakan perubahan alam ketika menjelang datangnya badai. Maka mempercayai pertanda dari perilaku binatang seperti ini diperbolehkan.
3. Pertanda Dari Mimpi
Mimpi seorang Nabi adalah sebagian dari wahyu. Maka mempercayai pertanda dari mimpi itu dibolehkan asalkan mimpi itu berasal dari muslim yang sholeh/sholehah.
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda : Mimpi orang muslim adalah termasuk satu dari empat puluh enam bagian kenabian Mimpi orang muslim adalah termasuk satu dari empat puluh lima bagian kenabian (HR. Muslim)
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Aili telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Sulaiman bin Suhaim dari Ibrahim bin Abdullah bin Ma’bad bin ‘Abbas dari ayahnya dari Ibnu Abbas dia berkata;
“Ketika sakit, Rasulullah SAW membuka tirai jendelanya, sementara barisan orang-orang berada di belakang Abu Bakar, lalu beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kabar kenabian (wahyu) telah tiada, kecuali mimpi yang baik yang dimimpikan oleh seorang muslim atau mimpi yang diperlihatkan kepadanya.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah pun pernah mengijinkan Abu Bakar mentakwilkan mimpi
Dari Ibnu Abbas ra.: Ia bercerita bahwa seorang lelaki telah datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku semalam bermimpi melihat segumpal awan yang meneteskan minyak samin dan madu. Kemudian aku melihat orang-orang menengadahkan tangannya pada tetesan tersebut mereka ada yang mendapat banyak dan ada pula yang hanya mendapat sedikit. Lalu aku melihat seutas tali yang terentang dari langit sampai ke bumi kemudian melihat engkau memegang tali tersebut lalu engkau naik ke atas. Kemudian ada seorang lelaki memegang tali tersebut setelahmu, dan naik ke atas. Ada juga seorang lelaki lain memegang tali tersebut namun terputus, kemudian setelah disambung lagi, lelaki itu naik ke atas. Abu Bakar berkata: Wahai Rasulullah! Untuk engkau aku mengorbankan bapakku dan demi Allah, izinkan aku untuk mentakwil mimpi tersebut. Rasulullah bersabda: Takwilkanlah! Abu Bakar berkata: Segumpal awan tersebut berarti awan Islam. Tetesan yang berupa samin dan madu adalah Alquran dari segi manis dan halusnya. Orang-orang yang menengadahkan tangannya pada tetesan tersebut berarti orang-orang yang banyak menghayati isi Alquran dan yang hanya sedikit penghayatannya terhadap Alquran. Adapun seutas tali yang tersambung dari langit sampai ke bumi adalah kebenaran yang engkau bawa. Engkau memegang tali tersebut lantas Allah mengangkat engkau dengan tali itu. Kemudian setelah engkau, ada seorang lelaki yang memegang tali tersebut dan naik ke atas dengan tali itu. Ada seorang lelaki lain yang memegang tali tersebut dan naik ke atas dengan tali itu. Dan ada seorang lelaki yang lain lagi memegang tali tersebut, namun terputus dan setelah disambung lagi baru dia naik ke atas dengan tali itu. Ceritakan kepadaku, wahai Rasulullah! Untuk engkau aku mengorbankan bapakku! Menurut engkau, apakah takwilku itu tepat atau tidak? Rasulullah saw. bersabda: Sebagian yang kamu jelaskan itu ada yang tepat dan sebagian ada yang salah. (HR. Muslim)
Yang menjadi masalah, takwil mimpi itu tidak pasti dan sebagian dari takwilnya bisa jadi salah. Sebagaimana contoh Abu Bakar r.a. di atas juga dibolehkan melakukan takwil oleh Rasulullah SAW namun ternyata takwilnya ada yang benar dan ada yang salah. Maka pertanda dari mimpi ini tidak bisa menjadi kepastian.
4. Pertanda Dari Firasat
“Waspadalah terhadap firasat seorang mukmin. Sesungguhnya dia melihat dengan nur Allah.” (HR. Tirmidzi dan Ath-Thabrani)
Namun firasat yang dibolehkan di sini adalah firasat yang benar dan bukan dilandasi oleh kepercayaan atau mitos.
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id telah menceritakan kepada kami Za`idah telah menceritakan kepada kami Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas; bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada ‘adwa (penyakit menular), tidak ada tathayyur (berfirasat buruk karena melihat burung atau kejadian tertentu), tidak ada shafar (yang menjadi penyebab kematian seseorang) dan tidak ada haam (orang yang meninggal itu berubah menjadi burung).” (HR. Ahmad)
Sebagai contoh 2 tahun sebelum terjadinya pembantaian muslim Bosnia telah ada ulama yang memiiliki firasat dan memperingatkan semua orang muslim namun tak ada yang mempercayainya. Demikian pula sebelum terjadinya peristiwa Ambon ada ulama yang telah memperingatkan hal ini namun tak ada orang yang mempercayainya. Maka firasat seorang ulama sholeh adalah benar adanya dan mempercayai firasat orang yang sholeh adalah dibolehkan.
Kesialan Yang Mungkin Ada
Walaupun telah dijelaskan di atas bahwa kita tidak boleh mempercayai adanya kesialan karena pertanda burung, tahayul, tradisi, dan mitos namun tidak berarti kesialan itu selamanya tidak ada sama sekali. Jika kesialan itu diartikan sebagai selalu tidak beruntung, selalu gagal, merugi terus atau kemiskinan, maka tak ada sesuatu di dunia ini yang bersifat terus menerus. Namun jika kesialan itu diartikan bahwa seringkali mengalami musibah, kerugian, sakit atau hal semacam itu, maka memang bisa saja terjadi diantaranya disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Selalu Sial dan Miskin Akibat Dosa
Kadangkala ketidakberuntungan atau kesialan itu disebabkan karena dosa yang kita lakukan. Dalam sebuah hadits dikatakan :
“Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yang bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian (cobaan). Kalau menggunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya” (HR. Ad-Dailami)
Seseorang bisa disempitkan rezekinya, mengalami kebangkrutan usaha atau miskin karena dosa dosa yang dilakukannya. Jika terjadi seperti ini berarti Allah masih menyayanginya karena ia dijewer agar tidak lupa diri dan kembali ke jalan yang benar.
Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)
Justru jika ia bermaksiat terus namun Allah terus melimpahkan harta dan memberikan kenikmatan dunia, maka itu pertanda istidraj (dijerumuskan agar semakin larut dalam dosa). Maka kesusah payahan dan musibah itu sebagai penebus dosa. Maka sepintas lalu hal ini bisa terasa sebagai kesialan. Namun hal ini akibat dari dosa nya sendiri.
Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah. (HR. Ath-Thabrani)
2. Sial Karena Durhaka Pada Orang Tua
Salah satu hal yang bisa membuat Anda kurang beruntung dalam hidup ini adalah apabila durhaka pada orang tua. Karena doa orang tua terhadap anaknya itu maqbul (dikabulkan Allah)
Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sehingga apabila orang tua sakit hati atau sedih akibat perbuatan anaknnya, bisa jadi ia akan mendoakan keburukan atau mengutuki anaknya, maka jika Allah mengabulkan doa itu, akan sulitlah hidup anaknya di dunia. Segala urusan menjadi gagal, rezeki sempit dan perdagangan kurang beruntung.
“Dua peruntukan dosa yg Allah cepatkan adzab (siksanya) di dunia yaitu beruntuk zhalim dan al’uquq (durhaka kepada orang tua)” (HR. Hakim)
3. Sial Karena Menzhalimi Orang
Salah satu doa yang dikabulkan Allaha dalah doa orang yang terzhalimi. Hal ini tidak terbatas pada muslim saja, melainkan orang non-muslim pun yang terzhalimi akan dikabulkan doanya.
Dari Abu Hurairah r.a. , Telah berkata Rasulullah SAW, “Ada tiga do’a yg dikabulkan oleh Allah SWT -yang tidak diragukan tentang do’a ini-, yang pertama yaitu do’a kedua orang tua terhadap anak yang kedua do’a orang yg musafir -yang sedang dalam perjalanan-, yang ketiga do’a orang yg dizhalimi” (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Sehingga apabila seseorang menzhalimi orang lain dan orang itu mengutuki dan berdoa kepada Allah untuk membalaskan kezhaliman yang ditimpakan padanya maka orang tersebut bisa ditimpa kesulitan dan musibah terus menerus dalam hidupnya.
Barangsiapa mendo’akan keburukan terhadap orang yang menzaliminya maka dia telah memperoleh kemenangan. (HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
Oleh karena itu hendaklah jangan mengambil hak orang lain secara zhalim, jangan pula menahan hak orang lain dan tidak menunaikannya karena hal itu akan mengakibatkan musibah
4. Sering Sial Karena Memakan Harta Haram
Musibah dan ketidakberkahan juga bisa datang akibat dari harta yang diperoleh secara tidak wajar dan tak halal. Minimal akan terjadi ketidak berkahan seperti habis untuk hal-hal yang tidak manfaat, semakin banyak harta malah anak dan istri semakin tidak taat dan tidak beriman, keharmonisan rumah tangga hilang dan lain sebagainya. Dan sebagai puncaknya Allah menghancurkan harta itu dengan kecurian, kebakaran, banjir dan tanah longsor, sakit-sakitan atau meringkuk di penjara. Harta melimpah namun tidak dapat menikmati harta tersebut karena hidupnya senantiasa kisruh.
Barangsiapa mengumpulkan harta dengan tidak sewajarnya (tidak benar) maka Allah akan memusnahkannya dengan air (banjir) dan tanah (longsor) (HR. Al-Baihaqi)
5. Kesialan Karena Sering Melakukan Dosa
Kadang kala suatu musibah beruntun dan kesialan terjadi pada sebuah bangsa atau kaum dikarenakan dosa kolektif kaum tersebut, terutama karena merebaknya kemaksiatan dan kezhaliman sementara tidak ada yang berani menegur dan memperingatkan kaum nya dan pemimpinnya yang bermaksiat pada Allah.
Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara? Kalau aku (Rasulullah SAW), Aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya.
(1) Jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang-terangan maka akan timbul wabah dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang terdahulu.
(2) Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan karena binatang-binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali.
(3) Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu, kesulitan pangan dan kezaliman penguasa.
(4) Jika penguasa-penguasa mereka melaksanakan hukum yang bukan dari Allah maka Allah akan menguasakan musuh-musuh mereka untuk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka.
(5) Jika mereka menyia-nyiakan Kitabullah dan sunah Nabi maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah r.ah. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Akan terjadi pada akhir ummat nanti longsor, perubahan bentuk dan angin kencang yang menghempaskan manusia.” A’isyah r.ah. berkata: “aku bertanya: wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan sementara di antara kami ada orang orang yang shalih” Beliau menjawab: “Ya, jika kemaksiatan telah merajalela.” (HR. Tirmidzi)
Maka hendaklah orang yang melihat kezhaliman atau melihat seseorang dizhalimi, sedangkan ia memiliki kemampuan menolong, memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuatu dan mengubah keadaan, tidak berdiam diri saja, melainkan segera melakukan perubahan agar tidak ditimpa musibah dan kesialan.
“Aku akan membalas terhadap orang yang melihat seorang yang dizalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak menolongnya.” (HR. Ahmad)
Maka boleh dikatakan musibah dan adzab Allah akan menimpa bangsa atau kaum itu jika tidak ada orang yang melakukan nahi munkar atau mencegak kezhaliman.
Bila orang-orang melihat seorang yang zalim tapi mereka tidak mencegahnya dikhawatirkan Allah akan menimpakan hukuman terhadap mereka semua. (HR. Abu Dawud)
6. Sial Karena Rumah Yang Buruk
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Yahya bin Sa’id berkata; “Seorang wanita datang kepada Rasulullah dan berkata; ‘Wahai Rasulullah, kami tinggal di sebuah rumah, jumlahnya (penghuninya) banyak, dan harta melimpah. Kemudian jumlahnya (penghuninya menjadi) berkurang dan hartapun habis, ‘ Rasulullah SAW bersabda: “Biarkanlah rumah itu terhina.” (HR. Imam Malik dalam Muwattha’)
Dari Abdullah bin Umar: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Kesialan itu ada pada rumah, pada perempuan dan pada kuda (kendaraan). (HR. Muslim)
Kadang kala rumah yang tidak sehat bisa membuat penghuninya sakit-sakitan, dan rancangan rumah yang buruk, sirkulasi udara tidak lancar, sinar matahari tidak masuk serta lembab akan membuat penghuninya stress sehingga tidak nyaman bekerja dan perdagangannya tidak berhasil. Dalam batasan tertentu kepercayaan bangsa cina tentang Feng Shui (keberuntungan dari bentuk dan tata letak rumah) bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun lebih banyak kepercayaan Feng Shui yang tidak berdasar seperti dikaitkan dengan shio (semacam zodiak cina) atau bilangan tertentu (seperti jumlah anak tangga yang membuat sial). Maka meyakini hal ini membawa kesialan adalah terlarang.
Kadang kala yang dimaksud rumah itu tidak baik adalah karena rumah tersebut membawa kemurungan dan kenangan pahit. Misalnya orang tua atau istri atau anak meninggal di rumah tersebut. Jika akibat kenangan kesedihan itu kemudian menyebabkan penghuninya senantiasa dirundung sedih dan tidak bersemangat hidup, maka ada baiknya pindah rumah.
Ibnu Qutaibah berkata bahwa bila terdapat kesialan sebuah rumah, maka sebaiknya pindah rumah. (Ta‘wil Mukhtalifil Hadits hlm. 99)
7. Istri Yang Buruk dan Kendaraan Yang Buruk
Dalam banyak hadits diriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan kesialan itu ada pada wanita dan kuda.
Dari ‘Umar bin Muhammad bin Zaid bahwa dia mendengar Bapaknya bercerita; dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi SAW. beliau bersabda: “Seandainya pengaruh jahat (kecelakaan atau kesialan) benar, maka kadang terjadi pada pada kuda, dalam diri wanita dan dalam rumah tangga.” (HR. Muslim)
Dari Sahal bin Saad ra. dia berkata : Rasulullah saw. bersabda: Kalau memang kesialan itu ada, maka ia ada pada perempuan, pada kuda (kendaraan) dan pada tempat tinggal. (HR. Muslim)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca atas Malik dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan Salim Ibnu ‘Abdullah bin ‘Umar dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: Terkadang pengaruh jahat (kecelakaan atau kesialan) itu terdapat pada tiga perkara: “Di dalam rumah tangga, dalam diri wanita, dan pada kuda.” (HR. Muslim)
Namun hadits tentang ucapan Rasulullah SAW tentang kesialan terhadap rumah, wanita dan kuda ini dibantah oleh Aisyah.
Telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Hammam telah mengabarkan kepada kami Qatadah dari Abi Hassan bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Aisyah, Abu Hurairah pernah bercerita bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Kalaulah kesialan itu ada, maka terdapat pada wanita, rumah, atau binatang tunggangan.” Serta merta Aisyah sangat marah hingga sebagian pakaiannya robek dan menghambur ke udara dan sebagian lain ke tanah. Lalu (Aisyah) Berkata; “Hanyalah orang-orang jahliyah yang merasa sial dengan hal itu.” (HR. Ahmad)
Sebagaimana kita ketahui bahwa Aisyah r.ah. termasuk istri Rasulullah SAW yang paling cerdas pengetahuan agamanya dan sering meluruskan periwayatan hadits yang salah dan sering menjadi rujukan para sahabat dalam memahami maksud dari suatu ayat atau hadits Rasulullah SAW Dan tidak jarang Aisyah berbeda pendapat atau meluruskan pandangan para sahabat.
Sebagian ulama sepakat dengan Aisyah r.a. bahwa hadits-hadits mengenai kesialan wanita kuda dan rumah itu dimansukh (dibatalkan atau dihapus) dengan hadits-hadits yang melarang thiyarah (merasa sial) secara umum. (Lihat At-Tamhid 9/290 oleh Ibnu Abdil Barr)
Sebagian ulama ada yang menolak dengan menjelaskan bahwa hadits tersebut diawali dengan kata “Seandainya kesialan itu ada atau kalaupun kesialan itu memang ada”. Artinya apa yang diungkapkan Rasulullah SAW itu hanyalah pengandaian saja yang pada kenyataannya tidak ada. (Syarh Ma’anil Atsar 4/314 oleh Ath-Thohawi, Tahdzibul Atsar 1/31 Ath-Thobari, At-Tamhid 9/283 oleh Ibnu Abdil Barr, Al-Ijabah li Irodi Mastadrokathu Aisyah ’ala Shohabah hlm. 128 oleh az-Zarkasyi)
Sebagian ulama ada menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah dengan kesialan pada wanita adalah jika istri yang berperangai buruk sehingga menjengkelkan suaminya akan membawa situasi yang kisruh dan suami hatinya tidak tenang, otaknya tidak bisa fokus mencarai nafkah sehingga akan membawa kesialan.
Demikian pula kuda yang lambat dan tidak sehat akan menyebabkan terhambatnya pekerjaan tuannya. Pada konteks masa kini, kuda bisa berarti kendaraan. Jika kendaraan yang kita miliki rusak-rusakan terus, tentu ini akan merepotkan dan menyebabkan pekerjaan menjadi terganggu.
8. Sial Karena Tidak Bersadekah dan Berzakat
Salah satu sebab timbulnya musibah dan musnahnya harta atau ketidak beruntungan dalam perniagaan adalah karena kurang shodaqoh dan tidak menunaikan zakat. Maka Allah akan menarik paksa harta itu dari tangan kita dengan menimpakan berbagai kesialan dan musibah.
Tiada suatu kaum menolak mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik (kemarau panjang dan kegagalan panen). (HR. Ath-Thabrani)
Maka orang yang tidak menahan hartanya dan tidak mau membelanjakan hartanya akan ditimpa musibah, dan Allah akan memaksa mengambil hartanya dengan caraNya sendiri.
Tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun. Yang satu berdoa: “Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.” Malaikat yang satu lagi berdoa: “Ya Allah, timpakan kerusakan (kemusnahan) bagi harta yang ditahan (dibakhilkannya).” (HR. Muslim)
9. Gangguan Jin
Jin bisa merekayasa sesuatu sehingga membuat perdagangan kita merugi terus. Salah satu nya adalah melalui sihir yang dilancarkan oleh dukun dan tukang santet. Iblish dan kaki tangannya merekayasa situasi menjadi tidak kondusif, timbul percekcokan, ketidaknyamanan sehingga segala pekerjaan menjadi tidak sukses.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu (Q.S. Al-Maa’idah [5] : 91)
Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (Q.S. Al-Israa’ : 53)
Sihir dari jin memang dapat menimbulkan bencana dan musibah dalam kehidupan manusia. Karena jin bisa menyebabkan perceraian dan kemandulan.
Mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu dapat memisahkan suami dari istrinya, mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya itu kecuali dengan izin Allah (Q.S. Al-Baqarah [2] :102)
Saya tidak membiarkan anak Adam sampai menceraikan istrinya, lalu Iblis mendekat dan memujinya: Bagus sekali. (HR. Muslim dan Ahmad, shahih menurut Imam Suyuthi)
Demikian pula jin bisa menimbulkan rasa malas dan berat setiap kali kita hendak bekerja.
Cara Membuang Sial dan Merubah Nasib Menurut Islam
1. Tawakkal kepada Allah.
Ingatlah pelajaran dari firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
2. Allah Punya Rencana Tapi Kaupun Harus Punya Rencana
Allah SWT punya rencana buat kita tapi kita pun harus punya rencana buat diri kita sendiri.
.إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” (QS. Ar Raad : 11).
Jadi, nasib seseorang tak akan berubah kecuali jika dia sendiri mau merubahnya.
3. Berdoa. Bagaimana doanya?
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, sungguh, ia telah berbuat syirik”. Para sahabat bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟
“Wahai Rasulullah, apa penebusnya? ”
Beliau menjawab:
قَالَ أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ
Hendaklah ia berdoa:
اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
(Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan, kecuali dari-Mu, tiada yang berhak diibadahi selain-Mu) (HR Ahmad)
Jangan menuduh kesialan itu pada tanggal, hari, angka, bulan, tempat atau nama anak. Buang jauh-jauh anggapan sial dan ganti dengan tawakkal pada Allah Ta’ala. Ketika mendapatkan hal yang tidak mengenakkan, ucapkanlah:
اللَّهُمَّ لاَ يَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ
Allahumma laa ya’ti bilhasanaati illa anta. Wa yadfa’us sayyi-ati illa anta. Wa laa hawla wa laa quwwata illa billah
“Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali engkau. Tidak ada yang dapat menolak bahaya kecuali engkau. Tidak ada daya dan upaya melainkan denganmu.”
Wallahu A'lam.