5 Cara Agar Hidup Lebih Baik. No 2 Dan 3 Jarang Diketahui │ Dalam kehidupan ini semuanya memiliki peran masing-masing. Contohnya saja seorang ibu yang tengah menjemur pakaian, perannya hanya mengangkat pakaian ketika hujan turun dan tidak boleh menyalahkan hujan karena menurunkan hujan merupakan peran Allah. Terlebih lagi jika menyalahkan Allah sebagai penurun hujan.
Demikian kutipan dari seorang ustadz bernama Faris BQ dalam sebuah kajian yang bertema “Asal Engkau Ridha, Aku Tak Peduli Takdir Apapun Yang Menimpaku” di salah satu masjid di daerah Jakarta Selatan.
Dalam kajiannya, Ustadz Faris memberikan arahan bahwa janganlah manusia membandingkan seseorang dengan yang lainnya meski terlihat sama. Seperti halnya seorang kuli bangunan yang tengah mengetok-ngetok palu untuk menancapkan paku akan tidak sama gajinya dengan hakim yang mengetok-ngetok palu di meja persidangan.
Karenanya agar kehidupan ini bisa lebih baik lagi terutama dalam cara pandang, maka Ustadz Faris memberikan lima cara untuk bisa hidup lebih baik.
1. Ikhtiar
Ikhtiarkan untuk memilih apa yang harus kita kerjakan. Hal tersebut merupakan faktor awal dalam kehidupan seorang muslim. Cobalah untuk istikharah dalam menentukan pilihan karena pada dasarnya setiap orang harus mengetahui jalan mana yang baik untuknya. Sama halnya seperti seorang petani yang harus memilih tanah subur untuk bercocok tanam.
2. Kasab
Setelah memilih lahan mana yang terbaik, maka selanjutnya adalah mengoptimalkan amal atau pekerjaan atas lahan yang telah dipilih. Pilihlah sejak awal apa saja yang harus dilakukan. Jangan pernah berpikir “nanti bisa diubah dan diperbaiki”. Kasus seperti ini banyak dialami ketika memilih pendidikan ataupun memilih pasangan.
3. Roja’
Setiap manusia harus memiliki harapan atas apa yang telah ia usahakan. Dengan terus berharap, maka muncul optimisme yang membuatnya mampu istiqomah dalam melakukan sesuatu.
4. Tawakal
Setelah semuanya dilakukan, baik itu ikhtiar dan harapan berupa doa, maka hal yang selanjutnya adalah tawakal. Sikap seperti ini bukanlah tanpa usaha karena pada dasarnya tawakal sama seperti seorang siswa yang menyerahkan lembar ujian kepada gurunya setelah selesai diisi. Ia akan pasrah atas segala hasilnya.
5. Ridho
Yang terakhir dan menjadi senjata paling penting adalah sikap ridho. Apapun hasil yang telah kita lakukan, maka sepatutnya kita ridho apakah itu baik ataupun buruk. Banyak dari kita yang protes karena telah melakukan kebaikan yng banyak namun hasilnya tidak sesuai harapan.
Ingatlah akan kisah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika di daerah Thaif, beliau dilempari dengan batu sehingga membut tubuhnya berdarah. Ketika itu beliau pun segera berlindung di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah. Di tempat tersebut beliau memanjatkan pengharapan dan pengaduan yang mengharukan.
“Tuhanku, kepada siapa Engkau serahkan diriku? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku. Tetapi asal Kau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli semua itu..”
Lihatlah bagaimana Rasulullah sendiri yang merupakan suri tauladan dan paling baik akhlak serta sikapnya masih dimusuhi bahkan dilempari batu oleh orang lain. Akan tetapi beliau tidak sedikit pun menyalahkan Allah yang telah mengutusnya ataupun marah kepada penduduk Thaif yang telah melemparinya.
Rasulullah hanya ikhlas dan ridho atas ketentuan dari Allah selama beliau tidak dimurkai oleh Allah.
Lantas jika kita masih sering meyalahkan keadaan dan berkeluh kesah tanpa pernah sadar apakah kita dalam keridhoan atau kemurkaanNya, sudah sepatutnya kita segera tersadar agar kehidupan yang dijalani bisa lebih baik lagi.
Wallahu A’lam
Demikian kutipan dari seorang ustadz bernama Faris BQ dalam sebuah kajian yang bertema “Asal Engkau Ridha, Aku Tak Peduli Takdir Apapun Yang Menimpaku” di salah satu masjid di daerah Jakarta Selatan.
Dalam kajiannya, Ustadz Faris memberikan arahan bahwa janganlah manusia membandingkan seseorang dengan yang lainnya meski terlihat sama. Seperti halnya seorang kuli bangunan yang tengah mengetok-ngetok palu untuk menancapkan paku akan tidak sama gajinya dengan hakim yang mengetok-ngetok palu di meja persidangan.
Karenanya agar kehidupan ini bisa lebih baik lagi terutama dalam cara pandang, maka Ustadz Faris memberikan lima cara untuk bisa hidup lebih baik.
1. Ikhtiar
Ikhtiarkan untuk memilih apa yang harus kita kerjakan. Hal tersebut merupakan faktor awal dalam kehidupan seorang muslim. Cobalah untuk istikharah dalam menentukan pilihan karena pada dasarnya setiap orang harus mengetahui jalan mana yang baik untuknya. Sama halnya seperti seorang petani yang harus memilih tanah subur untuk bercocok tanam.
2. Kasab
Setelah memilih lahan mana yang terbaik, maka selanjutnya adalah mengoptimalkan amal atau pekerjaan atas lahan yang telah dipilih. Pilihlah sejak awal apa saja yang harus dilakukan. Jangan pernah berpikir “nanti bisa diubah dan diperbaiki”. Kasus seperti ini banyak dialami ketika memilih pendidikan ataupun memilih pasangan.
3. Roja’
Setiap manusia harus memiliki harapan atas apa yang telah ia usahakan. Dengan terus berharap, maka muncul optimisme yang membuatnya mampu istiqomah dalam melakukan sesuatu.
4. Tawakal
Setelah semuanya dilakukan, baik itu ikhtiar dan harapan berupa doa, maka hal yang selanjutnya adalah tawakal. Sikap seperti ini bukanlah tanpa usaha karena pada dasarnya tawakal sama seperti seorang siswa yang menyerahkan lembar ujian kepada gurunya setelah selesai diisi. Ia akan pasrah atas segala hasilnya.
5. Ridho
Yang terakhir dan menjadi senjata paling penting adalah sikap ridho. Apapun hasil yang telah kita lakukan, maka sepatutnya kita ridho apakah itu baik ataupun buruk. Banyak dari kita yang protes karena telah melakukan kebaikan yng banyak namun hasilnya tidak sesuai harapan.
Ingatlah akan kisah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika di daerah Thaif, beliau dilempari dengan batu sehingga membut tubuhnya berdarah. Ketika itu beliau pun segera berlindung di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah. Di tempat tersebut beliau memanjatkan pengharapan dan pengaduan yang mengharukan.
“Tuhanku, kepada siapa Engkau serahkan diriku? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku. Tetapi asal Kau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli semua itu..”
Lihatlah bagaimana Rasulullah sendiri yang merupakan suri tauladan dan paling baik akhlak serta sikapnya masih dimusuhi bahkan dilempari batu oleh orang lain. Akan tetapi beliau tidak sedikit pun menyalahkan Allah yang telah mengutusnya ataupun marah kepada penduduk Thaif yang telah melemparinya.
Rasulullah hanya ikhlas dan ridho atas ketentuan dari Allah selama beliau tidak dimurkai oleh Allah.
Lantas jika kita masih sering meyalahkan keadaan dan berkeluh kesah tanpa pernah sadar apakah kita dalam keridhoan atau kemurkaanNya, sudah sepatutnya kita segera tersadar agar kehidupan yang dijalani bisa lebih baik lagi.
Wallahu A’lam