Ternyata Kita Salah Kira Terhadap Orang Munafik │ Banyak dari kita yang memiliki anggapan bahwa orang yang memiliki sifat munafik adalah orang yang telah melawan hati nurani mereka sendiri. Kita akan berpikiran bahwa tidak mungkin orang yang mempelajari ilmu agama dan mengetahui seluk beluk agama Islam, namun kata dan sikapnya justru bertentangan dan menyimpang.
Sangatlah tidak mungkin seorang muslim berani mengatakan bahwa penyimpangan s3ksual merupakan fitrah manusia dan tidak mungkin pula mengatakan dengan tenang bahwa aliran sesat merupakan bentuk kebebasan berekspresi. Anehnya lagi ketika non muslim terganggu, mereka yang paling depan menyatakan sikap yang terkadang menyudutkan umat agamanya sendiri.
Pasti kita akan berpikir bahwa mereka tengah berperang melawan hati mereka sendiri dan mereka merasakan sebuah pertentangan atas ucapan yang mereka lontarkan. Mereka mungkin lebih mementingkan duniawi baik itu harta dan tahta dengan mengesampingkan hati nuraninya. Dengan kata lain, mereka berani berperang dengan batinnya sendiri hanya demi kehidupan duniawi.
Namun anggapan dan pemikiran kita salah saat memahami ayat Al Quran surat Al Baqarah ayat 11 dan 12.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
Sehingga dengan keterangan tersebut, seseorang yang menasehati orang munafik akan mendapati jawaban bahwa ia hanya melakukan perbaikan di dunia ini, meski nyata-nyatanya mereka telah berbuat kerusakan.
Ketika penyimpangan s3ksual tengah menjadi pembahasan, mereka melakukan pembelaan bahwa setiap manusia berhak menyalurkan kebutuhan mereka. Ketika aliran sesat tengah merasuk dalam masyarakat, mereka pun membelanya dengan dalih kebebasan berekspresi. Mereka melakukannya atas nama kebaikan dan memang banyak yang mengatakan hal itu di media-media saat ini.
Padahal sangat jelas bahwa Allah menyatakan bahwa merekalah yang telah membuat kerusakan. Namun di akhir kalimat, Allah memberikan keterangan bahwa orang munafik itu “Tidak sadar”.
Ketidaksadaran tersebut membuat mereka berani melakukan perkara yang salah, sesuatu yang dapat menghancurkan dan membinasakan. Sebuah kehancuran yang tak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga agama dan masyarakat.
Jadi penyimpangan yang mereka gembar-gemborkan bukanlah bertentangan dengan hati nurani mereka, melainkan karena itulah yang ada dalam diri mereka yang paling dalam.
Lantas mengapa seorang yang munafik bisa tidak merasakan kesalahan? Sementara seorang penjahat yang kelas kakap saja bisa mengakui bahwa perbuatan mereka adalah suatu kesalahan.
Janganlah heran karena Allah sendiri telah menjawabnya dalam Al Quran.
“Yang demikian itu karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (QS Al Munafiqun 3)
“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS An Nahl 108)
Karenanya jangan heran ketika mereka yang membela berbagai penyimpangan adalah sebagian dari orang yang lulusan pesantren atau sekolah tinggi perguruan islam. Mereka telah membiarkan keimanan mereka terkatung-katung dan tidak memupuknya dengan terus bermuhasabah sehingga noda dari nafsu dan duniawi membuat Allah mencabut keimanan sekaligus mengunci mati hati mereka.
Dan hasilnya bisa terlihat bahwa mereka tidak menyadari perbuatan mereka adalah salah. Bahkan mereka terkesan memiliki pandangan yang terbalik dimana yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar.
Sebanyak apapun kita berusaha meyakinkan mereka, maka mereka pun akan semakin keras untuk menyanggah dan mencari dalih untuk menjawabnya, meski harus memutar balikkan fakta atau dalil.
Sehingga tidak ada yang bisa lakukan selain memohon kepada Illahi agar mengokohkan keimanan yang kita miliki sehingga tidak terpengaruh dengan hasutan mereka.
Semoga kita semua mampu membawa nikmat yang begitu berharga ini yakni nikmat iman dan Islam hingga bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla. Aamiin
Sangatlah tidak mungkin seorang muslim berani mengatakan bahwa penyimpangan s3ksual merupakan fitrah manusia dan tidak mungkin pula mengatakan dengan tenang bahwa aliran sesat merupakan bentuk kebebasan berekspresi. Anehnya lagi ketika non muslim terganggu, mereka yang paling depan menyatakan sikap yang terkadang menyudutkan umat agamanya sendiri.
Pasti kita akan berpikir bahwa mereka tengah berperang melawan hati mereka sendiri dan mereka merasakan sebuah pertentangan atas ucapan yang mereka lontarkan. Mereka mungkin lebih mementingkan duniawi baik itu harta dan tahta dengan mengesampingkan hati nuraninya. Dengan kata lain, mereka berani berperang dengan batinnya sendiri hanya demi kehidupan duniawi.
Namun anggapan dan pemikiran kita salah saat memahami ayat Al Quran surat Al Baqarah ayat 11 dan 12.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
Sehingga dengan keterangan tersebut, seseorang yang menasehati orang munafik akan mendapati jawaban bahwa ia hanya melakukan perbaikan di dunia ini, meski nyata-nyatanya mereka telah berbuat kerusakan.
Ketika penyimpangan s3ksual tengah menjadi pembahasan, mereka melakukan pembelaan bahwa setiap manusia berhak menyalurkan kebutuhan mereka. Ketika aliran sesat tengah merasuk dalam masyarakat, mereka pun membelanya dengan dalih kebebasan berekspresi. Mereka melakukannya atas nama kebaikan dan memang banyak yang mengatakan hal itu di media-media saat ini.
Padahal sangat jelas bahwa Allah menyatakan bahwa merekalah yang telah membuat kerusakan. Namun di akhir kalimat, Allah memberikan keterangan bahwa orang munafik itu “Tidak sadar”.
Ketidaksadaran tersebut membuat mereka berani melakukan perkara yang salah, sesuatu yang dapat menghancurkan dan membinasakan. Sebuah kehancuran yang tak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga agama dan masyarakat.
Jadi penyimpangan yang mereka gembar-gemborkan bukanlah bertentangan dengan hati nurani mereka, melainkan karena itulah yang ada dalam diri mereka yang paling dalam.
Lantas mengapa seorang yang munafik bisa tidak merasakan kesalahan? Sementara seorang penjahat yang kelas kakap saja bisa mengakui bahwa perbuatan mereka adalah suatu kesalahan.
Janganlah heran karena Allah sendiri telah menjawabnya dalam Al Quran.
“Yang demikian itu karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (QS Al Munafiqun 3)
“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS An Nahl 108)
Karenanya jangan heran ketika mereka yang membela berbagai penyimpangan adalah sebagian dari orang yang lulusan pesantren atau sekolah tinggi perguruan islam. Mereka telah membiarkan keimanan mereka terkatung-katung dan tidak memupuknya dengan terus bermuhasabah sehingga noda dari nafsu dan duniawi membuat Allah mencabut keimanan sekaligus mengunci mati hati mereka.
Dan hasilnya bisa terlihat bahwa mereka tidak menyadari perbuatan mereka adalah salah. Bahkan mereka terkesan memiliki pandangan yang terbalik dimana yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar.
Sebanyak apapun kita berusaha meyakinkan mereka, maka mereka pun akan semakin keras untuk menyanggah dan mencari dalih untuk menjawabnya, meski harus memutar balikkan fakta atau dalil.
Sehingga tidak ada yang bisa lakukan selain memohon kepada Illahi agar mengokohkan keimanan yang kita miliki sehingga tidak terpengaruh dengan hasutan mereka.
Semoga kita semua mampu membawa nikmat yang begitu berharga ini yakni nikmat iman dan Islam hingga bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla. Aamiin