Siapakah Yang Harus Dinomorsatukan Oleh Seorang Istri │ Ketika seorang wanita sudah berstatus sebagai seorang istri, terlebih lagi jika dia sudah menjadi seorang ibu, maka siapakah yang harus diutamakan dalam kehidupannya? Apakah orang tua, suami, atau anak-anaknya? Jawaban dari pertanyaan ini sedikit banyak akan mempengaruhi tindak-tanduk keseharian seorang istri. Mari simak jawabannya melalui hadist-hadist berikut ini.
Hadist 1
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (Al Jamius Shagir)
Hadist 2
Dalam Al Musnad, Sunan Ibni Majah, dan Shahih Ibnu Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
“Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau menegur Mu’adz: “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”
Mu’adz menjawab: “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Berdasarkan 2 hadist di atas, jelaslah bahwa yang harus diutamakan oleh seorang istri adalah suaminya. Hingga surga seorang istri tergantung pada ridho suami. Bentuk real dari pengutamaan suami diantaranya mengurus segala keperluan suami. Mulai dari menyiapkan makanannya, menyiapkan pakaiannya, serta menjaga kesehatannya.
Maka alangkah indah rumah tangga itu, ketika seorang istri mengantarkan kepergian suami untuk mencari nafkah seraya mencium tangannya. Lisannya dibasahi dengan do’a, dan mendo’akan agar sang suami dilancarkan segala urusannya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ketika sang suami pulang bekerja, sang istri sudah siap menyambutnya dengan penampilan yang sedap dipandang. Dengan senyuman merekah, ia hidangkan segelas minuman pelepas dahaga disertai makanan kesukaannya. Tak lupa ditanyakannya keadaan sang suami, lalu berapa pun rizki yang dibawa pulang pada hari itu disyukurinya. Hal-hal kecil ini jika dipraktekkan akan semakin memupuk rasa cinta dan kasih suami terhadap istri. Rumah tangga pun akan langgeng karena selalu dipenuhi bunga-bunga cinta.
Namun tentu saja suami yang patut diutamakan adalah suami yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan hak-hak istrinya. Terhadap suami yang seperti ini, seorang istri tidak berhak meminta cerai. Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa (tanpa ada kesempitan yang memaksanya pisah) maka haram baginya mencium wanginya surga.”(HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Mencium wanginya saja sudah haram, apalagi memasukinya. Ini berarti tempat yang akan dimasukinya adalah kebalikan dari surga, yakni neraka. Nau’dzubillahi min dzalika.
Maka wahai para istri, mulai dari sekarang utamakanlah suamimu.
Hadist 1
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (Al Jamius Shagir)
Hadist 2
Dalam Al Musnad, Sunan Ibni Majah, dan Shahih Ibnu Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
“Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau menegur Mu’adz: “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”
Mu’adz menjawab: “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Berdasarkan 2 hadist di atas, jelaslah bahwa yang harus diutamakan oleh seorang istri adalah suaminya. Hingga surga seorang istri tergantung pada ridho suami. Bentuk real dari pengutamaan suami diantaranya mengurus segala keperluan suami. Mulai dari menyiapkan makanannya, menyiapkan pakaiannya, serta menjaga kesehatannya.
Maka alangkah indah rumah tangga itu, ketika seorang istri mengantarkan kepergian suami untuk mencari nafkah seraya mencium tangannya. Lisannya dibasahi dengan do’a, dan mendo’akan agar sang suami dilancarkan segala urusannya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ketika sang suami pulang bekerja, sang istri sudah siap menyambutnya dengan penampilan yang sedap dipandang. Dengan senyuman merekah, ia hidangkan segelas minuman pelepas dahaga disertai makanan kesukaannya. Tak lupa ditanyakannya keadaan sang suami, lalu berapa pun rizki yang dibawa pulang pada hari itu disyukurinya. Hal-hal kecil ini jika dipraktekkan akan semakin memupuk rasa cinta dan kasih suami terhadap istri. Rumah tangga pun akan langgeng karena selalu dipenuhi bunga-bunga cinta.
Namun tentu saja suami yang patut diutamakan adalah suami yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan hak-hak istrinya. Terhadap suami yang seperti ini, seorang istri tidak berhak meminta cerai. Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa (tanpa ada kesempitan yang memaksanya pisah) maka haram baginya mencium wanginya surga.”(HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Mencium wanginya saja sudah haram, apalagi memasukinya. Ini berarti tempat yang akan dimasukinya adalah kebalikan dari surga, yakni neraka. Nau’dzubillahi min dzalika.
Maka wahai para istri, mulai dari sekarang utamakanlah suamimu.