KabarMakkah.Com – Melaksanakan syariat Allah merupakan suatu anjuran dan perintah dari Allah dan RasulNya. Namun ada banyak syariat Allah dan keteladan Rasulullah yang telah kita lalaikan. Alasannya beragam mulai dari yang sengaja hingga yang karena tidak tahu. Intensitasnya pun mulai dari yang jarang hingga yang sering. Bahkan pelanggaran syariat ini tak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, namun berani dilakukan secara terang-terangan.
Muslimin saat ini begitu meremehkan sebagian ajaran Islam bahkan menganggap bahwa itu adalah sesuatu yang tidak perlu dirisaukan. Padahal sesungguhnya sesuatu yang dianggap kecil oleh kita, boleh jadi sangat besar di hadapan Allah.
Salah satu yang sering dilupakan oleh manusia adalah lisan. Seseorang yang salah mengatur dan salah dalam menjaga lisan telah Rasulullah sebut sebagai orang yang jauh dari Allah.
Keterangan ini bukanlah dibuat-buat karena bersumber dari hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dan At Tirmidzi.
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya banyak bicara tanpa dzikir kepada Allah Ta’ala bisa menjadi sebab kerasnya hati. Dan sejauh-jauh seorang hamba dari Allah adalah mereka yang keras hatinya.”
Hadist diatas menjadi penguat dari beberapa hadist yang telah masyhur seperti sabda Nabi yang dimuat dalam riwayat At Tirmidzi.
“Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.”
Buktinya memang benar. Banyak orang kini tidak mampu untuk menahan dirinya dari membicarakan hal yang sia-sia. Mereka dengan mudahnya akan berusaha paling depan dalam membicarakan sesuatu yang mereka ketahui. Setelah itu timbullah kesombongan yang menutupi hatinya. Sebuah penutup yang mampu membuat hati menjadi berkarat.
Banyak kita lihat dalam forum-forum ataupun di media massa yang dipenuhi dengan gosip, saling merasa benar dan mengungkapkan keburukan orang lain dengan seenak mereka. Lambat laun hal itu menyebar kepada masyarakat untuk ikut dalam perdebatan, saling beradu argumen yang tidak jelas arahnya dan melakukan sesuatu di bawah kendali hawa nafsunya.
Dampak yang bisa lihat dari kesia-siaan tersebut adalah beraninya mereka untuk saling membunuh. Dan yang paling besar dampaknya adalah kerasnya hati yang tak hanya dialami oleh satu generasi, namun akan merembet kepada generasi yang selanjutnya.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak akan bertemu seorang hamba kecuali hamba tersebut memiliki kelapangan hati. Sementara orang yang hatinya keras, berkarat dan tertutup akan masuk dalam golongan yang Rasulullah sebut sebagai orang yang jauh hatinya dari Allah.
Bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita menjaga lisan kita dari ucapan yang sia-sia? Sudahkah menjaga lisan kita dari hal yang hanya membuat orang lain tersakiti dan justru menjadi doa buruk bagi kita?
Kini di dunia yang serba globalisasi, hadist Rasulullah tersebut tidak hanya meliputi lisan saja. Tulisan ataupun status yang seenaknya dalam suatu media sosial akan berakibat yang sama dengan lisan. Mulai dari hal yang kecil seperti saling berebut seseorang hingga masalah yang besar seperti debat masalah pemerintahan, seakan terus menerus diramaikan dengan tulisan atau kata-kata yang sia-sia. Tak ada sedikit pun terselip untuk saling mengingat Allah. Tak ada pula untuk saling menenangkan dengan dzikrullah.
Apakah kita seperti itu? Yang tanpa sadar telah membuat hati menjadi keras dan menutupi kebenaran yang haqiqi? Jika pun benar, mohon ampunlah dan isi lisan dan tulisan kita dengan dzikir kepada Allah.
Wallahu A’lam
Muslimin saat ini begitu meremehkan sebagian ajaran Islam bahkan menganggap bahwa itu adalah sesuatu yang tidak perlu dirisaukan. Padahal sesungguhnya sesuatu yang dianggap kecil oleh kita, boleh jadi sangat besar di hadapan Allah.
Salah satu yang sering dilupakan oleh manusia adalah lisan. Seseorang yang salah mengatur dan salah dalam menjaga lisan telah Rasulullah sebut sebagai orang yang jauh dari Allah.
Keterangan ini bukanlah dibuat-buat karena bersumber dari hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dan At Tirmidzi.
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya banyak bicara tanpa dzikir kepada Allah Ta’ala bisa menjadi sebab kerasnya hati. Dan sejauh-jauh seorang hamba dari Allah adalah mereka yang keras hatinya.”
Hadist diatas menjadi penguat dari beberapa hadist yang telah masyhur seperti sabda Nabi yang dimuat dalam riwayat At Tirmidzi.
“Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.”
Buktinya memang benar. Banyak orang kini tidak mampu untuk menahan dirinya dari membicarakan hal yang sia-sia. Mereka dengan mudahnya akan berusaha paling depan dalam membicarakan sesuatu yang mereka ketahui. Setelah itu timbullah kesombongan yang menutupi hatinya. Sebuah penutup yang mampu membuat hati menjadi berkarat.
Banyak kita lihat dalam forum-forum ataupun di media massa yang dipenuhi dengan gosip, saling merasa benar dan mengungkapkan keburukan orang lain dengan seenak mereka. Lambat laun hal itu menyebar kepada masyarakat untuk ikut dalam perdebatan, saling beradu argumen yang tidak jelas arahnya dan melakukan sesuatu di bawah kendali hawa nafsunya.
Dampak yang bisa lihat dari kesia-siaan tersebut adalah beraninya mereka untuk saling membunuh. Dan yang paling besar dampaknya adalah kerasnya hati yang tak hanya dialami oleh satu generasi, namun akan merembet kepada generasi yang selanjutnya.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak akan bertemu seorang hamba kecuali hamba tersebut memiliki kelapangan hati. Sementara orang yang hatinya keras, berkarat dan tertutup akan masuk dalam golongan yang Rasulullah sebut sebagai orang yang jauh hatinya dari Allah.
Bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita menjaga lisan kita dari ucapan yang sia-sia? Sudahkah menjaga lisan kita dari hal yang hanya membuat orang lain tersakiti dan justru menjadi doa buruk bagi kita?
Kini di dunia yang serba globalisasi, hadist Rasulullah tersebut tidak hanya meliputi lisan saja. Tulisan ataupun status yang seenaknya dalam suatu media sosial akan berakibat yang sama dengan lisan. Mulai dari hal yang kecil seperti saling berebut seseorang hingga masalah yang besar seperti debat masalah pemerintahan, seakan terus menerus diramaikan dengan tulisan atau kata-kata yang sia-sia. Tak ada sedikit pun terselip untuk saling mengingat Allah. Tak ada pula untuk saling menenangkan dengan dzikrullah.
Apakah kita seperti itu? Yang tanpa sadar telah membuat hati menjadi keras dan menutupi kebenaran yang haqiqi? Jika pun benar, mohon ampunlah dan isi lisan dan tulisan kita dengan dzikir kepada Allah.
Wallahu A’lam