KabarMakkah.Com – Sebenarnya sungguh memalukan kesalahan seorang ayah harus diungkit dan dirangkum dalam bentuk raport merah. Namun memang seperti itulah adanya di kehidupan nyata saat ini. Sebagian dari laki-laki tidak mampu memaknai ‘ayah’ yang sebenarnya.
Pada dasarnya sapaan ‘ayah’ merupakan sebuah sapaan yang mampu membuat rasa seorang laki-laki menyeruak. Sebuah sapaan yang mampu meluluhkan lelah saat seorang laki-laki pulang dari aktivitas beratnya.
Hingga sosok yang disapa tidak lagi menyejukkan dan menenangkan karena di luaran sana ada begitu banyak sosok ayah yang tak benar dalam menyandang predikatnya tersebut. Ia tak mampu menjadi seorang teladan bagi anak-anaknya. Bahkan tak jarang ia menjadi aktor utama yang menjerumuskan istri dan anaknya dalam lubang kenistaan dan kesengsaraan.
Laki-laki yang disapa ‘ayah’ tersebut enggan bertutur dengan anaknya sendiri dan lebih memilih menghabiskan waktu di tempat kerja. Tak jarang hari libur pun dipakainya untuk lembur dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup. Dan itu memang sebuah fakta yang tidak terelakkan.
Benarkah ia tidak memiiki waktu bersama dengan sosok suci hasil dari pernikahannya tersebut? Sosok seorang anak yang selalu merindukan kehangatan keluarga dan teladan dari imam keluarga.
Selain itu ada laki-laki yang merasa bangga berstatus ayah yang dengan tega bersikap tidak manusiawi. Kepemimpinan yang salah dimaknainya membuat ia bersikap diktator dan berlaku kasar kepada pendamping hidupnya. Berbagai kekerasan fisik disertai dengan kata-kata kasar mewarnai hari-hari rumah tangganya. Yang lebih parahnya adalah semua ia lakukan di depan anak-anaknya.
Sejatinya bagi seorang wanita ataupun anak-anak, mendapatkan perkataan yang kasar sudah begitu menyakitkan. Apalagi dengan kekerasan fisik yang membuat lebam tubuh sosok yang telah ikhlas mendampingi diri sang laki-laki. Pantaskah laki-laki tersebut disebut sebagai ‘ayah’?
Di daerah lain, seorang ayah dengan tega mengambil kegadisan dari anaknya sendiri. Dengan teganya ia melakukan perbuatan keji kepada anaknya yang masih berusia belia. Kehormatan putrinya yang harusnya ia junjung, justru ia kotori dan jatuhkan sendiri. Sosok yang harusnya melindungi kelemahan anaknya, justru ia sendiri yang memanfaatkan hingga hilanglah masa depan sang anak.
Ada juga seorang ayah yang tega melakukan perbuatan tersebut kepada anak laki-lakinya. Ia bagaikan kaum Nabi Luth yang tak memiliki pikiran jernih tentang menyalurkan syahwat secara benar. Sungguh tak pantas ia disebut seorang ayah.
Oleh karena itu pesan untuk para ayah, belajarlah untuk menjadi ayah yang terbaik. Seorang ayah yang bisa menjadi panutan dari istri dan anak-anaknya kelak. Dalami juga berbagai ilmu rumah tangga yang telah Rasulullah contohkan dibandingkan sibuk memilah milih wanita cantik yang ingin dijadikan seorang pacar.
Semoga para laki-laki semuanya bisa menyadari akan hal ini.
Wallahu A’lam
Pada dasarnya sapaan ‘ayah’ merupakan sebuah sapaan yang mampu membuat rasa seorang laki-laki menyeruak. Sebuah sapaan yang mampu meluluhkan lelah saat seorang laki-laki pulang dari aktivitas beratnya.
Hingga sosok yang disapa tidak lagi menyejukkan dan menenangkan karena di luaran sana ada begitu banyak sosok ayah yang tak benar dalam menyandang predikatnya tersebut. Ia tak mampu menjadi seorang teladan bagi anak-anaknya. Bahkan tak jarang ia menjadi aktor utama yang menjerumuskan istri dan anaknya dalam lubang kenistaan dan kesengsaraan.
Laki-laki yang disapa ‘ayah’ tersebut enggan bertutur dengan anaknya sendiri dan lebih memilih menghabiskan waktu di tempat kerja. Tak jarang hari libur pun dipakainya untuk lembur dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup. Dan itu memang sebuah fakta yang tidak terelakkan.
Benarkah ia tidak memiiki waktu bersama dengan sosok suci hasil dari pernikahannya tersebut? Sosok seorang anak yang selalu merindukan kehangatan keluarga dan teladan dari imam keluarga.
Selain itu ada laki-laki yang merasa bangga berstatus ayah yang dengan tega bersikap tidak manusiawi. Kepemimpinan yang salah dimaknainya membuat ia bersikap diktator dan berlaku kasar kepada pendamping hidupnya. Berbagai kekerasan fisik disertai dengan kata-kata kasar mewarnai hari-hari rumah tangganya. Yang lebih parahnya adalah semua ia lakukan di depan anak-anaknya.
Sejatinya bagi seorang wanita ataupun anak-anak, mendapatkan perkataan yang kasar sudah begitu menyakitkan. Apalagi dengan kekerasan fisik yang membuat lebam tubuh sosok yang telah ikhlas mendampingi diri sang laki-laki. Pantaskah laki-laki tersebut disebut sebagai ‘ayah’?
Di daerah lain, seorang ayah dengan tega mengambil kegadisan dari anaknya sendiri. Dengan teganya ia melakukan perbuatan keji kepada anaknya yang masih berusia belia. Kehormatan putrinya yang harusnya ia junjung, justru ia kotori dan jatuhkan sendiri. Sosok yang harusnya melindungi kelemahan anaknya, justru ia sendiri yang memanfaatkan hingga hilanglah masa depan sang anak.
Ada juga seorang ayah yang tega melakukan perbuatan tersebut kepada anak laki-lakinya. Ia bagaikan kaum Nabi Luth yang tak memiliki pikiran jernih tentang menyalurkan syahwat secara benar. Sungguh tak pantas ia disebut seorang ayah.
Oleh karena itu pesan untuk para ayah, belajarlah untuk menjadi ayah yang terbaik. Seorang ayah yang bisa menjadi panutan dari istri dan anak-anaknya kelak. Dalami juga berbagai ilmu rumah tangga yang telah Rasulullah contohkan dibandingkan sibuk memilah milih wanita cantik yang ingin dijadikan seorang pacar.
Semoga para laki-laki semuanya bisa menyadari akan hal ini.
Wallahu A’lam