Perbedaan Derajat Manusia Di Sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala │ Manusia sungguh mempunyai perbedaan derajat. Namun penilaian derajat manusia di mata sesama manusia dan perbedaan derajat manusia di hadapan Allah sangatlah berbeda. Manusia cenderung menilai derajat manusia lainnya dari harta benda, gelar, serta jabatan yang dimilikinya. Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menilai manusia dari iman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Di zaman sekarang ini, sudah sulit menemukan orang yang memuliakan orang lain karena iman dan ilmu pengetahuannya. Sedang di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dan para sahabatnya, seorang bekas budak pun bisa dijadikan peminpin yang mengurusi hal-hal besar disebabkan ia paham akan kitab Allah.
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan Umar di ‘Usfaan. Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya: “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya: “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata: “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab: “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- telah bersabda: “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim )
Kondisi kaum muslim sekarang ini lebih hormat pada orang-orang kaya dengan jabatan tinggi padahal orang-orang yang dihormati itu tak mengenal satu huruf pun dalam Al Quran. Di sisi lain, kaum muslim malah merendahkan para penghafal dan pengamal Al Qur an, hanya dikarenakan mereka miskin. Padahal siapa yang menjamin bahwa orang yang mereka rendahkan, lebih mulia derajatnya dibanding mereka sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfiman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun berwasiat hal yang sama pada Abu Jurray Jabir bin Sulaim. Beliau bersabda: “Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu jurray Jabir bin Sulaim pun berkata: “Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya: “.... Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya”. (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)
Jadi jangan merasa diri lebih baik dan lebih terhormat dibandingkan orang lain. Mungkin saja orang yang kita rendahkan di dunia, derajatnya malah lebih tinggi kelak di akhirat. Dan meremehkan orang lain termasuk salah satu sifat sombong yang akan membawa pemiliknya pada kerugian.
Ingatlah bahwa harta, jabatan serta anak-istri yang kita jadikan bahan kesombongan, semuanya hanya titipan dari-Nya. Jadi untuk apa kita menyombongkan barang-barang titipan? Raihlah derajat tinggi di sisi Allah dengan iman, takwa dan luasnya ilmu.
Wallahu A’lam
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Di zaman sekarang ini, sudah sulit menemukan orang yang memuliakan orang lain karena iman dan ilmu pengetahuannya. Sedang di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dan para sahabatnya, seorang bekas budak pun bisa dijadikan peminpin yang mengurusi hal-hal besar disebabkan ia paham akan kitab Allah.
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan Umar di ‘Usfaan. Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya: “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya: “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata: “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab: “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- telah bersabda: “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim )
Kondisi kaum muslim sekarang ini lebih hormat pada orang-orang kaya dengan jabatan tinggi padahal orang-orang yang dihormati itu tak mengenal satu huruf pun dalam Al Quran. Di sisi lain, kaum muslim malah merendahkan para penghafal dan pengamal Al Qur an, hanya dikarenakan mereka miskin. Padahal siapa yang menjamin bahwa orang yang mereka rendahkan, lebih mulia derajatnya dibanding mereka sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfiman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun berwasiat hal yang sama pada Abu Jurray Jabir bin Sulaim. Beliau bersabda: “Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu jurray Jabir bin Sulaim pun berkata: “Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya: “.... Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya”. (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)
Jadi jangan merasa diri lebih baik dan lebih terhormat dibandingkan orang lain. Mungkin saja orang yang kita rendahkan di dunia, derajatnya malah lebih tinggi kelak di akhirat. Dan meremehkan orang lain termasuk salah satu sifat sombong yang akan membawa pemiliknya pada kerugian.
Ingatlah bahwa harta, jabatan serta anak-istri yang kita jadikan bahan kesombongan, semuanya hanya titipan dari-Nya. Jadi untuk apa kita menyombongkan barang-barang titipan? Raihlah derajat tinggi di sisi Allah dengan iman, takwa dan luasnya ilmu.
Wallahu A’lam