KabarMakkah.Com – Konsep sedekah saat ini sangatlah beragam mulai dari yang bersifat tradisional hingga yang menggunakan teknologi canggih. Kini sebuah model bisnis ritel terbaru hadir dengan konsep yang berbeda. Disamping masyarakat bisa berbelanja dengan harga pasaran, konsumen juga secara otomatis telah menyumbangkan uangnya untuk mereka yang berkebutuhan khusus, yatim piatu dan kaum duafa.
Konsep yang begitu baik dari segi sosial dan agama tersebut ada dalam sebuah minimarket bernama Kedai Yatim. Sebuah kedai yang mengembangkan bisnis consumer goods yang melibatkan unsur sedekah secara cerdas.
Minimarket sedekah pertama ini akan mengalokasikan hasil keuntungan sebesar 30 persen untuk disalurkan kepada beberapa lembaga yang menangani masalah kaum duafa, anak yatim dan penyandang disabilitas. Secara nyata memang merekalah yang memenuhi syarat untuk mendapatkan hak sedekah, baik itu nantinya menjadi kebutuhan pokok seperti makan ataupun kebutuhan berkelanjutan seperti membuka lapangan pekerjaan dan pendidikan.
Menurut Head Office dari Kedai Yatim, Syahru Aryansyah, dirinya mengakui bahwa peluang untuk menggalang dana kemanusiaan dari produk consumer goods sangatlah besar. Jika harus dihitung-hitung, potensi donasi yang terkumpul untuk produk dengan merek yang ternama saja bisa mencapai 1 triliun. Sebuah angka yang sangat besar dan sangat sayang jika harus dipegang oleh masyarakat non muslim. Padahal kebanyakan konsumen adalah masyarakat muslim sendiri.
Namun dirinya mengutip keterangan tertulis Aksi Cepat Tanggap (3/3/2016) dengan ucapan, “Tapi yang digarap oleh retail modern itu belum sampai 20 persennya, lainnya masih bersifat tradisional. Yang tradisional ini lama-lama akan naik kelas menjadi modern.”
Ibnu Hajar selaku Vice President ACT yang juga berperan sebagai koordinator program Kedai Yatim mengatakan bahwa konsep minimarket yang dijalankan tersebut hadir dengan tujuan agar masyarakat bisa membantu orang lain secara berkelanjutan tanpa harus mengalokasikan dana khusus.
Inilah yang sering kita rasakan dimana untuk bersedekah ke lembaga penghimpun dana yatim haruslah menyiapkan uang khusus. Kadang kala tidak jadi bersedekah karena uang yang dimiliki tidak terlalu besar. Padahal yang namanya sedekah tidak melihat besar kecilnya. Namun memang itulah paradigmanya sekarang ini akan ada rasa malu jika harus bersedekah sedikit untuk kaum yang dihimpun dalam bentuk lembaga.
Ibnu Hajar melanjutkan bahwa masyarakat muslim cukup memindahkan pola belanjanya ke beberapa gerai Kedai Yatim. Nantinya kita tidak perlu menambahkan donasi lagi karena harga suatu barang sudah dialokasikan keuntungannya untuk masyarakat yang kurang beruntung. Namun jika memang ada sisa kembali seperti seratus rupiah maka akan lebih baik disedekahkan langsung di sana. Kita pun tidak merasa berat atau merasa malu untuk bersedekah dengan uang sekecil itu.
Ibnu menuturkan bahwa masyarakat bisa melihat kontribusi yang mereka lakukan lewat struk pembelanjaan di Kedai Yatim. Dan sebagai bentuk dari rasa tanggung jawab pihak Kedai Yatim, pengelola akan mengumumkan laporan sedekah yang telah disumbangkan secara berkala lewat lembaran pengumuman.
“Seandainya orang-orang muslim dipindahkan belanjanya ke Kedai Yatim, maka kita tidak akan kebingungan ikut berkontribusi untuk mereka,” Demikian penjelasan Ibnu.
Untuk saat ini Kedai Yatim sudah memiliki 7 gerai yang tersebar di daerah Tangerang. Tim Kedai Yatim bersama dengan ACT akan menargetkan 2 hingga 3 tahun kedepan bisa mendirikan 500 gerai di beberapa titik potensial seperti di Jabodetabek.
Mereka pun akan segera menargetkan lokasi lainnya setelah itu seperti di daerah Jawa Barat, Banten dan Sumatera Barat.
Semoga bisa terealisasi dan menjadi jalan bagi sejahteranya masyarakat muslim. Aamiin
Konsep yang begitu baik dari segi sosial dan agama tersebut ada dalam sebuah minimarket bernama Kedai Yatim. Sebuah kedai yang mengembangkan bisnis consumer goods yang melibatkan unsur sedekah secara cerdas.
Minimarket sedekah pertama ini akan mengalokasikan hasil keuntungan sebesar 30 persen untuk disalurkan kepada beberapa lembaga yang menangani masalah kaum duafa, anak yatim dan penyandang disabilitas. Secara nyata memang merekalah yang memenuhi syarat untuk mendapatkan hak sedekah, baik itu nantinya menjadi kebutuhan pokok seperti makan ataupun kebutuhan berkelanjutan seperti membuka lapangan pekerjaan dan pendidikan.
Menurut Head Office dari Kedai Yatim, Syahru Aryansyah, dirinya mengakui bahwa peluang untuk menggalang dana kemanusiaan dari produk consumer goods sangatlah besar. Jika harus dihitung-hitung, potensi donasi yang terkumpul untuk produk dengan merek yang ternama saja bisa mencapai 1 triliun. Sebuah angka yang sangat besar dan sangat sayang jika harus dipegang oleh masyarakat non muslim. Padahal kebanyakan konsumen adalah masyarakat muslim sendiri.
Namun dirinya mengutip keterangan tertulis Aksi Cepat Tanggap (3/3/2016) dengan ucapan, “Tapi yang digarap oleh retail modern itu belum sampai 20 persennya, lainnya masih bersifat tradisional. Yang tradisional ini lama-lama akan naik kelas menjadi modern.”
Ibnu Hajar selaku Vice President ACT yang juga berperan sebagai koordinator program Kedai Yatim mengatakan bahwa konsep minimarket yang dijalankan tersebut hadir dengan tujuan agar masyarakat bisa membantu orang lain secara berkelanjutan tanpa harus mengalokasikan dana khusus.
Inilah yang sering kita rasakan dimana untuk bersedekah ke lembaga penghimpun dana yatim haruslah menyiapkan uang khusus. Kadang kala tidak jadi bersedekah karena uang yang dimiliki tidak terlalu besar. Padahal yang namanya sedekah tidak melihat besar kecilnya. Namun memang itulah paradigmanya sekarang ini akan ada rasa malu jika harus bersedekah sedikit untuk kaum yang dihimpun dalam bentuk lembaga.
Ibnu Hajar melanjutkan bahwa masyarakat muslim cukup memindahkan pola belanjanya ke beberapa gerai Kedai Yatim. Nantinya kita tidak perlu menambahkan donasi lagi karena harga suatu barang sudah dialokasikan keuntungannya untuk masyarakat yang kurang beruntung. Namun jika memang ada sisa kembali seperti seratus rupiah maka akan lebih baik disedekahkan langsung di sana. Kita pun tidak merasa berat atau merasa malu untuk bersedekah dengan uang sekecil itu.
Ibnu menuturkan bahwa masyarakat bisa melihat kontribusi yang mereka lakukan lewat struk pembelanjaan di Kedai Yatim. Dan sebagai bentuk dari rasa tanggung jawab pihak Kedai Yatim, pengelola akan mengumumkan laporan sedekah yang telah disumbangkan secara berkala lewat lembaran pengumuman.
“Seandainya orang-orang muslim dipindahkan belanjanya ke Kedai Yatim, maka kita tidak akan kebingungan ikut berkontribusi untuk mereka,” Demikian penjelasan Ibnu.
Untuk saat ini Kedai Yatim sudah memiliki 7 gerai yang tersebar di daerah Tangerang. Tim Kedai Yatim bersama dengan ACT akan menargetkan 2 hingga 3 tahun kedepan bisa mendirikan 500 gerai di beberapa titik potensial seperti di Jabodetabek.
Mereka pun akan segera menargetkan lokasi lainnya setelah itu seperti di daerah Jawa Barat, Banten dan Sumatera Barat.
Semoga bisa terealisasi dan menjadi jalan bagi sejahteranya masyarakat muslim. Aamiin