Kisah Nyata: Penderita Kanker Otak Bisa Khusnul Khotimah │ Sebuah kisah yang sangat menarik dari seorang dokter di Arab Saudi bernama Dr.dr. Khalid bin Abdul Aziz Al Jabir ini semoga bisa menginspirasi kita untuk selalu berakhlak yang baik dan menjaga dari kotornya hati.
Dalam bukunya yang berjudul Musyahadat Thabib Qashash Waqi’iyah, diceritakan bahwa sang dokter memiliki seorang sahabat yang saat itu berusia 32 tahun. Dalam usianya yang masih muda tersebut, ia divonis menderita kanker otak yang tentu saja mengancam jiwanya.
Berbagai pengobatan baik lokal hingga ke luar negeri telah dilakukan oleh pihak keluarganya dengan sekuat tenaga. Namun ternyata takdir Allah belum menentukan dirinya untuk sembuh. Akhirnya ia dirawat ke Rumah Sakit Angkatan Bersenjata yang berada di Riyadh. Selama berbulan-bulan kondisinya sangat mengenaskan karena tak pernah sadarkan diri sedikit pun. Belum lagi wajahnya membengkak di daerah mata dan hidung sehingga sebagian besar yang menjenguknya merasa takut dan jijik ketika memandangnya.
Karena merasa khawatir jikalau ada sesuatu yang terjadi di malam hari, maka Dr Khalid kemudian meminta rekan-rekannya untuk segera menghubungi pihak keluarga. Dan sang ibunda yang langsung menerima telepon tersebut sangat kaget karena menyangka mungkin inilah waktu terakhir dari anaknya.
Dr Khalid pun meminta agar pihak rumah sakit menghubungi dirinya jika temannya yang penderita kanker tersebut bertambah parah.
Keesokan harinya, tepat pukul 6 pagi, petugas rumah sakit menghubungi Dr Khalid dan menjelaskan bahwa pasien tersebut tengah mengalami sakaratul maut. Dengan secepat kilat, Dokter itu pun segera menemui temannya yang sakit itu dan ia terlebih dahulu bertemu dengan perawat yang menangani temannya tersebut. Setelah bertanya tentang detak jantungnya, sang dokter kemudian memasuki ruang rawat temannya itu.
Namun sebuah hal yang menakjubkan terjadi dimana wajah temannya yang dulunya bengkak kembali normal seperti semula. Sebuah keadaan yang seakan tidak terjadi apa-apa.
Dengan perlahan, dokter itu pun mendekati sembari memutar tempat tidur temannya ke arah kiblat. Perlahan sang dokter mengucapkan sapaan pada penderita kanker tersebut, “Salim!”
Dengan sedikit lirih, ia berkata, “Ya, apakah kamu Khalid?”
Dr Khalid menjawab, “Ya benar, bagaimana keadaanmu?”
Dengan sedikit senyum, ia berkata, “Alhamdulillah keadaan saya baik-baik saja.”
Terbesit dalam pikiran dokter itu untuk membimbing temannya agar mengucapkan kalimat syahadat. “Salim, ucapkanlah, Asyhadu alla ilaaha illallah. Wa asyhadu anna muhammadar Rasulullah.”
Dengan lancar, Salim berhasil mengucapkan kalimat itu dan dalam jeda beberapa detik, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya serta kembali kepada sang pemilik jiwa.
Dr Khalid pun langsung mendoakan almarhum agar ditempatkan dalam tempat yang terbaik. Namun dalam hati kecilnya muncul sebuah pertanyaan mengapa Salim bisa mendapatkan anugerah khusnul khotimah dalam penderitaannya tersebut?
Anggapan khusnul khotimah yang diucapkan sang dokter bukanlah tanpa dalil karena Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang ucapan terakhirnya sewaktu di dunia adalah kalimat “Laa ilaaha illallah”, maka dia akan masuk surga.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Yang anehnya adalah sepanjang hidup, Dr Khalid tidak pernah menjumpai Salim melakukan berbagai ibadah lain selain shalat wajib dan menjauhi laranganNya. Tidak ada amalan istimewa ataupun ibadah sunah rutin yang dilakukannya setiap hari.
Namun sang dokter tetap berkeyakinan bahwa Salim pasti memiliki amalan khusus sehingga Allah menjadikan kematiannya sebagai kematian yang baik. Maka ketika bertemu dengan ayahnya Salim, Dr Khalid pun bertanya, “Amalan apakah sehingga Salim bisa wafat dengan baik?”
Sejenak ayahnya berpikir dan ia kemudian menjelaskan, “Putraku itu sangat hebat. Tak pernah aku menemui orang yang berhati mulia seperti dirinya. Meski tidak ada amalan sunah yang ia lakukan, namun ia tidak pernah merasa iri dan dengki akan kekayaan orang lain. Justru ia selalu berkasih sayang kepada sesama tanpa memandang status ataupun pangkat. Mungkin itulah yang membuat dirinya bisa khusnul khotimah.”
***
Untuk kita yang menyaksikan kisah tersebut, sudah selayaknya senantiasa membersihkan diri dari berbagai penyakit hati seperti iri, dengki dan hasud. Karena semuanya itu hanya akan menjerumuskan pelakunya ke dalam lubang kehancuran.
Oleh karenanya, mohon ampunlah kepada Allah dan mintalah ketika tengah bersimpuh di sepertiga malam yang terakhir agar Allah menjauhkan kita dari perbuatan hati tersebut.
Wallahu A’lam
Dalam bukunya yang berjudul Musyahadat Thabib Qashash Waqi’iyah, diceritakan bahwa sang dokter memiliki seorang sahabat yang saat itu berusia 32 tahun. Dalam usianya yang masih muda tersebut, ia divonis menderita kanker otak yang tentu saja mengancam jiwanya.
Berbagai pengobatan baik lokal hingga ke luar negeri telah dilakukan oleh pihak keluarganya dengan sekuat tenaga. Namun ternyata takdir Allah belum menentukan dirinya untuk sembuh. Akhirnya ia dirawat ke Rumah Sakit Angkatan Bersenjata yang berada di Riyadh. Selama berbulan-bulan kondisinya sangat mengenaskan karena tak pernah sadarkan diri sedikit pun. Belum lagi wajahnya membengkak di daerah mata dan hidung sehingga sebagian besar yang menjenguknya merasa takut dan jijik ketika memandangnya.
Karena merasa khawatir jikalau ada sesuatu yang terjadi di malam hari, maka Dr Khalid kemudian meminta rekan-rekannya untuk segera menghubungi pihak keluarga. Dan sang ibunda yang langsung menerima telepon tersebut sangat kaget karena menyangka mungkin inilah waktu terakhir dari anaknya.
Dr Khalid pun meminta agar pihak rumah sakit menghubungi dirinya jika temannya yang penderita kanker tersebut bertambah parah.
Keesokan harinya, tepat pukul 6 pagi, petugas rumah sakit menghubungi Dr Khalid dan menjelaskan bahwa pasien tersebut tengah mengalami sakaratul maut. Dengan secepat kilat, Dokter itu pun segera menemui temannya yang sakit itu dan ia terlebih dahulu bertemu dengan perawat yang menangani temannya tersebut. Setelah bertanya tentang detak jantungnya, sang dokter kemudian memasuki ruang rawat temannya itu.
Namun sebuah hal yang menakjubkan terjadi dimana wajah temannya yang dulunya bengkak kembali normal seperti semula. Sebuah keadaan yang seakan tidak terjadi apa-apa.
Dengan perlahan, dokter itu pun mendekati sembari memutar tempat tidur temannya ke arah kiblat. Perlahan sang dokter mengucapkan sapaan pada penderita kanker tersebut, “Salim!”
Dengan sedikit lirih, ia berkata, “Ya, apakah kamu Khalid?”
Dr Khalid menjawab, “Ya benar, bagaimana keadaanmu?”
Dengan sedikit senyum, ia berkata, “Alhamdulillah keadaan saya baik-baik saja.”
Terbesit dalam pikiran dokter itu untuk membimbing temannya agar mengucapkan kalimat syahadat. “Salim, ucapkanlah, Asyhadu alla ilaaha illallah. Wa asyhadu anna muhammadar Rasulullah.”
Dengan lancar, Salim berhasil mengucapkan kalimat itu dan dalam jeda beberapa detik, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya serta kembali kepada sang pemilik jiwa.
Dr Khalid pun langsung mendoakan almarhum agar ditempatkan dalam tempat yang terbaik. Namun dalam hati kecilnya muncul sebuah pertanyaan mengapa Salim bisa mendapatkan anugerah khusnul khotimah dalam penderitaannya tersebut?
Anggapan khusnul khotimah yang diucapkan sang dokter bukanlah tanpa dalil karena Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang ucapan terakhirnya sewaktu di dunia adalah kalimat “Laa ilaaha illallah”, maka dia akan masuk surga.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Yang anehnya adalah sepanjang hidup, Dr Khalid tidak pernah menjumpai Salim melakukan berbagai ibadah lain selain shalat wajib dan menjauhi laranganNya. Tidak ada amalan istimewa ataupun ibadah sunah rutin yang dilakukannya setiap hari.
Namun sang dokter tetap berkeyakinan bahwa Salim pasti memiliki amalan khusus sehingga Allah menjadikan kematiannya sebagai kematian yang baik. Maka ketika bertemu dengan ayahnya Salim, Dr Khalid pun bertanya, “Amalan apakah sehingga Salim bisa wafat dengan baik?”
Sejenak ayahnya berpikir dan ia kemudian menjelaskan, “Putraku itu sangat hebat. Tak pernah aku menemui orang yang berhati mulia seperti dirinya. Meski tidak ada amalan sunah yang ia lakukan, namun ia tidak pernah merasa iri dan dengki akan kekayaan orang lain. Justru ia selalu berkasih sayang kepada sesama tanpa memandang status ataupun pangkat. Mungkin itulah yang membuat dirinya bisa khusnul khotimah.”
***
Untuk kita yang menyaksikan kisah tersebut, sudah selayaknya senantiasa membersihkan diri dari berbagai penyakit hati seperti iri, dengki dan hasud. Karena semuanya itu hanya akan menjerumuskan pelakunya ke dalam lubang kehancuran.
Oleh karenanya, mohon ampunlah kepada Allah dan mintalah ketika tengah bersimpuh di sepertiga malam yang terakhir agar Allah menjauhkan kita dari perbuatan hati tersebut.
Wallahu A’lam