LELAKI harus mempunyai dada yang sangat lapang. Saat istrinya mengeluh, mencurahkan gundah, mengutarakan resah. Dia harus mendengarkan dengan penuh perhatian. Meskipun saat yang sama di pundaknya masih ada tumpukan beban yang tak bisa diceritakan. Bukannya tak jujur dan tak mau berbagi, tetapi itu memang bagian seorang lelaki.
Lelaki itu harus penyabar. Ingat saat bunda Aisyah ra. cemburu lalu menumpahkan mangkuk makanan yang diantar utusan Shofiyah untuk Nabi SAW. Apakah beliau memarahi Aisyah? Tidak, bahkan beliau yang memungut pecahan mangkuk dan roti lalu diserahkan kepada utusan itu, sambil mengatakan,” Makanlah, ibundamu sedang cemburu.”
Tahukah siapa yang diperlakukan seperti di hadapan seorang pembantu. Seorang rasul, utusan Allah, pemimpin kaum muslimin.
Lalu lelaki macam apa kita minta dihormati istrinya lebih dari beliau?
Ingat pula saat seorang laki laki menemui amirul muminin Umar bin Khottob mengadukan hal perangai istrinya, tapi dia terpaku dan membatalkan pengaduannya karena melihat Umar sedang dimarahi istrinya dan hanya diam saja, hingga Umar berkata kepada laki-laki tersebut.
”Bagaimana aku tidak bersabar bukankah dia yang mencucikan bajuku, memasak makananku dan mengurus anak anakku, sabarlah bahwa itu hanya sebentar saja.”
Lalu siapa kita ingin diperlakukan lebih dari mereka?
Kisah di atas bukan dalil bagi wanita untuk menjadi manja. Bukan hujjah untuk boleh membantah. Tetapi pelajaran besar untuk para lelaki, bahwa memang fitrahnya wanita ingin dimengerti.
Jika orang semulia mereka mampu sedikit mengalah, kenapa kita merasa rendah? Mereka bukan barisan suami takut istri, tetapi suami sayang istri.
Apakah kita juga?
Sumber: Om Koko
Lelaki itu harus penyabar. Ingat saat bunda Aisyah ra. cemburu lalu menumpahkan mangkuk makanan yang diantar utusan Shofiyah untuk Nabi SAW. Apakah beliau memarahi Aisyah? Tidak, bahkan beliau yang memungut pecahan mangkuk dan roti lalu diserahkan kepada utusan itu, sambil mengatakan,” Makanlah, ibundamu sedang cemburu.”
Tahukah siapa yang diperlakukan seperti di hadapan seorang pembantu. Seorang rasul, utusan Allah, pemimpin kaum muslimin.
Lalu lelaki macam apa kita minta dihormati istrinya lebih dari beliau?
Ingat pula saat seorang laki laki menemui amirul muminin Umar bin Khottob mengadukan hal perangai istrinya, tapi dia terpaku dan membatalkan pengaduannya karena melihat Umar sedang dimarahi istrinya dan hanya diam saja, hingga Umar berkata kepada laki-laki tersebut.
”Bagaimana aku tidak bersabar bukankah dia yang mencucikan bajuku, memasak makananku dan mengurus anak anakku, sabarlah bahwa itu hanya sebentar saja.”
Lalu siapa kita ingin diperlakukan lebih dari mereka?
Kisah di atas bukan dalil bagi wanita untuk menjadi manja. Bukan hujjah untuk boleh membantah. Tetapi pelajaran besar untuk para lelaki, bahwa memang fitrahnya wanita ingin dimengerti.
Jika orang semulia mereka mampu sedikit mengalah, kenapa kita merasa rendah? Mereka bukan barisan suami takut istri, tetapi suami sayang istri.
Apakah kita juga?
Sumber: Om Koko