KabarMakkah.Com - Kaum muslim semakin lama semakin lalai dalam beragama. Kelalaian ini dari hari hari ke hari semakin bertambah buruk dimana mereka tenggelam di dalamnya tanpa pernah merasa berdosa. Karena tidak pernah merasa berdosa mereka pun tidak pernah bertaubat dan memperbaiki diri. Padahal kelalaian demi kelalaian yang mereka lakukan pada akhirnya akan mengantarkan mereka ke dalam jurang kebinasaan.
Ketahuilah, tanpa kita sadari, kita telah melalaikan agama ini dikarenakan 6 hal yang sekilas kita menganggapnya sebagai suatu pembenaran.
1. Membatasi Kewajiban Berdakwah Hanya Pada Ulama Saja
Paradigma masyarakat sekarang dalam menegakkan agama hanya bertumpu pada ulama atau Ustadz saja, tanpa ikut campur di dalamnya. Padahal setiap umat Rasulullah memiliki tanggung jawab untuk sama-sama menegakkan dan memperingatkan manusia akan hakekat hidup yang sebenarnya.
Dengan membatasi ulama saja yang berperan dalam amar ma’ruf nahi mungkar dan kita kemudian justru meninggalkan perkara tersebut, maka itu adalah sebuah kebodohan karena mengajak manusia kepada jalan Allah bukanlah tugas ulama saja.
“Sesungguhnya kalian semua adalah pemimpin. Kalian semua akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Dan Raja adalah pemimpin rakyat akan ditanya tentang rakyatnya. Dan laki-laki adalah pemimpin bagi rumah tangga, akan ditanya tentang rumah tangganya. Istri adalah pemimpin bagi rumah tangga kaum-kaumnya dan anak-anak dan akan ditanya tentang itu. Dan hamba sahaya bertanggung jawab tentang harta majikannya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya itu. Singkatnya kalian semua adalah pemimpin yang akan ditanya atas apa yang menjadi tanggung jawabnya.” (HR Bukhari Muslim)
2. Iman Kuat Tak Mampu Digoyahkan Dengan Kesesatan Orang Lain
Ada anggapan bahwa semakin kita memperkuat keimanan, maka kesesatan dari orang lain tidak akan mempengaruhi kita. Biasanya mereka memiliki pandangan berdasarkan firman Allah berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, pikirkanlah diri kalian sendiri. Apabila kalian berada di atas petunjuk, maka kesesatan orang yang tersesat tidak akan merugikan diri kalian.” (QS Al Maidah 14)
Ternyata ayat tersebut bukanlah menunjukkan bahwa kita harus mementingkan diri sendiri dan membiarkan orang lain dalam kesesatan. Namun sebenarnya kita harus saling mengingatkan untuk sama-sama menuju arah perbaikan. Bukankah kaum muslimin itu bagaikan satu tubuh yang jika sakit salah satunya, maka yang lain akan ikut merasakan dan berusaha mengobati?
Ayat tersebut sebenarnya merupakan penghibur bagi kaum muslimin yang telah berusaha memperbaiki akidah dan akhlak saudaranya dimana ketika saudaranya tersebut tetap dalam kesesatan, maka kerugiannya tidak mengenai dirinya.
3. Beranggapan Bahwa Keburukan Akan Tetap Selamanya Buruk
Anggapan ini telah menyatakan bahwa kita ujub dengan diri sendiri dan memandang orang lain yang masih dilingkupi dosa, akan tetap dalam dosanya dan tidak ada pintu taubat. Inilah yang menjadikan umat muslim menjadi keras dan bahkan menghancurkan orang lain yang bergelimang dosa. Padahal tidak ada yang mengetahui takdir Allah. Mungkin saja orang yang berdosa tersebut di akhir hayatnya akan berbuat baik dan kembali ke jalan Allah.
Sehingga sangat salah jika kita beranggapan bahwa yang buruk akan selamanya buruk.
4. Perkara Yang Diembankan Kepada Bukan Ahlinya
Banyak kejadian sekarang ini dimana kehidupan beragama sudah semakin membingungkan. Berbagai fatwa ataupun perkataan seseorang seringkali dipercayai padahal ia bukanlah ahli dalam bidang tersebut. Sekarang juga banyak juga yang mengembankan suatu tugas kepada yang dirasa tidak mampu menanggungnya.
Alhasil kerusakan demi kerusakan bisa terlihat sekarang ini dikarenakan sebuah tugas yang diserahkan bukan pada ahlinya.
5. Pemahaman Amar Maruf Nahi Munkar Yang Sempit
Banyaknya pondok pesantren, berbagai kajian agama dan majelis dzikir seakan menjadikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar telah terlaksana dan selesai sehingga kaum muslim pun enggan melakukan hal yang lainnya terutama yang dilakukan oleh dirinya secara pribadi.
Ia merasa bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tersebut sudah berkembang lewat banyaknya kebaikan yang terlihat sehingga menjadikan dirinya tak perlu bergerak untuk ikut dalam perjuangan. Inilah yang menjadikan umat muslim lalai dalam beragama.
6. Takut Akan Pandangan Orang
Ketika kita mengetahui suatu ilmu ataupun suatu amalan, kita takut untuk membawanya ke hadapan orang lain. Ketakutan tersebut bisa karena takut direndahkan ataupun takut dihina. Padahal Nabi sekalipun akan merasakan hal tersebut dan itu adalah sebuah keistimewaan dalam menyampaikan suatu amalan.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus (nabi-nabi) sebelum kamu pada golongan orang-orang terdahulu dan tidak ada Nabi yang Kami utus melainkan mereka menghinanya.” (QS Al Hijr 41)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun mengalami penderitaan dalam mendakwahkan syariat ini. Tak hanya itu saja karena kesedihan dan penghinaan sudah menjadi rutinitas Rasulullah dalam berdakwah.
Jadi jika memang 6 hal diatas ada pada diri kita, bisa jadi ruh keimanan dan beragama kita sebenarnya tengah berkurang. Semangat untuk memperjuangkan bahkan sudah hilang tanpa bekas.
Imam Malik Rahimahullah telah berkata:
“Tidak akan menjadi baik umat pada kurun (abad) terakhir ini kecuali dengan cara perbaikan pada kurun umat yang pertama.”
Oleh karena itu segeralah kembali kepada semangat dan kepribadian umat Rasulullah yang pertama agar kejayaan Islam bisa muncul kembali.
Wallahu A’lam
Ketahuilah, tanpa kita sadari, kita telah melalaikan agama ini dikarenakan 6 hal yang sekilas kita menganggapnya sebagai suatu pembenaran.
1. Membatasi Kewajiban Berdakwah Hanya Pada Ulama Saja
Paradigma masyarakat sekarang dalam menegakkan agama hanya bertumpu pada ulama atau Ustadz saja, tanpa ikut campur di dalamnya. Padahal setiap umat Rasulullah memiliki tanggung jawab untuk sama-sama menegakkan dan memperingatkan manusia akan hakekat hidup yang sebenarnya.
Dengan membatasi ulama saja yang berperan dalam amar ma’ruf nahi mungkar dan kita kemudian justru meninggalkan perkara tersebut, maka itu adalah sebuah kebodohan karena mengajak manusia kepada jalan Allah bukanlah tugas ulama saja.
“Sesungguhnya kalian semua adalah pemimpin. Kalian semua akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Dan Raja adalah pemimpin rakyat akan ditanya tentang rakyatnya. Dan laki-laki adalah pemimpin bagi rumah tangga, akan ditanya tentang rumah tangganya. Istri adalah pemimpin bagi rumah tangga kaum-kaumnya dan anak-anak dan akan ditanya tentang itu. Dan hamba sahaya bertanggung jawab tentang harta majikannya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya itu. Singkatnya kalian semua adalah pemimpin yang akan ditanya atas apa yang menjadi tanggung jawabnya.” (HR Bukhari Muslim)
2. Iman Kuat Tak Mampu Digoyahkan Dengan Kesesatan Orang Lain
Ada anggapan bahwa semakin kita memperkuat keimanan, maka kesesatan dari orang lain tidak akan mempengaruhi kita. Biasanya mereka memiliki pandangan berdasarkan firman Allah berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, pikirkanlah diri kalian sendiri. Apabila kalian berada di atas petunjuk, maka kesesatan orang yang tersesat tidak akan merugikan diri kalian.” (QS Al Maidah 14)
Ternyata ayat tersebut bukanlah menunjukkan bahwa kita harus mementingkan diri sendiri dan membiarkan orang lain dalam kesesatan. Namun sebenarnya kita harus saling mengingatkan untuk sama-sama menuju arah perbaikan. Bukankah kaum muslimin itu bagaikan satu tubuh yang jika sakit salah satunya, maka yang lain akan ikut merasakan dan berusaha mengobati?
Ayat tersebut sebenarnya merupakan penghibur bagi kaum muslimin yang telah berusaha memperbaiki akidah dan akhlak saudaranya dimana ketika saudaranya tersebut tetap dalam kesesatan, maka kerugiannya tidak mengenai dirinya.
3. Beranggapan Bahwa Keburukan Akan Tetap Selamanya Buruk
Anggapan ini telah menyatakan bahwa kita ujub dengan diri sendiri dan memandang orang lain yang masih dilingkupi dosa, akan tetap dalam dosanya dan tidak ada pintu taubat. Inilah yang menjadikan umat muslim menjadi keras dan bahkan menghancurkan orang lain yang bergelimang dosa. Padahal tidak ada yang mengetahui takdir Allah. Mungkin saja orang yang berdosa tersebut di akhir hayatnya akan berbuat baik dan kembali ke jalan Allah.
Sehingga sangat salah jika kita beranggapan bahwa yang buruk akan selamanya buruk.
4. Perkara Yang Diembankan Kepada Bukan Ahlinya
Banyak kejadian sekarang ini dimana kehidupan beragama sudah semakin membingungkan. Berbagai fatwa ataupun perkataan seseorang seringkali dipercayai padahal ia bukanlah ahli dalam bidang tersebut. Sekarang juga banyak juga yang mengembankan suatu tugas kepada yang dirasa tidak mampu menanggungnya.
Alhasil kerusakan demi kerusakan bisa terlihat sekarang ini dikarenakan sebuah tugas yang diserahkan bukan pada ahlinya.
5. Pemahaman Amar Maruf Nahi Munkar Yang Sempit
Banyaknya pondok pesantren, berbagai kajian agama dan majelis dzikir seakan menjadikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar telah terlaksana dan selesai sehingga kaum muslim pun enggan melakukan hal yang lainnya terutama yang dilakukan oleh dirinya secara pribadi.
Ia merasa bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tersebut sudah berkembang lewat banyaknya kebaikan yang terlihat sehingga menjadikan dirinya tak perlu bergerak untuk ikut dalam perjuangan. Inilah yang menjadikan umat muslim lalai dalam beragama.
6. Takut Akan Pandangan Orang
Ketika kita mengetahui suatu ilmu ataupun suatu amalan, kita takut untuk membawanya ke hadapan orang lain. Ketakutan tersebut bisa karena takut direndahkan ataupun takut dihina. Padahal Nabi sekalipun akan merasakan hal tersebut dan itu adalah sebuah keistimewaan dalam menyampaikan suatu amalan.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus (nabi-nabi) sebelum kamu pada golongan orang-orang terdahulu dan tidak ada Nabi yang Kami utus melainkan mereka menghinanya.” (QS Al Hijr 41)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun mengalami penderitaan dalam mendakwahkan syariat ini. Tak hanya itu saja karena kesedihan dan penghinaan sudah menjadi rutinitas Rasulullah dalam berdakwah.
Jadi jika memang 6 hal diatas ada pada diri kita, bisa jadi ruh keimanan dan beragama kita sebenarnya tengah berkurang. Semangat untuk memperjuangkan bahkan sudah hilang tanpa bekas.
Imam Malik Rahimahullah telah berkata:
“Tidak akan menjadi baik umat pada kurun (abad) terakhir ini kecuali dengan cara perbaikan pada kurun umat yang pertama.”
Oleh karena itu segeralah kembali kepada semangat dan kepribadian umat Rasulullah yang pertama agar kejayaan Islam bisa muncul kembali.
Wallahu A’lam