KabarMakkah.Com – Banyak yang mempertanyakan tentang hukum kencing berdiri. Perbuatan ini memang lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki karena memang secara fisik lebih memungkinkan untuk melakukan aktivitas tersebut. Selain itu, sarana pun kadang mengharuskan seseorang yang terbiasa jongkok, akhirnya harus berdiri. Contohnya seperti toilet di Mall ataupun di pusat perbelanjaan modern.
Sesungguhnya hukum kencing berdiri adalah dibolehkan selama seseorang memperhatikan dua hal yaitu aman dari percikan najis dan aurat tertutup dari pandangan orang lain. Keterangan ini didapat berdasarkan penerangan Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin. Beliau menerangkan,
“Kencing sambil berdiri hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat, pertama aman dari terkena najis dan kedua aman dari pandangan orang lain.” (Syarah Al Mumti)
Jika seseorang merasa khawatir air seni yang ia keluarkan akan terkena pada pakaian ataupun badan, maka kencing berdiri tidak dibolehkan. Ketahuilah bahwa salah satu yang menyebabkan seseorang mendapat adzab kubur adalah bukan sesuatu yang besar seperti berzina atau membunuh, melainkan dari sebuah perkara yang sepele yaitu tidak menjaga pakaian dan tubuh dari percikan air kencing dikarenakan kecerobohan ketika melakukannya.
Rasulullah telah menjelaskannya dalam hadist dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa dan tidaklah mereka disiksa karena perkara yang susah ditinggalkan. Namun, sesungguhnya itu adalah perkara besar! Untuk yang pertama, dia suka mengadu domba, sedang yang kedua ia tidak menjaga dirinya dari air kencingnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Selain memiliki kewajiban untuk mencegah agar tidak terpercik, seseorang juga wajib menutup auratnya dari pandangan yang lain. Sebuah hadist riwayat dari Muawiyah menyatakan bahwa beliau pernah ditanya tentang aurat. Kemudian Rasulullah bersabda,
“Jaga auratmu, kecuali untuk istrimu atau budakmu.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Kebolehan tentang kencing berdiri didapat dari hadist Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘Anhu, beliau menceritakan:
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum. Lalu beliau buang air seni dengan berdiri di tempat tersebut. Kemudian beliau meminta diambilkan air. Aku bawakan untuk beliau air, lalu beliau berwudhu.” (HR Bukhari)
Akan tetapi ada sebuah hadist shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah tidak pernah kencing berdiri. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Siapa saja yang mengabarkan kepada kalian bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kencing dengan berdiri, maka jangan percaya.” (HR Ahmad)
Muncul sebuah kebingungan terhadap dua hadist yang berlawanan ini. Bagaimana seharusnya kita menyikapi?
Ulama memberikan beberapa langkah dalam memahami hadist tersebut.
1. Hadist yang berasal dari Aisyah tidak bisa dijadikan dalil secara mutlak dalam pelarangan kencing berdiri. Ini karena Aisyah hanya mengetahui kehidupan Rasulullah di rumah saja dan tidak mengetahui secara jelas tentang kehidupan Rasulullah di dunia luar.
2. Dengan kedua hadist tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah hanya menganjurkan umatnya untuk kencing duduk atau jongkok sehingga bukan menjadi sebuah kewajiban.
Ibnu Hajar Asqalani telah memberikan pernyataan tentang hal tersebut.
“Yang lebih tepat (perihal alasan) beliau melakukan demikian (yakni kencing sambil berdiri) untuk menjelaskan bolehnya kencing sambil berdiri. Dan yang sering beliau lakukan ketika kencing adalah dengan duduk. Wallahu A’lam.” (Fathul Bari)
Kesimpulan dari berbagai keterangan diatas menjelaskan bahwa kencing berdiri diperbolehkan asal dilakukan di WC atau toilet yang tertutup dan sepanjang memiliki keyakinan bahwa air kencingnya tidak memercik ke bagian tubuh atau pakaiannya.
Wallahu A’lam
Sesungguhnya hukum kencing berdiri adalah dibolehkan selama seseorang memperhatikan dua hal yaitu aman dari percikan najis dan aurat tertutup dari pandangan orang lain. Keterangan ini didapat berdasarkan penerangan Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin. Beliau menerangkan,
“Kencing sambil berdiri hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat, pertama aman dari terkena najis dan kedua aman dari pandangan orang lain.” (Syarah Al Mumti)
Jika seseorang merasa khawatir air seni yang ia keluarkan akan terkena pada pakaian ataupun badan, maka kencing berdiri tidak dibolehkan. Ketahuilah bahwa salah satu yang menyebabkan seseorang mendapat adzab kubur adalah bukan sesuatu yang besar seperti berzina atau membunuh, melainkan dari sebuah perkara yang sepele yaitu tidak menjaga pakaian dan tubuh dari percikan air kencing dikarenakan kecerobohan ketika melakukannya.
Rasulullah telah menjelaskannya dalam hadist dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa dan tidaklah mereka disiksa karena perkara yang susah ditinggalkan. Namun, sesungguhnya itu adalah perkara besar! Untuk yang pertama, dia suka mengadu domba, sedang yang kedua ia tidak menjaga dirinya dari air kencingnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Selain memiliki kewajiban untuk mencegah agar tidak terpercik, seseorang juga wajib menutup auratnya dari pandangan yang lain. Sebuah hadist riwayat dari Muawiyah menyatakan bahwa beliau pernah ditanya tentang aurat. Kemudian Rasulullah bersabda,
“Jaga auratmu, kecuali untuk istrimu atau budakmu.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Kebolehan tentang kencing berdiri didapat dari hadist Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘Anhu, beliau menceritakan:
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum. Lalu beliau buang air seni dengan berdiri di tempat tersebut. Kemudian beliau meminta diambilkan air. Aku bawakan untuk beliau air, lalu beliau berwudhu.” (HR Bukhari)
Akan tetapi ada sebuah hadist shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah tidak pernah kencing berdiri. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Siapa saja yang mengabarkan kepada kalian bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kencing dengan berdiri, maka jangan percaya.” (HR Ahmad)
Muncul sebuah kebingungan terhadap dua hadist yang berlawanan ini. Bagaimana seharusnya kita menyikapi?
Ulama memberikan beberapa langkah dalam memahami hadist tersebut.
1. Hadist yang berasal dari Aisyah tidak bisa dijadikan dalil secara mutlak dalam pelarangan kencing berdiri. Ini karena Aisyah hanya mengetahui kehidupan Rasulullah di rumah saja dan tidak mengetahui secara jelas tentang kehidupan Rasulullah di dunia luar.
2. Dengan kedua hadist tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah hanya menganjurkan umatnya untuk kencing duduk atau jongkok sehingga bukan menjadi sebuah kewajiban.
Ibnu Hajar Asqalani telah memberikan pernyataan tentang hal tersebut.
“Yang lebih tepat (perihal alasan) beliau melakukan demikian (yakni kencing sambil berdiri) untuk menjelaskan bolehnya kencing sambil berdiri. Dan yang sering beliau lakukan ketika kencing adalah dengan duduk. Wallahu A’lam.” (Fathul Bari)
Kesimpulan dari berbagai keterangan diatas menjelaskan bahwa kencing berdiri diperbolehkan asal dilakukan di WC atau toilet yang tertutup dan sepanjang memiliki keyakinan bahwa air kencingnya tidak memercik ke bagian tubuh atau pakaiannya.
Wallahu A’lam