KabarMakkah.Com - Gambaran sinetron mengenai kehidupan rumah tangga wanita yang dipoligami telah menjelma jadi kenyataan di dunia nyata. Kehidupan wanita yang dipoligami jauh dari kata tentram. Antara istri tua dan istri muda selalu bertengkar, tak bisa akur. Bahkan jika ada kesempatan, mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain dengan mengungkap keburukan lawan masing-masing.
Suka atau tidak, poligami adalah hukum Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Ia adalah hak yang diberikan Allah pada kaum lelaki. Dalam prakteknya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencontohkan bahwa tujuan beliau berpoligami jauh dari pemenuhan kebutuhan biologis dan nafsu semata. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak menikahi janda yang telah berumur yang memiliki banyak anak.
Dari fakta itu, kita bisa melihat bahwa tujuan utama poligami yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah untuk menolong kehidupan para janda tersebut. Beliau menggantikan posisi seorang suami dan ayah bagi anak-anak yatim. Dengan terikat dalam hubungan suami istri serta ayah dan anak, maka pertolongan yang diberikan pada mereka tidak akan setengah-setengah.
Istri-istri beliau pun bisa hidup dengan akur, walaupun bukan tanpa persaingan dan saling cemburu. Namun kecemburuan itu tidak lantas membuat salah seorang istrinya berbuat jahat terhadap istri yang lain, sebagaimana kisah di bawah ini:
Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha adalah salah seorang istri Rasulullah yang memiliki keistimewaan. Keistimewaan tersebut yakni dirinya dinikahkan langsung oleh Allah dengan Rasulullah, dengan turunnya ayat berikut:
“Maka jika Zaid telah menyelesaikan keperluannya, aku nikahkan kamu dengannya. Agar tidak ada kesulitan bagi orang-orang mukmin untuk menikahi (bekas) istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak itu telah menyelesaikan keperluannya. Dan hukum Allah telah berlaku”. (QS. Al Ahzab: 37)
Awalnya Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha bersuamikan Zaid Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan anak angkat Rasulullah. Karena ketidak cocokan diantara mereka, akhirnya Zaid memutuskan untuk menceraikan Zainab. Di sisi lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ingin menghapuskan kebiasaan adat jahiliyah yang menganggap anak angkat sama dengan anak sendiri.
Oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam segera mengajukan lamaran kepada Zainab Radhiyallahu ‘Anha. Namun Zainab berkata: “Saya akan bermusyawarah dulu kepada Tuhan saya”. Zainab pun segera berwudhu dan melaksanakan shalat 2 raka’at. Dari kejadian itu, Allah menurunkan keberkahan dengan menurunkan ayat di atas.
Jadi jika istri-istri yang lain dinikahkan oleh wali-wali mereka, maka Zainab binti Jahsy dinikahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini menyebabkan Zainab Radhiyallahu ‘Anha bersaing dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang juga sangat dicintai oleh Rasulullah.
Suatu ketika, berkembang fitnah keji dari orang-orang munafik terhadap Aisyah. Mereka menuduh bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan salah seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’athal As Sulami Radhiyallahu ‘Anhu. Semuanya berawal dari tertinggalnya Aisyah oleh rombongan Nabi yang pulang dari suatu peperangan.
Saat rombongan itu telah dekat dengan kota Madinah, Aisyah menyadari bahwa ia telah kehilangan kalungnya. Hingga ia pun keluar dari tandu untuk mencarinya. Orang-orang yang membawa tandu Aisyah menyangka bahwa siti Aisyah telah berada di tandunya. Mereka pun berangkat pulang meninggalkan ummul mukminin sendiri di padang pasir. Kemudian Aisyah diketemukan oleh Shafwan hingga mereka kembali pulang berdua ke kota Madinah.
Desas desus pun merebak, bahwa Aisyah mempunyai hubungan gelap dengan Shafwan. Desas-desus ini menggoncangkan Nabi Muhammad dan kaum muslimin, sedangkan wahyu tak jua turun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya pada Zainab Radhiyallahu ‘Anha dan ia pun menjawab: “Setahu saya Aisyah adalah orang yang baik dan saya paham bahwa dia adalah seorang wanita shalehah”.
Lihatlah bagaimana jawaban yang diberikan oleh Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha. Beliau tidak menjatuhkan kehormatan madunya di hadapan suaminya. Tetapi dalam peristiwa tersebut beliau malah menjaga nama baik Aisyah bahkan memujinya. Jadi tidaklah benar istri tua dan istri muda selalu bertengkar tak bisa akur.
Maka bagi saudari-saudariku di luar sana yang menjalani takdir poligami ambillah selalu pelajaran yang dicontohkan oleh ummul mukminin ini sehingga kehidupan berumah tangga akan berlandaskan naungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Suka atau tidak, poligami adalah hukum Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Ia adalah hak yang diberikan Allah pada kaum lelaki. Dalam prakteknya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencontohkan bahwa tujuan beliau berpoligami jauh dari pemenuhan kebutuhan biologis dan nafsu semata. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak menikahi janda yang telah berumur yang memiliki banyak anak.
Ilustrasi |
Istri-istri beliau pun bisa hidup dengan akur, walaupun bukan tanpa persaingan dan saling cemburu. Namun kecemburuan itu tidak lantas membuat salah seorang istrinya berbuat jahat terhadap istri yang lain, sebagaimana kisah di bawah ini:
Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha adalah salah seorang istri Rasulullah yang memiliki keistimewaan. Keistimewaan tersebut yakni dirinya dinikahkan langsung oleh Allah dengan Rasulullah, dengan turunnya ayat berikut:
“Maka jika Zaid telah menyelesaikan keperluannya, aku nikahkan kamu dengannya. Agar tidak ada kesulitan bagi orang-orang mukmin untuk menikahi (bekas) istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak itu telah menyelesaikan keperluannya. Dan hukum Allah telah berlaku”. (QS. Al Ahzab: 37)
Awalnya Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha bersuamikan Zaid Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan anak angkat Rasulullah. Karena ketidak cocokan diantara mereka, akhirnya Zaid memutuskan untuk menceraikan Zainab. Di sisi lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ingin menghapuskan kebiasaan adat jahiliyah yang menganggap anak angkat sama dengan anak sendiri.
Oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam segera mengajukan lamaran kepada Zainab Radhiyallahu ‘Anha. Namun Zainab berkata: “Saya akan bermusyawarah dulu kepada Tuhan saya”. Zainab pun segera berwudhu dan melaksanakan shalat 2 raka’at. Dari kejadian itu, Allah menurunkan keberkahan dengan menurunkan ayat di atas.
Jadi jika istri-istri yang lain dinikahkan oleh wali-wali mereka, maka Zainab binti Jahsy dinikahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini menyebabkan Zainab Radhiyallahu ‘Anha bersaing dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang juga sangat dicintai oleh Rasulullah.
Suatu ketika, berkembang fitnah keji dari orang-orang munafik terhadap Aisyah. Mereka menuduh bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan salah seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’athal As Sulami Radhiyallahu ‘Anhu. Semuanya berawal dari tertinggalnya Aisyah oleh rombongan Nabi yang pulang dari suatu peperangan.
Saat rombongan itu telah dekat dengan kota Madinah, Aisyah menyadari bahwa ia telah kehilangan kalungnya. Hingga ia pun keluar dari tandu untuk mencarinya. Orang-orang yang membawa tandu Aisyah menyangka bahwa siti Aisyah telah berada di tandunya. Mereka pun berangkat pulang meninggalkan ummul mukminin sendiri di padang pasir. Kemudian Aisyah diketemukan oleh Shafwan hingga mereka kembali pulang berdua ke kota Madinah.
Desas desus pun merebak, bahwa Aisyah mempunyai hubungan gelap dengan Shafwan. Desas-desus ini menggoncangkan Nabi Muhammad dan kaum muslimin, sedangkan wahyu tak jua turun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya pada Zainab Radhiyallahu ‘Anha dan ia pun menjawab: “Setahu saya Aisyah adalah orang yang baik dan saya paham bahwa dia adalah seorang wanita shalehah”.
Lihatlah bagaimana jawaban yang diberikan oleh Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha. Beliau tidak menjatuhkan kehormatan madunya di hadapan suaminya. Tetapi dalam peristiwa tersebut beliau malah menjaga nama baik Aisyah bahkan memujinya. Jadi tidaklah benar istri tua dan istri muda selalu bertengkar tak bisa akur.
Maka bagi saudari-saudariku di luar sana yang menjalani takdir poligami ambillah selalu pelajaran yang dicontohkan oleh ummul mukminin ini sehingga kehidupan berumah tangga akan berlandaskan naungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala