KabarMakkah.Com – Kentut merupakan sebuah proses alami dalam tubuh dimana setiap orang akan mengalaminya. Bahkan orang yang telah mengalami suatu operasi di daerah organ dalam tidak bisa dikatakan berhasil jika tidak kentut setelahnya.
Namun paradigma kentut akan berubah ketita orang lain yang melakukannya dan kita biasanya akan tertawa ataupun tersenyum. Padahal hal itu merupakan suatu yang kita alami pula.
Hadist dari sahabat Abdullah bin Zam’ah menjelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suatu hari menyampaikan khutbah dimana beliau menceritakan kisah unta Nabi sholeh yang disembelih oleh kaumnya yang membangkang. Beliau menjelaskannya melalui tafsir surat As Syams. Beliau pun menasehati kepada setiap laki-laki agar berlemah lembut dengan wanita dan tidak boleh memukulnya. Beliau kemudian menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar seseorang kentut.
“Mengapa kalian menertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR Bukhari Muslim)
Selain karena merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, menertawakan kentut dilarang oleh Rasulullah karena beberapa sebab.
1. Menertawakan Kentut Adalah Kebiasaan Kaum Jahiliyah
Dalam Syarah Sunan Turmudzi yakni Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarokfuri mengatakan:
“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majelis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau (Nabi) melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi 9/189)
Sementara Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Syarah Riyadhus Sholihin:
“Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat.” (Syarah Riyadhus Sholihin 3/120)
“Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya.” (Syarah Riyadhus Sholihin 3/120)
2. Kentut Merupakan Pembatal Wudhu Dan Sholat, Bukan Guyonan
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadromaut mengatakan, “Apa yang dimaksud hadast, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab,
“Diantaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.” (HR Bukhari )
Dengan demikian para ulama bersepakat bahwa kentut termasuk dalam salah satu yang membatalkan wudhu (Shahih Fiqh Sunnah)
Sementara itu, Rasulullah memberikan fatwa kepada mereka yang ragu dalam shalatnya apakah kentut atau tidak dengan perkataan, “Jangan dia memutuskan (membatalkan) shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari keterangan diatas sangat jelas bahwa kentut bukanlah sesuatu yang dianggap guyonan. Bahkan Rasulullah menyatakan perihal kentut dalam hadistnya dengan perkataan yang serius.
Masyarakat sekarang ini memang kebanyakan lebih senang kepada hal yang membuat mereka tertawa dan tersenyum. Padahal jika dipindah posisikan dimana kitalah yang kentut dan ditertawakan oleh orang lain, maka kita pun akan merasa malu. Mempermalukan orang lain terutama saudara semuslim akan menjadikan hubungan menjadi renggang dan memecah rasa persaudaraan.
Efek ditertawakan juga membuat seseorang yang sudah merasa ingin kentut akan menahannya sekuat tenaga dengan harapan agar tidak menjadi bahan tertawaan yang lain. Padahal berdasarkan ilmu kesehatan, menahan kentut akan berpengaruh buruk pada tubuh dimana metabolisme menjadi tidak karuan. Tak jarang penyakit yang lebih besar menghampiri hanya karena sering menahan kentut.
Jadi kini janganlah menertawakan kentut dan janganlah pula menahan kentut hanya agar tidak ditertawakan. Namun alangkah lebih baiknya jika segera meminta izin dari perkumpulan dan mencari tempat yang tidak ramai untuk mengeluarkannya agar tidak mengganggu yang lain.
Wallahu A’lam
Namun paradigma kentut akan berubah ketita orang lain yang melakukannya dan kita biasanya akan tertawa ataupun tersenyum. Padahal hal itu merupakan suatu yang kita alami pula.
Hadist dari sahabat Abdullah bin Zam’ah menjelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suatu hari menyampaikan khutbah dimana beliau menceritakan kisah unta Nabi sholeh yang disembelih oleh kaumnya yang membangkang. Beliau menjelaskannya melalui tafsir surat As Syams. Beliau pun menasehati kepada setiap laki-laki agar berlemah lembut dengan wanita dan tidak boleh memukulnya. Beliau kemudian menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar seseorang kentut.
“Mengapa kalian menertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR Bukhari Muslim)
Selain karena merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, menertawakan kentut dilarang oleh Rasulullah karena beberapa sebab.
1. Menertawakan Kentut Adalah Kebiasaan Kaum Jahiliyah
Dalam Syarah Sunan Turmudzi yakni Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarokfuri mengatakan:
“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majelis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau (Nabi) melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi 9/189)
Sementara Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Syarah Riyadhus Sholihin:
“Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat.” (Syarah Riyadhus Sholihin 3/120)
“Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya.” (Syarah Riyadhus Sholihin 3/120)
2. Kentut Merupakan Pembatal Wudhu Dan Sholat, Bukan Guyonan
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadromaut mengatakan, “Apa yang dimaksud hadast, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab,
“Diantaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.” (HR Bukhari )
Dengan demikian para ulama bersepakat bahwa kentut termasuk dalam salah satu yang membatalkan wudhu (Shahih Fiqh Sunnah)
Sementara itu, Rasulullah memberikan fatwa kepada mereka yang ragu dalam shalatnya apakah kentut atau tidak dengan perkataan, “Jangan dia memutuskan (membatalkan) shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari keterangan diatas sangat jelas bahwa kentut bukanlah sesuatu yang dianggap guyonan. Bahkan Rasulullah menyatakan perihal kentut dalam hadistnya dengan perkataan yang serius.
Masyarakat sekarang ini memang kebanyakan lebih senang kepada hal yang membuat mereka tertawa dan tersenyum. Padahal jika dipindah posisikan dimana kitalah yang kentut dan ditertawakan oleh orang lain, maka kita pun akan merasa malu. Mempermalukan orang lain terutama saudara semuslim akan menjadikan hubungan menjadi renggang dan memecah rasa persaudaraan.
Efek ditertawakan juga membuat seseorang yang sudah merasa ingin kentut akan menahannya sekuat tenaga dengan harapan agar tidak menjadi bahan tertawaan yang lain. Padahal berdasarkan ilmu kesehatan, menahan kentut akan berpengaruh buruk pada tubuh dimana metabolisme menjadi tidak karuan. Tak jarang penyakit yang lebih besar menghampiri hanya karena sering menahan kentut.
Jadi kini janganlah menertawakan kentut dan janganlah pula menahan kentut hanya agar tidak ditertawakan. Namun alangkah lebih baiknya jika segera meminta izin dari perkumpulan dan mencari tempat yang tidak ramai untuk mengeluarkannya agar tidak mengganggu yang lain.
Wallahu A’lam