KabarMakkah.Com – Salah satu laki-laki shalih dari kalangan tabi’in ini merupakan orang yang zuhud dan ahli ibadah. Ia juga merupakan penghafal hadist sehingga dengan semua amal baiknya tersebut, menjadikan ia memiliki pancaran aura shaleh baik dari wajah, kata-kata maupun perbuatannya. Dialah Muhammad bin Suqah al Kufi.
Ia berkata, “Sukakah kalian jika aku tunjukkan suatu ucapan yang semoga saja bermanfaat untuk kalian karena ucapan itu bermanfaat bagiku.”
Ia pun kemudian menyampaikan nasehat dari ‘Atha bin Abi Rabah. “Orang-orang sebelum kalian sangat membenci omong kosong. Mereka menganggap semua ucapan sebagai omong kosong, kecuali kitab Allah Ta’ala, amar ma’ruf nahi mungkar atau ucapan yang harus diucapkan demi hajat hidupmu.”
Setelah itu Muhammad bin Suqah membacakan dua ayat Al Quran sebagai tambahan.
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu) yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” (QS Al Infithar 10-11)
“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf 17-18)
Mengakhiri nasehatnya, generasi tabi’in itu kemudian berpesan dalam sebuah renungan, “Bukankah sungguh memalukan ketika buku catatan amal kita dibuka dan ternyata berisi omong kosong yang tidak bermanfaat baik untuk dunia apalagi akhirat?”
Sahabat.. ketahuilah bahwa kini kita hidup dalam dunia yang begitu menyesakkan dada. Iman yang kita pertahankan ibarat memegang bara api di tangan atau seakan menggigit akar pohon karena saking penuh dengan godaan. Kini nilai-nilai kehidupan sudah berubah secara drastis dimana kebaikan seakan terlihat buruk dan keburukan dijadikan seperti amalan baik yang harus disebar dan diperjuangkan.
Akhirnya, apa yang dijauhi dan tidak disentuh sedikit pun oleh kalangan sahabat dan tabi’in, akan digemari nanti oleh kalangan generasi akhir zaman. Itulah keburukan omong kosong yang dihiasi sehingga terlihat baik dan indah.
Kini sebelum benar-benar datang masa itu, pertanyakan kembali dimanakah posisi kita sebenarnya? Apakah mau meneladani para tabi’in ataukah ikut larut dalam perbuatan kaum generasi akhir zaman?
Semua itu kembali kepada hati sanubari kita. Renungkanlah.
Ilustrasi |
Ia pun kemudian menyampaikan nasehat dari ‘Atha bin Abi Rabah. “Orang-orang sebelum kalian sangat membenci omong kosong. Mereka menganggap semua ucapan sebagai omong kosong, kecuali kitab Allah Ta’ala, amar ma’ruf nahi mungkar atau ucapan yang harus diucapkan demi hajat hidupmu.”
Setelah itu Muhammad bin Suqah membacakan dua ayat Al Quran sebagai tambahan.
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu) yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” (QS Al Infithar 10-11)
“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf 17-18)
Mengakhiri nasehatnya, generasi tabi’in itu kemudian berpesan dalam sebuah renungan, “Bukankah sungguh memalukan ketika buku catatan amal kita dibuka dan ternyata berisi omong kosong yang tidak bermanfaat baik untuk dunia apalagi akhirat?”
Sahabat.. ketahuilah bahwa kini kita hidup dalam dunia yang begitu menyesakkan dada. Iman yang kita pertahankan ibarat memegang bara api di tangan atau seakan menggigit akar pohon karena saking penuh dengan godaan. Kini nilai-nilai kehidupan sudah berubah secara drastis dimana kebaikan seakan terlihat buruk dan keburukan dijadikan seperti amalan baik yang harus disebar dan diperjuangkan.
Akhirnya, apa yang dijauhi dan tidak disentuh sedikit pun oleh kalangan sahabat dan tabi’in, akan digemari nanti oleh kalangan generasi akhir zaman. Itulah keburukan omong kosong yang dihiasi sehingga terlihat baik dan indah.
Kini sebelum benar-benar datang masa itu, pertanyakan kembali dimanakah posisi kita sebenarnya? Apakah mau meneladani para tabi’in ataukah ikut larut dalam perbuatan kaum generasi akhir zaman?
Semua itu kembali kepada hati sanubari kita. Renungkanlah.