KabarMakkah.Com – Di akhir zaman ini, gaya hidup dalam makanan semakin berlebih-lebihan. Sikap seperti memilih-milih makanan hingga kesibukan mencari tempat makan mampu menyita waktu yang harusnya bisa dimanfaatkan untuk ibadah kepada Allah. Mereka pun akan memilih menu yang mewah dengan harga yang selangit hanya demi mempertahankan gengsi dan memperturutkan gaya hidup glamor. Hingga akhirnya mereka sudah tidak peduli dengan yang namanya halal ataupun haram.
Ketahuilah bahwa Islam merupakan agama pertengahan dimana setiap perkara ditempatkan pada porsi yang tidak berat sebelah dan tidak melupakan juga fitrah manusia. Tanpa adanya aturan, justru sesuatu yang sebelumnya dianggap boleh akan dilarang karena mampu membuat bergejolaknya syahwat.
Seperti makan, makanan merupakan jenis perkara yang mubah. Apapun makanannya jika tidak ada alasan atau dalil syar’i yang melarang, maka hal itu diperbolehkan. Tujuan dari makan memang agar setiap umat muslim memiliki kekuatan untuk bisa melaksanakan tugas baik itu sebagai seorang hamba yang harus selalu beribadah dan juga sebagai khalifah yang bertugas mengurusi bumi. Dengan kata lain asal bisa membuat tulang punggung tegak, maka permasalahan makanan sudah terselesaikan.
Dari keterangan tersebut juga menjadi pencerahan kepada kita mengapa Allah melarang seorang hamba untuk mengkonsumsi makanan yang diharamkan. Ternyata jika tetap nekat untuk mengkonsumsinya, maka akan berakibat pada lemahnya fisik, sakitnya ruhani maupun lumpuhnya akal. Makanan yang haram juga akan menghasilkan sesuatu yang buruk seiring dengan waktu dan intensitas dalam mengkonsumsinya.
Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menjelaskan terkait hal tersebut dengan nasehat, “Makan secara berlebihan hanya menjerumuskan pelakunya ke dalam sifat tamak, suka mengumbar hasrat dan syahwat sehingga merusak lahir dan batin pelakunya.”
Dengan kata lain jika terhadap makanan yang jelas kehalalannya kita tidak diperbolehkan berlebih-lebihan, apalagi jika makanan tersebut haram. Tentu sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menjauhinya.
Kebalikan daripada itu, kita pun tidak boleh meninggalkan makanan yang mengakibatkan tubuh lemah dan sakit. Bahkan ada beberapa orang yang rela tidak makan dan akhirnya meninggal karena kelaparan yang disengaja.
Agama juga tidak membenarkan sikap malas dalam makan karena akan berefek besar terhadap kemalasan beribadah dan berbagai amalan kebaikan lain yang harusnya diperbanyak, disegerakan dan diperbaiki sepanjang waktu.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah menyebutkan, “Terlalu banyak makan akan mengakibatkan cepat mengantuk, perut yang kenyang, membuat hati menjadi buta dan tubuh menjadi lemah.”
Sementara sebagai solusinya, Ibnul Qayyim melanjutkan, “Yang terbaik adalah sedang-sedang saja.”
Sebagai pamungkas agar kita selalu sadar terhadap perilaku ini adalah berupa nasehat Rasulullah,
“Makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang.”
Wallahu A’lam
Ketahuilah bahwa Islam merupakan agama pertengahan dimana setiap perkara ditempatkan pada porsi yang tidak berat sebelah dan tidak melupakan juga fitrah manusia. Tanpa adanya aturan, justru sesuatu yang sebelumnya dianggap boleh akan dilarang karena mampu membuat bergejolaknya syahwat.
Seperti makan, makanan merupakan jenis perkara yang mubah. Apapun makanannya jika tidak ada alasan atau dalil syar’i yang melarang, maka hal itu diperbolehkan. Tujuan dari makan memang agar setiap umat muslim memiliki kekuatan untuk bisa melaksanakan tugas baik itu sebagai seorang hamba yang harus selalu beribadah dan juga sebagai khalifah yang bertugas mengurusi bumi. Dengan kata lain asal bisa membuat tulang punggung tegak, maka permasalahan makanan sudah terselesaikan.
Dari keterangan tersebut juga menjadi pencerahan kepada kita mengapa Allah melarang seorang hamba untuk mengkonsumsi makanan yang diharamkan. Ternyata jika tetap nekat untuk mengkonsumsinya, maka akan berakibat pada lemahnya fisik, sakitnya ruhani maupun lumpuhnya akal. Makanan yang haram juga akan menghasilkan sesuatu yang buruk seiring dengan waktu dan intensitas dalam mengkonsumsinya.
Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menjelaskan terkait hal tersebut dengan nasehat, “Makan secara berlebihan hanya menjerumuskan pelakunya ke dalam sifat tamak, suka mengumbar hasrat dan syahwat sehingga merusak lahir dan batin pelakunya.”
Dengan kata lain jika terhadap makanan yang jelas kehalalannya kita tidak diperbolehkan berlebih-lebihan, apalagi jika makanan tersebut haram. Tentu sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menjauhinya.
Kebalikan daripada itu, kita pun tidak boleh meninggalkan makanan yang mengakibatkan tubuh lemah dan sakit. Bahkan ada beberapa orang yang rela tidak makan dan akhirnya meninggal karena kelaparan yang disengaja.
Agama juga tidak membenarkan sikap malas dalam makan karena akan berefek besar terhadap kemalasan beribadah dan berbagai amalan kebaikan lain yang harusnya diperbanyak, disegerakan dan diperbaiki sepanjang waktu.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah menyebutkan, “Terlalu banyak makan akan mengakibatkan cepat mengantuk, perut yang kenyang, membuat hati menjadi buta dan tubuh menjadi lemah.”
Sementara sebagai solusinya, Ibnul Qayyim melanjutkan, “Yang terbaik adalah sedang-sedang saja.”
Sebagai pamungkas agar kita selalu sadar terhadap perilaku ini adalah berupa nasehat Rasulullah,
“Makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang.”
Wallahu A’lam