KabarMakkah.Com – Salah satu syarat untuk menikah adalah harus mampu secara finansial. Tak ada ceritanya seseorang dibebankan untuk menikah dengan cara berhutang. Karena Nabi pun berpesan agar calon suami haruslah mereka yang memiliki sifat ba’ah.
Adapun ba’ah merupakan sebuah kondisi dimana seorang laki-laki yang sudah mampu untuk berjima’ dikarenakan kecukupan finansial. Bisa juga bermakna memiliki kemampuan finansial untuk melangsungkan pernikahan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda berkaitan dengan ba’ah ini.
“Wahai para pemuda, barang siapa yang memiliki ba’ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kini yang jadi pertanyaan adalah bolehkah berhutang untuk melangsungkan pernikahan tersebut?
Dalam menerangkan tentang boleh tidaknya berhutang, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata bahwa tidak dibenarkan seseorang menikah dengan jalan menyusahkan diri lewat berhutang. Ini karena sabda Nabi sendiri menyatakan bahwa jika belum mampu menikah, maka berpuasalah. Tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa jika belum mampu menikah, maka berhutanglah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun berfirman dalam Al Quran surat Annur ayat 33:
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya.” (QS An Nur 33).
Pengertian ayat tersebut adalah bahwa Allah akan memampukan seseorang untuk menikah lewat jalan karuniaNya yaitu berupa kemampuan dari diri pribadi, bukan lewat wasilah seperti berhutang.
Sebuah pertanyaan muncul kembali yaitu jika memang Rasul tidak menyarankan seseorang untuk membebani dirinya dengan berhutang, lalu apa hikmah yang bisa diambil?
Ketahuilah bahwa dengan berhutang, seseorang akan dalam kehinaan dan seakan-akan menjadi budak yang mampu dikuasai oleh si pemberi hutang. Dengan alasan itulah mengapa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menyarankan seorang laki-laki untuk mencari hutang demi bisa menikah.
Melihat kenyataan tersebut, sebelum menikah, seorang laki-laki diharuskan memiliki kemampuan secara finansial. Usahakan untuk tidak mencari hutang hanya demi bisa segera menikah. Ini karena jika diawal menikah sudah dibebani dengan hutang, maka rumah tangga yang dijalani akan penuh dengan kekhawatiran karena terus ditagih untuk segera melunasi hutang. Jika sudah begitu, yang ada tak lain adalah sistem gali lubang tutup lubang dan terus seperti itu tiada hentinya.
Ketahui dan pahamilah bahwa berhutang terutama untuk menikah sangatlah berat. Itu sebabnya Rasulullah pun selalu meminta kepada Allah untuk dilindungi dari sulitnya hutang. Doa yang selalu beliau lantunkan yaitu sebagai berikut:
“Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dirham dan dinar.” (HR Ibnu Majah, Shahih)
Memang berat dan mahalnya menikah saat ini dipengaruhi budaya yang mau tidak mau harus dituruti sebagai bentuk penghormatan akan budaya daerahnya. Padahal secara agama, suatu pernikahan sah hukumnya jika terdapat calon pengantin pria, pengantin wanita, wali, saksi dan mahar. Cukup dengan 5 unsur itu saja suatu pernikahan akan dianggap legal.
Akan tetapi karena mesti mengikuti tradisi yang cukup menguras keuangan, mau tidak mau biaya untuk menikah pun menjadi membengkak dan sulit untuk dijangkau oleh para laki-laki yang sudah siap menikah secara umur dan mental. Sehingga berhutanglah yang menjadi jalan pintasnya.
Semoga setiap orang tua maupun kalangan masyarakat lebih memahami bahwa Islam telah meringankan seseorang dalam menikah, akan tetapi adat istiadatlah yang membuatnya menjadi sulit.
Wallahu A’lam
Adapun ba’ah merupakan sebuah kondisi dimana seorang laki-laki yang sudah mampu untuk berjima’ dikarenakan kecukupan finansial. Bisa juga bermakna memiliki kemampuan finansial untuk melangsungkan pernikahan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda berkaitan dengan ba’ah ini.
“Wahai para pemuda, barang siapa yang memiliki ba’ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kini yang jadi pertanyaan adalah bolehkah berhutang untuk melangsungkan pernikahan tersebut?
Dalam menerangkan tentang boleh tidaknya berhutang, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata bahwa tidak dibenarkan seseorang menikah dengan jalan menyusahkan diri lewat berhutang. Ini karena sabda Nabi sendiri menyatakan bahwa jika belum mampu menikah, maka berpuasalah. Tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa jika belum mampu menikah, maka berhutanglah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun berfirman dalam Al Quran surat Annur ayat 33:
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya.” (QS An Nur 33).
Pengertian ayat tersebut adalah bahwa Allah akan memampukan seseorang untuk menikah lewat jalan karuniaNya yaitu berupa kemampuan dari diri pribadi, bukan lewat wasilah seperti berhutang.
Sebuah pertanyaan muncul kembali yaitu jika memang Rasul tidak menyarankan seseorang untuk membebani dirinya dengan berhutang, lalu apa hikmah yang bisa diambil?
Ketahuilah bahwa dengan berhutang, seseorang akan dalam kehinaan dan seakan-akan menjadi budak yang mampu dikuasai oleh si pemberi hutang. Dengan alasan itulah mengapa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menyarankan seorang laki-laki untuk mencari hutang demi bisa menikah.
Melihat kenyataan tersebut, sebelum menikah, seorang laki-laki diharuskan memiliki kemampuan secara finansial. Usahakan untuk tidak mencari hutang hanya demi bisa segera menikah. Ini karena jika diawal menikah sudah dibebani dengan hutang, maka rumah tangga yang dijalani akan penuh dengan kekhawatiran karena terus ditagih untuk segera melunasi hutang. Jika sudah begitu, yang ada tak lain adalah sistem gali lubang tutup lubang dan terus seperti itu tiada hentinya.
Ketahui dan pahamilah bahwa berhutang terutama untuk menikah sangatlah berat. Itu sebabnya Rasulullah pun selalu meminta kepada Allah untuk dilindungi dari sulitnya hutang. Doa yang selalu beliau lantunkan yaitu sebagai berikut:
Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari berbuat dosa dan sulitnya hutang)Alangkah ruginya jika amal yang kita lakukan mati-matian harus hilang karena menebus hutang yang belum kita lunasi di dunia.
“Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dirham dan dinar.” (HR Ibnu Majah, Shahih)
Memang berat dan mahalnya menikah saat ini dipengaruhi budaya yang mau tidak mau harus dituruti sebagai bentuk penghormatan akan budaya daerahnya. Padahal secara agama, suatu pernikahan sah hukumnya jika terdapat calon pengantin pria, pengantin wanita, wali, saksi dan mahar. Cukup dengan 5 unsur itu saja suatu pernikahan akan dianggap legal.
Akan tetapi karena mesti mengikuti tradisi yang cukup menguras keuangan, mau tidak mau biaya untuk menikah pun menjadi membengkak dan sulit untuk dijangkau oleh para laki-laki yang sudah siap menikah secara umur dan mental. Sehingga berhutanglah yang menjadi jalan pintasnya.
Semoga setiap orang tua maupun kalangan masyarakat lebih memahami bahwa Islam telah meringankan seseorang dalam menikah, akan tetapi adat istiadatlah yang membuatnya menjadi sulit.
Wallahu A’lam