KabarMakkah.Com - Dikisahkan dalam kitab Ihyaaul Uluum bahwa ada Abid dari kalangan Bani Israil yang senantiasa sibuk dengan beribadah. Suatu ketika datang serombongan manusia kepadanya yang mengadukan bahwa di daerah tempat mereka tinggal ada suatu kaum yang menyembah pohon. Kaum itu begitu mengagung-agungkan pohon tersebut hingga memberikan segala macam persembahan di bawah pohon.
Mendengar hal itu, si Abid begitu marah. Ia mengambil sebilah kapak hendak menebang pohon yang dijadikan sesembahan tersebut. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang kakek tua (perwujudan dari setan golongan jin) yang berkata,“Mau kemana engkau?”.
“Aku hendak menebang pohon yang dijadikan Tuhan dan disembah oleh para manusia itu”. Jawab si Abid.
“Mengapa engkau lakukan itu? Engkau tinggalkan ibadahmu untuk suatu perbuatan yang sia-sia, bukankah lebih baik engkau lanjutkan ibadahmu?”. Bujuk si orang tua.
“Ini juga ibadah” Jawab si Abid.
Lalu orang tua itu berkata, “Tidak, Aku tidak akan membiarkan engkau menebang pohon itu!”
Maka terjadilah perkelahian fisik antara si Abid dan orang tua yang merupakan perwujudan setan itu. Si Abid berhasil mengalahkan si orang tua, menjatuhkannya, kemudian menduduki dadanya. Setan menyadari kelemahan dan kekalahannya, lalu ia pun melancarkan bujukannya, “Dengarkanlah kata-kataku”. Si Abid pun melepaskannya
“Bukankah Tuhanmu tidak memerintahkanmu untuk menebang pohon itu? Pohon itu tidak mengganggu ibadahmu dan engkau pun tidak akan menyembahnya. Sebelumnya, Tuhan telah mengutus para Nabi, jika Dia mau maka Dia pun akan mengutus para Nabi-Nya untuk menebang pohon itu”.
Si Abid menjawab, “Aku harus menebang pohon itu. Sesukamulah, apa yang akan engkau lakukan kepadaku”.
Maka terjadilah perkelahian untuk kedua kalinya. Dan untuk kedua kalinya pula si Abid menang melawan setan berwujud orang tua itu dan kembali menduduki dadanya. Kemudian syetan kembali melancarkan bujukannya, “Dengarkanlah! Aku akan menyampaikan kata-kata terakhir yang akan menguntungkanmu.”
“Silahkan”. Kata si Abid.
Setan berkata kepadanya, “Bukankah engkau orang miskin? Dan tidak pernah bisa beribadah dengan menggunakan hartamu? Jika engkau membiarkan pohon itu, niscaya aku akan memberikan tiga dinar uang mas setiap hari. Engkau akan mendapatkannya dari bawah bantalmu setiap hari. Dengan demikian segala keperluanmu dapat terpenuhi, engkau dapat menunaikan hak keluargamu, dapat menolong fakir miskin dan engkau dapat mempergunakannya untuk mengerjakan amal baik yang menguntungkan. Apabila engkau tetap akan menebang pohon itu, engkau hanya akan mendapatkan satu pahala, kemudian para penyembah pohon itu tentunya akan mencari pohon yang lain pula.”
Ternyata bujukan setan itu berhasil menawan hati dan pikiran si Abid yang akhirnya menerima tawarannya. Maka sesuai dengan perjanjian, si Abid mendapatkan uang sebanyak tiga dinar pada dua pagi berturut-turut. Akan tetapi pada hari berikutnya, uang itu tidak didapatinya lagi. Si Abid sangat kesal, lalu mengambil kapak dan berjalan menuju pohon tadi. Orang tua (jelmaan setan) itu pun kembali menghalangi si Abid.
“Hendak kemana kau?” Kata setan
“Aku hendak menebang pohon itu.” Jawab si Abid
“Kini engkau tidak akan berdaya menebang pohon itu.” Setan itu berkata dengan entengnya.
Setelah itu keduanya pun berkelahi dan kali ini si Abid lah yang kalah oleh setan. Ia terjatuh dan setan menduduki dadanya. Si Abid pun terkejut dan bertanya mengapa ia bisa kalah padahal dahulu ialah yang mengalahkan orang tua jelmaan setan tersebut.
Setan kemudian berkata, “ Dahulu engkau mengalahkan aku karena engkau berjuang semata-mata karena Allah, tetapi sekarang aku dapat mengalahkanmu karena engkau berjuang demi uang.”
Si abid pun bersedih bukan kepalang dan memohon ampun kepada Allah.
Hikmah dari kisah tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya amalan yang ikhlas karena Allah Ta’ala akan memiliki kekuatan yang lebih besar meski hanya satu amalan saja. Sementara amalan yang hanya bertumpu kepada materi semata akan lemah walaupun dengan dengan harta itu ia bisa melakukan bermacam-macam kebaikan.
Semoga kita semua bisa beribadah ikhlas karena Allah Ta’ala dan tidak menganggap remeh suatu amalan shaleh.
Wallahu A’lam
Mendengar hal itu, si Abid begitu marah. Ia mengambil sebilah kapak hendak menebang pohon yang dijadikan sesembahan tersebut. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang kakek tua (perwujudan dari setan golongan jin) yang berkata,“Mau kemana engkau?”.
“Aku hendak menebang pohon yang dijadikan Tuhan dan disembah oleh para manusia itu”. Jawab si Abid.
“Mengapa engkau lakukan itu? Engkau tinggalkan ibadahmu untuk suatu perbuatan yang sia-sia, bukankah lebih baik engkau lanjutkan ibadahmu?”. Bujuk si orang tua.
“Ini juga ibadah” Jawab si Abid.
Lalu orang tua itu berkata, “Tidak, Aku tidak akan membiarkan engkau menebang pohon itu!”
Maka terjadilah perkelahian fisik antara si Abid dan orang tua yang merupakan perwujudan setan itu. Si Abid berhasil mengalahkan si orang tua, menjatuhkannya, kemudian menduduki dadanya. Setan menyadari kelemahan dan kekalahannya, lalu ia pun melancarkan bujukannya, “Dengarkanlah kata-kataku”. Si Abid pun melepaskannya
“Bukankah Tuhanmu tidak memerintahkanmu untuk menebang pohon itu? Pohon itu tidak mengganggu ibadahmu dan engkau pun tidak akan menyembahnya. Sebelumnya, Tuhan telah mengutus para Nabi, jika Dia mau maka Dia pun akan mengutus para Nabi-Nya untuk menebang pohon itu”.
Si Abid menjawab, “Aku harus menebang pohon itu. Sesukamulah, apa yang akan engkau lakukan kepadaku”.
Maka terjadilah perkelahian untuk kedua kalinya. Dan untuk kedua kalinya pula si Abid menang melawan setan berwujud orang tua itu dan kembali menduduki dadanya. Kemudian syetan kembali melancarkan bujukannya, “Dengarkanlah! Aku akan menyampaikan kata-kata terakhir yang akan menguntungkanmu.”
“Silahkan”. Kata si Abid.
Setan berkata kepadanya, “Bukankah engkau orang miskin? Dan tidak pernah bisa beribadah dengan menggunakan hartamu? Jika engkau membiarkan pohon itu, niscaya aku akan memberikan tiga dinar uang mas setiap hari. Engkau akan mendapatkannya dari bawah bantalmu setiap hari. Dengan demikian segala keperluanmu dapat terpenuhi, engkau dapat menunaikan hak keluargamu, dapat menolong fakir miskin dan engkau dapat mempergunakannya untuk mengerjakan amal baik yang menguntungkan. Apabila engkau tetap akan menebang pohon itu, engkau hanya akan mendapatkan satu pahala, kemudian para penyembah pohon itu tentunya akan mencari pohon yang lain pula.”
Ternyata bujukan setan itu berhasil menawan hati dan pikiran si Abid yang akhirnya menerima tawarannya. Maka sesuai dengan perjanjian, si Abid mendapatkan uang sebanyak tiga dinar pada dua pagi berturut-turut. Akan tetapi pada hari berikutnya, uang itu tidak didapatinya lagi. Si Abid sangat kesal, lalu mengambil kapak dan berjalan menuju pohon tadi. Orang tua (jelmaan setan) itu pun kembali menghalangi si Abid.
“Hendak kemana kau?” Kata setan
“Aku hendak menebang pohon itu.” Jawab si Abid
“Kini engkau tidak akan berdaya menebang pohon itu.” Setan itu berkata dengan entengnya.
Setelah itu keduanya pun berkelahi dan kali ini si Abid lah yang kalah oleh setan. Ia terjatuh dan setan menduduki dadanya. Si Abid pun terkejut dan bertanya mengapa ia bisa kalah padahal dahulu ialah yang mengalahkan orang tua jelmaan setan tersebut.
Setan kemudian berkata, “ Dahulu engkau mengalahkan aku karena engkau berjuang semata-mata karena Allah, tetapi sekarang aku dapat mengalahkanmu karena engkau berjuang demi uang.”
Si abid pun bersedih bukan kepalang dan memohon ampun kepada Allah.
Hikmah dari kisah tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya amalan yang ikhlas karena Allah Ta’ala akan memiliki kekuatan yang lebih besar meski hanya satu amalan saja. Sementara amalan yang hanya bertumpu kepada materi semata akan lemah walaupun dengan dengan harta itu ia bisa melakukan bermacam-macam kebaikan.
Semoga kita semua bisa beribadah ikhlas karena Allah Ta’ala dan tidak menganggap remeh suatu amalan shaleh.
Wallahu A’lam