KabarMakkah.Com – Jual beli merupakan salah satu muamalah yang diridhai oleh Allah subhanahu Wa Ta’ala. Bisa dibilang proses interaksi sosial ini menjadi sebuah kebutuhan sehari-hari dimana didalamnya terjadi transaksi dalam pemenuhan sandang, pangan maupun papan.
Namun jual beli yang sekarang ini dilakukan banyak melupakan yang namanya rukun jual beli sehingga bisa jadi transaksi tersebut berujung pada kekurang berkahan. Sesungguhnya dalam jual beli, kita tidak boleh sembarangan karena Allah sendiri telah mengaturnya dalam Al Quran sedemikian rupa demi kebaikan bersama.
Lantas apa saja yang menjadi rukun jual beli tersebut?
1. Adanya Penjual
Penjual merupakan orang atau pihak yang memiliki barang dan bermaksud menjualnya ataupun mendapatkan ijin untuk menjualnya. Selain memiliki barang, ia pun harus sehat secara mental atau akal.
2. Adanya Pembeli
Seorang pembeli memiliki wewenang untuk melakukan tindakan pembelian. Artinya seorang pembeli haruslah mereka yang berpikiran waras dan bukan anak kecil. Anak kecil tidak diperbolehkan karena ia belum sepenuhnya mengetahui tentang jual beli dan belum mendapatkan ijin untuk membeli.
Kadar usia anak untuk diperbolehkan adalah setelah sang anak mengetahui mengenai nominal uang dan harga suatu barang. Jadi jika seorang balita yang tidak mengetahui tentang uang disuruh membeli, sebaiknya didampingi karena bisa menjadi sebuah kebingungan ataupun tindak penipuan oleh si penjual.
3. Adanya Barang Yang Dijual
Barang tersebut haruslah sesuatu yang boleh diperjual belikan. Selain itu harus bersih dan bisa diserahkan kepada pembeli. Barang tersebut juga harus diketahui ciri-cirinya oleh pembeli sehingga tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Bagaimana dengan jualan online yang kini bisa dengan sistem dropship yang tak perlu menyetok barang, namun bisa menjualnya kepada konsumen? Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Namun memang akan lebih baik jika barangnya ada dan bisa langsung dikirim sehingga konsumen tidak menunggu dan khawatir jika barang pesanannya tidak datang.
4. Adanya Akad Jual Beli
Akad jual beli ini jika secara langsung berhadap-hadapan seperti di pasar atau toko, maka perkataannya bisa seperti ini.
“Juallah barang ini kepadaku.” Lantas si penjual berkata, “Aku jual barang ini kepadamu.” Atau bisa juga selain kata-kata tersebut. Yang terpenting adalah tujuan dari ijab dan kabul bisa dipahami.
Meski saat ini terasa tak terlalu dipentingkan ucapan tersebut, namun alangkah lebih baik dan sebisa mungkin mengucapkannya agar kita bisa mengikuti rukun-rukun jual beli secara kaffah.
5. Adanya Kerelaan
Banyak sekarang ini sistem jual beli yang merugikan salah satu pihak, entah itu penjual ataupun pembeli. Contohnya yang marak adalah jual beli online dimana saat barang ditampilkan di layar sungguh sangat bagus. Namun ketika barang tersebut datang, ternyata tidak sesuai dengan tampilan gambarnya sehingga pembeli merasa dirugikan. Terlebih lagi tidak ada sistem retur sehingga akan ada ketidakrelaan yang berujung ketidakberkahan dalam usaha si penjual tersebut.
Kadang ada pula pedagang yang dirugikan oleh pembeli dimana pembeli dengan seenaknya menawar harga secara berlebihan ataupun mencoba suatu barang misal makanan secara berlebihan di pasar. Tentu ini akan mengakibatkan kerugian dan juga ketidakrelaan.
Rasulullah bersabda, “Sungguh jual beli itu dengan kerelaan.” (HR Ibnu Majah)
Oleh karena itu lakukanlah jual beli dengan saling rela dan saling percaya karena sesungguhnya kepercayaan merupakan modal utama dalam berjualan.
Semoga kita semua bisa mengaplikasikan rukun-rukun jual beli tersebut secara utuh.
Namun jual beli yang sekarang ini dilakukan banyak melupakan yang namanya rukun jual beli sehingga bisa jadi transaksi tersebut berujung pada kekurang berkahan. Sesungguhnya dalam jual beli, kita tidak boleh sembarangan karena Allah sendiri telah mengaturnya dalam Al Quran sedemikian rupa demi kebaikan bersama.
Lantas apa saja yang menjadi rukun jual beli tersebut?
1. Adanya Penjual
Penjual merupakan orang atau pihak yang memiliki barang dan bermaksud menjualnya ataupun mendapatkan ijin untuk menjualnya. Selain memiliki barang, ia pun harus sehat secara mental atau akal.
2. Adanya Pembeli
Seorang pembeli memiliki wewenang untuk melakukan tindakan pembelian. Artinya seorang pembeli haruslah mereka yang berpikiran waras dan bukan anak kecil. Anak kecil tidak diperbolehkan karena ia belum sepenuhnya mengetahui tentang jual beli dan belum mendapatkan ijin untuk membeli.
Kadar usia anak untuk diperbolehkan adalah setelah sang anak mengetahui mengenai nominal uang dan harga suatu barang. Jadi jika seorang balita yang tidak mengetahui tentang uang disuruh membeli, sebaiknya didampingi karena bisa menjadi sebuah kebingungan ataupun tindak penipuan oleh si penjual.
3. Adanya Barang Yang Dijual
Barang tersebut haruslah sesuatu yang boleh diperjual belikan. Selain itu harus bersih dan bisa diserahkan kepada pembeli. Barang tersebut juga harus diketahui ciri-cirinya oleh pembeli sehingga tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Bagaimana dengan jualan online yang kini bisa dengan sistem dropship yang tak perlu menyetok barang, namun bisa menjualnya kepada konsumen? Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Namun memang akan lebih baik jika barangnya ada dan bisa langsung dikirim sehingga konsumen tidak menunggu dan khawatir jika barang pesanannya tidak datang.
4. Adanya Akad Jual Beli
Akad jual beli ini jika secara langsung berhadap-hadapan seperti di pasar atau toko, maka perkataannya bisa seperti ini.
“Juallah barang ini kepadaku.” Lantas si penjual berkata, “Aku jual barang ini kepadamu.” Atau bisa juga selain kata-kata tersebut. Yang terpenting adalah tujuan dari ijab dan kabul bisa dipahami.
Meski saat ini terasa tak terlalu dipentingkan ucapan tersebut, namun alangkah lebih baik dan sebisa mungkin mengucapkannya agar kita bisa mengikuti rukun-rukun jual beli secara kaffah.
5. Adanya Kerelaan
Banyak sekarang ini sistem jual beli yang merugikan salah satu pihak, entah itu penjual ataupun pembeli. Contohnya yang marak adalah jual beli online dimana saat barang ditampilkan di layar sungguh sangat bagus. Namun ketika barang tersebut datang, ternyata tidak sesuai dengan tampilan gambarnya sehingga pembeli merasa dirugikan. Terlebih lagi tidak ada sistem retur sehingga akan ada ketidakrelaan yang berujung ketidakberkahan dalam usaha si penjual tersebut.
Kadang ada pula pedagang yang dirugikan oleh pembeli dimana pembeli dengan seenaknya menawar harga secara berlebihan ataupun mencoba suatu barang misal makanan secara berlebihan di pasar. Tentu ini akan mengakibatkan kerugian dan juga ketidakrelaan.
Rasulullah bersabda, “Sungguh jual beli itu dengan kerelaan.” (HR Ibnu Majah)
Oleh karena itu lakukanlah jual beli dengan saling rela dan saling percaya karena sesungguhnya kepercayaan merupakan modal utama dalam berjualan.
Semoga kita semua bisa mengaplikasikan rukun-rukun jual beli tersebut secara utuh.