KabarMakkah.Com – Mengetahui hakikat adanya Allah merupakan kewajiban bagi setiap makhluk yang diciptakanNya. Tanpa mengetahui hakikat tersebut, jiwa dan tingkah laku manusia akan dekat dengan kelalaian. Ia tidak lagi memprioritaskan ibadah dan tidak lagi menganggap Allah berperan akan apa yang dilakukannya.
Sesungguhnya alat untuk mengetahui Allah Subhanahu Wa Ta’ala ada dalam diri manusia itu sendiri. Namun banyak orang yang membuatnya tumpul sehingga tidak lagi mengetahui hakikah Allah yang sebenarnya.
Lalu di bagian mana atau organ mana di dalam tubuh manusia yang bisa digunakan untuk mengenal Allah?
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyiapkan alat tersebut dalam tubuh manusia yang membuatnya menjadi lebih mulia dan sempurna dari binatang, yakni akal dan jiwa. Bahkan jika keduanya mampu digabungkan secara benar, akan menghantarkan manusia kedalam derajat yang lebih baik melebihi malaikat yang bebas dari dosa sekali pun.
Akal menjadi alat penting untuk mengetahui adanya Allah. Hal ini bisa dilihat dalam risalah Al Mustarsyidin karangan Imam Al Harist Al Muhassibi. Beliau juga menambahkan bahwa perintah Allah bisa ditaati dengan ilmu.
Secara sistematis, akal berperan untuk mengetahui akan sesuatu. Setelah itu akal akan mendorong diri manusia untuk berilmu dan mengetahui hakikat yang sebenarnya yakni mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Meski dalam pandangan para ulama ada yang menyebutkan bahwa ilmu lebih mulia dibanding akal ataupun sebaliknya, namun sejatinya keduanya merupakan modal yang harus dimiliki setiap manusia untuk melahirkan amal-amal shalih. Tanpa adanya sinergi dari keduanya, tidak akan ada yang namanya kebaikan.
Imam Al Harist juga memberikan arahan bahwa perumpaan akal seperti layaknya penglihatan dan ilmu adalah pelitanya. Ia menambahkan bahwa siapa yang tidak memiliki penglihatan, apalah artinya cahaya dari pelita. Sementara meski memiliki penglihatan namun tidak ada pelita yang meneranginya, maka ia tidak bisa melihat apa yang ingin dilihatnya.
Kedua-duanya merupakan hal yang mesti ada. Akal menjadi faktor penting untuk mengetahui adanya Allah meski ilmu yang ada hanya sedikit. Dan alangkah sayangnya jika cahaya yang begitu terang tertahan karena keengganan untuk melihat. Kita akan senntiasa terus ada dalam kegelapan karena keengganan tersebut.
Ulama lain yang berpendapat sama adalah Imam Ibnu Al Jauzi yang berkata bahwa nikmat paling besar dan hanya diberikan kepada manusia adalah akal. Dengannya kita akan mengetahui Tuhan dan dengan akal pula, kita akan bisa meyakini para Rasul.
Meski akal menjadi alat untuk mengetahui Allah, namun tidak semua ilmu ataupun pengajaran yang ada dalam Islam mesti mementingkan akal. Ini karena wahyu dari Allah melebihi akal dalam hal kedudukan.
Akal harus ditundukkan di bawah naungan hati yang dipenuhi dengan keyakinan kepada Allah dan Rasulullah SAW sehingga akal tidak akan liar dan hilang kendali.
Semoga kita semua bisa menggunakan akal yang Allah titipkan dengan baik dan menuntun kita pada jalanNya yang lurus, bukannya pada jalan yang setan ataupun yang dimurkai.
Sesungguhnya alat untuk mengetahui Allah Subhanahu Wa Ta’ala ada dalam diri manusia itu sendiri. Namun banyak orang yang membuatnya tumpul sehingga tidak lagi mengetahui hakikah Allah yang sebenarnya.
Ilustrasi akal manusia |
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyiapkan alat tersebut dalam tubuh manusia yang membuatnya menjadi lebih mulia dan sempurna dari binatang, yakni akal dan jiwa. Bahkan jika keduanya mampu digabungkan secara benar, akan menghantarkan manusia kedalam derajat yang lebih baik melebihi malaikat yang bebas dari dosa sekali pun.
Akal menjadi alat penting untuk mengetahui adanya Allah. Hal ini bisa dilihat dalam risalah Al Mustarsyidin karangan Imam Al Harist Al Muhassibi. Beliau juga menambahkan bahwa perintah Allah bisa ditaati dengan ilmu.
Secara sistematis, akal berperan untuk mengetahui akan sesuatu. Setelah itu akal akan mendorong diri manusia untuk berilmu dan mengetahui hakikat yang sebenarnya yakni mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Meski dalam pandangan para ulama ada yang menyebutkan bahwa ilmu lebih mulia dibanding akal ataupun sebaliknya, namun sejatinya keduanya merupakan modal yang harus dimiliki setiap manusia untuk melahirkan amal-amal shalih. Tanpa adanya sinergi dari keduanya, tidak akan ada yang namanya kebaikan.
Imam Al Harist juga memberikan arahan bahwa perumpaan akal seperti layaknya penglihatan dan ilmu adalah pelitanya. Ia menambahkan bahwa siapa yang tidak memiliki penglihatan, apalah artinya cahaya dari pelita. Sementara meski memiliki penglihatan namun tidak ada pelita yang meneranginya, maka ia tidak bisa melihat apa yang ingin dilihatnya.
Kedua-duanya merupakan hal yang mesti ada. Akal menjadi faktor penting untuk mengetahui adanya Allah meski ilmu yang ada hanya sedikit. Dan alangkah sayangnya jika cahaya yang begitu terang tertahan karena keengganan untuk melihat. Kita akan senntiasa terus ada dalam kegelapan karena keengganan tersebut.
Ulama lain yang berpendapat sama adalah Imam Ibnu Al Jauzi yang berkata bahwa nikmat paling besar dan hanya diberikan kepada manusia adalah akal. Dengannya kita akan mengetahui Tuhan dan dengan akal pula, kita akan bisa meyakini para Rasul.
Meski akal menjadi alat untuk mengetahui Allah, namun tidak semua ilmu ataupun pengajaran yang ada dalam Islam mesti mementingkan akal. Ini karena wahyu dari Allah melebihi akal dalam hal kedudukan.
Akal harus ditundukkan di bawah naungan hati yang dipenuhi dengan keyakinan kepada Allah dan Rasulullah SAW sehingga akal tidak akan liar dan hilang kendali.
Semoga kita semua bisa menggunakan akal yang Allah titipkan dengan baik dan menuntun kita pada jalanNya yang lurus, bukannya pada jalan yang setan ataupun yang dimurkai.