Terkait Pro dan Kontra LGBT, Tokoh Nahdlatul Ulama yang juga merupakan Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD dengan tegas mengatakan bahwa LGBT merupakan perilaku yang berbahaya dan sangat menjijikkan.
“LGBT itu berbahaya dan menjijikkan, tapi penanganannya tak perlu pengawalan Brimob,” katanya melalui akun Twitter-nya,@mohmahfudmd.
Mahfud yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, LGBT tidak apa-apa jika hanya dijadikan sebagai objek studi ilmiah karena sudah lama lembaga-lembaga seperti itu ada.
“Tapi, dikaji sebagai perilaku menyimpang.” jelasnya.
LGBT, lanjut Mahfud, tak boleh mejadi gerakan sebagai sifat dan perilaku. Oleh karenanya, seseorang yang terkena LGBT harus diselamatkan. Sama dengan problem sosial lainnya, LGBT harus ditertibkan oleh negara sesuai dengan hukum dan konstitusi.
Berbicara mengenai LGBT, menurutnya, seharusnya menjadi kepedulian bersama. Bukan hanya bidang-bidang ilmu tertentu. Ia mengingatkan, berbicara ihwal keberadaan LGBT berbeda dengan “mengamati”.
“Apakah moralitas nilai-nilai agama kita sekarang sudah menerima LGBT?” tulisnya.
Mahfud mendukung penolakan dengan tegas terhadap keberadaan kaum LGBT di Indonesia. Menurutnya, selain bertentangan dengan nilai-nilai agama, LGBT tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“HAM tak selalu mutlak-universal. LGBT bertentangan dengan nilai ketuhanan, moralitas, dan budaya Indonesia. Pasal 28J (UUD),” ujar Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, Senin (25/1).
Tak setuju dengan pernyataan Mahfud tentang LGBT, Salah satu aktivis JIL (Jaringan Islam Liberal) Akhmad Sahal pun langsung protes dengan pendapat Mahfud. Kandidat doktor di Universit
as Pennsylvania, Amerika Serikat, itu tiba-tiba menyindir Mahfud dengan menuding putra Prabowo Subianto sebagai pengikut LGBT.
“Apakah Didit putra Pak Prabowo Subianto menurut Prof@mohmahfudmd itu berbahaya dan menjijikkan?” tulisnya di akun Twitter, @sahaL_AS.
Merespon “serangan” dari Sahal, Mahfud mengaku hanya menyoroti perilaku LGBT, bukan menyebut nama.
“Saya tak sebut nama. Tapi sifat dan perilaku. Kalo perilaku, ya siapa pun, anak-cucu siapa pun sama saja. Dikira saya takut?” balas Mahfud
Sahal yang tak puas dengan jawaban Mahfud kembali membalas.
“Bilang LGBT ‘menjijikkan’ itu bukan manusiawi, tapi hujatan. Manusiawi itu menerimanya sebagai manusia, meski tak setuju,” katanya.
Sahal yakin jika Gus Dur atau Abdurrahman Wahid masih hidup tak mungkin berkomentar seperti Mahfud.
“Kalo Gus Dur masih ada, pasti tak akan menghujat LGBT sbg ‘menjijikkan dan membahayakan’, meski GD tak setuju.” kata Sahal.
Meski terus-terusan diserang, guru besar bidang hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu tetap merespon dengan kepala dingin dan tidak peduli dengan beberapa pem-bully yang terus menyerangnya.
“Sejak dulu saya tak pernah takut di-bully. Track saja di semua medsos. Pem-bully hanya 0,01 % dibanding pendukung. Rasional saja,” tegas Mahfud.
Prof DR. Mahfud MD |
“LGBT itu berbahaya dan menjijikkan, tapi penanganannya tak perlu pengawalan Brimob,” katanya melalui akun Twitter-nya,@mohmahfudmd.
Mahfud yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, LGBT tidak apa-apa jika hanya dijadikan sebagai objek studi ilmiah karena sudah lama lembaga-lembaga seperti itu ada.
“Tapi, dikaji sebagai perilaku menyimpang.” jelasnya.
LGBT, lanjut Mahfud, tak boleh mejadi gerakan sebagai sifat dan perilaku. Oleh karenanya, seseorang yang terkena LGBT harus diselamatkan. Sama dengan problem sosial lainnya, LGBT harus ditertibkan oleh negara sesuai dengan hukum dan konstitusi.
Berbicara mengenai LGBT, menurutnya, seharusnya menjadi kepedulian bersama. Bukan hanya bidang-bidang ilmu tertentu. Ia mengingatkan, berbicara ihwal keberadaan LGBT berbeda dengan “mengamati”.
“Apakah moralitas nilai-nilai agama kita sekarang sudah menerima LGBT?” tulisnya.
Mahfud mendukung penolakan dengan tegas terhadap keberadaan kaum LGBT di Indonesia. Menurutnya, selain bertentangan dengan nilai-nilai agama, LGBT tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“HAM tak selalu mutlak-universal. LGBT bertentangan dengan nilai ketuhanan, moralitas, dan budaya Indonesia. Pasal 28J (UUD),” ujar Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, Senin (25/1).
Tak setuju dengan pernyataan Mahfud tentang LGBT, Salah satu aktivis JIL (Jaringan Islam Liberal) Akhmad Sahal pun langsung protes dengan pendapat Mahfud. Kandidat doktor di Universit
as Pennsylvania, Amerika Serikat, itu tiba-tiba menyindir Mahfud dengan menuding putra Prabowo Subianto sebagai pengikut LGBT.
“Apakah Didit putra Pak Prabowo Subianto menurut Prof@mohmahfudmd itu berbahaya dan menjijikkan?” tulisnya di akun Twitter, @sahaL_AS.
Merespon “serangan” dari Sahal, Mahfud mengaku hanya menyoroti perilaku LGBT, bukan menyebut nama.
“Saya tak sebut nama. Tapi sifat dan perilaku. Kalo perilaku, ya siapa pun, anak-cucu siapa pun sama saja. Dikira saya takut?” balas Mahfud
Sahal yang tak puas dengan jawaban Mahfud kembali membalas.
“Bilang LGBT ‘menjijikkan’ itu bukan manusiawi, tapi hujatan. Manusiawi itu menerimanya sebagai manusia, meski tak setuju,” katanya.
Sahal yakin jika Gus Dur atau Abdurrahman Wahid masih hidup tak mungkin berkomentar seperti Mahfud.
“Kalo Gus Dur masih ada, pasti tak akan menghujat LGBT sbg ‘menjijikkan dan membahayakan’, meski GD tak setuju.” kata Sahal.
Meski terus-terusan diserang, guru besar bidang hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu tetap merespon dengan kepala dingin dan tidak peduli dengan beberapa pem-bully yang terus menyerangnya.
“Sejak dulu saya tak pernah takut di-bully. Track saja di semua medsos. Pem-bully hanya 0,01 % dibanding pendukung. Rasional saja,” tegas Mahfud.