KabarMakkah.Com - Setelah diceraikan suaminya, wanita sholehah ini mendapatkan lamaran dari seseorang yang begitu mulia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun ia tidak serta merta mengiyakan lamaran tersebut. Ia berbalas pesan pada sang pengirim lamaran agar menyampaikan bahwa dirinya akan bermusyawarah dulu dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Tidak mudah memang mengambil keputusan tersebut karena yang meminangnya adalah orang yang menjadi ayah angkat dari suaminya dulu. Apa kata orang nanti jika ia menerima pinangan tersebut. Mungkin orang ramai akan berkata bahwa dirinya sungguh tak tahu malu karena menikah dengan mertua angkatnya. Dan satu lagi yang mengganjal pikirannya, apakah memang hal ini diperbolehkan?
Maka ia pun mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat. Kemudian ia berdo’a:
“Ya Allah, Rasul-Mu mengirimkan utusannya untuk meminang saya. Seandainya saya pantas menjadi istri beliau, maka nikahkanlah saya dengan beliau”.
Memang benar, yang telah meminangnya memang bukan orang sembarangan. Ia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah. Sedangkan suaminya dulu adalah anak angkat sang Nabi yakni Zaid bin Haritsah Radhiyallahu Anhu.
Maka mengenai hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan (nikahkan) kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. (QS. Al Ahzab: 37)
Ayat ini memberi kabar gembira kepada muslimah tadi perihal lamaran Rasulullah akan dirinya. Karena gembiranya, muslimah tadi langsung bersujud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengadakan walimah yang mewah dalam acara pernikahannya dengan muslimah tadi. Beliau menyembelih kambing, kemudian tamu-tamunya dijamu dengan daging dan roti. Apabila satu rombongan telah selesai makan, maka dipanggillah rombongan yang lain sehingga semua orang merasa puas.
Siapakah muslimah yang beruntung dinikahkan bukan oleh walinya namun langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala tersebut? Lalu ia pun dinikahkan bukan dengan sembarang orang, namun dengan orang nomor satu pilihan Allah, pada masanya hingga akhir zaman.
Muslimah tersebut adalah Zainab binti Jahsy yang kisah pernikahannya abadi tercantum dalam Al Qur’an. Peristiwa pernikahannya pun menjadi dasar hukum bagi kaum muslimin agar tidak ragu menikahi mantan istri anak angkatnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung.
Zainab binti Jahsy adalah seorang yang sangat dermawan dan juga rajin berpuasa. Ia bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Namun hasil kerjanya itu tidak pernah dipakai untuk berfoya-foya memenuhi hawa nafsunya. Hasil kerjanya selalu ia sedekahkan pada fakir miskin.
Hingga pernah suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda bahwa yang akan meninggal pertama kali setelah beliau meninggal diantara istri-istrinya adalah dia yang panjang tangannya. Mendengar hal itu, istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengukur dan membandingkan panjang tangan mereka. Dan yang memiliki tangan yang panjang adalah Saudah Radhiyallahu 'Anha.
Namun ternyata yang meninggal pertama kali setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Zainab binti Jahsy Radhiyallahu Anha. Barulah mereka mengerti bahwa yang dimaksud dengan yang panjang tangan adalah dia yang paling dermawan.
Wallahu A’lam
Tidak mudah memang mengambil keputusan tersebut karena yang meminangnya adalah orang yang menjadi ayah angkat dari suaminya dulu. Apa kata orang nanti jika ia menerima pinangan tersebut. Mungkin orang ramai akan berkata bahwa dirinya sungguh tak tahu malu karena menikah dengan mertua angkatnya. Dan satu lagi yang mengganjal pikirannya, apakah memang hal ini diperbolehkan?
Maka ia pun mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat. Kemudian ia berdo’a:
“Ya Allah, Rasul-Mu mengirimkan utusannya untuk meminang saya. Seandainya saya pantas menjadi istri beliau, maka nikahkanlah saya dengan beliau”.
Memang benar, yang telah meminangnya memang bukan orang sembarangan. Ia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah. Sedangkan suaminya dulu adalah anak angkat sang Nabi yakni Zaid bin Haritsah Radhiyallahu Anhu.
Maka mengenai hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan (nikahkan) kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. (QS. Al Ahzab: 37)
Ayat ini memberi kabar gembira kepada muslimah tadi perihal lamaran Rasulullah akan dirinya. Karena gembiranya, muslimah tadi langsung bersujud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengadakan walimah yang mewah dalam acara pernikahannya dengan muslimah tadi. Beliau menyembelih kambing, kemudian tamu-tamunya dijamu dengan daging dan roti. Apabila satu rombongan telah selesai makan, maka dipanggillah rombongan yang lain sehingga semua orang merasa puas.
Siapakah muslimah yang beruntung dinikahkan bukan oleh walinya namun langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala tersebut? Lalu ia pun dinikahkan bukan dengan sembarang orang, namun dengan orang nomor satu pilihan Allah, pada masanya hingga akhir zaman.
Muslimah tersebut adalah Zainab binti Jahsy yang kisah pernikahannya abadi tercantum dalam Al Qur’an. Peristiwa pernikahannya pun menjadi dasar hukum bagi kaum muslimin agar tidak ragu menikahi mantan istri anak angkatnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung.
Zainab binti Jahsy adalah seorang yang sangat dermawan dan juga rajin berpuasa. Ia bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Namun hasil kerjanya itu tidak pernah dipakai untuk berfoya-foya memenuhi hawa nafsunya. Hasil kerjanya selalu ia sedekahkan pada fakir miskin.
Hingga pernah suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda bahwa yang akan meninggal pertama kali setelah beliau meninggal diantara istri-istrinya adalah dia yang panjang tangannya. Mendengar hal itu, istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengukur dan membandingkan panjang tangan mereka. Dan yang memiliki tangan yang panjang adalah Saudah Radhiyallahu 'Anha.
Namun ternyata yang meninggal pertama kali setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Zainab binti Jahsy Radhiyallahu Anha. Barulah mereka mengerti bahwa yang dimaksud dengan yang panjang tangan adalah dia yang paling dermawan.
Wallahu A’lam