KabarMakkah.Com – Dalam suatu negeri, terkisahlah orang shaleh yang ahli dalam ibadah, zuhud terhadap dunia dan amat tebal dalam keimanan. Ia pun memiliki banyak amal shaleh yang dilakukan dengan ikhlas tanpa sedikit pun diumbar. Ia adalah Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahim Al Maqdisi Al Hanbali Al Dimasyq yang diwafatkan oleh Allah pada tahun 688 Hijriyah.
Pada satu hari, ia dan istrinya menggali sebuah lubang yang ada di lereng pegunungan Shalihiyah. Ia melakukan itu karena memang ada sebuah keperluan. Ketika sibuk menggali tanah, ditemukanlah sebuah guci yang didalamnya terdapat kepingan dinar.
Sontak sang imam merasa ketakutan dan berucap, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Wajahnya memucat, jantungnya berdetak kencang dan badannya yang sedikit letih pun bergetar seperti seakan melihat ketakutan yang sangat besar.
“Ini adalah ujian. Kepingan dinar ini pasti ada yang memilikinya, namun kita tidak tahu siapa.” Ucapnya kepada sang istri.
Dengan cepat, ia dan istrinya menimbun kembali kepingan dinar tersebut beserta dengan gucinya. Dengan rapat ditutupnya setiap celah tanah yang menjadikan orang bisa melihat harta tersebut. Syamsuddin kemudian berpesan kepada istrinya untuk tidak menceritakan apalagi memberitahu letak harta yang membuatnya ketakutan tersebut.
Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang mengutip keterangan Imam Adz Dzahabi dari Ibnu Imad kemudian berkata, “Karena istri dari Syamsuddin adalah seorang yang shalehah, maka mereka berdua pun langsung meninggalkan tempat tersebut.”
Beliau melanjutkan, “Padahal ia dan istrinya bukan sama sekali termasuk orang kaya. Bisa dikatakan mereka justru sedang membutuhkannya. Namun itulah sifat wara’ dan zuhud terhadap kehidupan dunia.”
Sungguh jaman dahulu banyak kisah yang seperti ini. Kepribadian mereka bak permata di tengah kotornya bebatuan meski berada di jaman yang masih sederhana. Berbeda dengan jaman sekarang yang merasa sudah mengalami kemajuan, namun tidak diiringi dengan peningkatan akhlak dan justru berbuah penurunan akhlak.
Saat ini jangankan menemukan harta karun lalu menguburkannya kembali, harta yang dijaga dan bukan haknya pun diambil paksa dengan jalan mencuri dan merampok. Bahkan demi melancarkan aksinya, sogokan kepada dinas terkait seakan menjadi sebuah hal yang tidak berdosa.
Sejatinya dengan kisah ini, harapan tinggi untuk generasi sekarang adalah bisa berusaha untuk menggapainya dan bukan hanya bernostalgia semata. Dengan begitu, kita pantas menyandang manusia yang berada di jaman modern dengan kebaikan akhlak.
Wallahu A’lam
Pada satu hari, ia dan istrinya menggali sebuah lubang yang ada di lereng pegunungan Shalihiyah. Ia melakukan itu karena memang ada sebuah keperluan. Ketika sibuk menggali tanah, ditemukanlah sebuah guci yang didalamnya terdapat kepingan dinar.
Sontak sang imam merasa ketakutan dan berucap, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Wajahnya memucat, jantungnya berdetak kencang dan badannya yang sedikit letih pun bergetar seperti seakan melihat ketakutan yang sangat besar.
“Ini adalah ujian. Kepingan dinar ini pasti ada yang memilikinya, namun kita tidak tahu siapa.” Ucapnya kepada sang istri.
Dengan cepat, ia dan istrinya menimbun kembali kepingan dinar tersebut beserta dengan gucinya. Dengan rapat ditutupnya setiap celah tanah yang menjadikan orang bisa melihat harta tersebut. Syamsuddin kemudian berpesan kepada istrinya untuk tidak menceritakan apalagi memberitahu letak harta yang membuatnya ketakutan tersebut.
Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang mengutip keterangan Imam Adz Dzahabi dari Ibnu Imad kemudian berkata, “Karena istri dari Syamsuddin adalah seorang yang shalehah, maka mereka berdua pun langsung meninggalkan tempat tersebut.”
Beliau melanjutkan, “Padahal ia dan istrinya bukan sama sekali termasuk orang kaya. Bisa dikatakan mereka justru sedang membutuhkannya. Namun itulah sifat wara’ dan zuhud terhadap kehidupan dunia.”
Sungguh jaman dahulu banyak kisah yang seperti ini. Kepribadian mereka bak permata di tengah kotornya bebatuan meski berada di jaman yang masih sederhana. Berbeda dengan jaman sekarang yang merasa sudah mengalami kemajuan, namun tidak diiringi dengan peningkatan akhlak dan justru berbuah penurunan akhlak.
Saat ini jangankan menemukan harta karun lalu menguburkannya kembali, harta yang dijaga dan bukan haknya pun diambil paksa dengan jalan mencuri dan merampok. Bahkan demi melancarkan aksinya, sogokan kepada dinas terkait seakan menjadi sebuah hal yang tidak berdosa.
Sejatinya dengan kisah ini, harapan tinggi untuk generasi sekarang adalah bisa berusaha untuk menggapainya dan bukan hanya bernostalgia semata. Dengan begitu, kita pantas menyandang manusia yang berada di jaman modern dengan kebaikan akhlak.
Wallahu A’lam