KabarMakkah.Com – Bolehkah wanita melajang seumur hidup? Pertanyaan ini seringkali diucapkan oleh mereka yang terlalu sibuk dalam berkarir ataupun yang merasa sudah terkhianati oleh pasangannya dahulu.Atau memang mereka yang belum memiliki pasangan hingga umur yang terus bertambah.
I’m Single and Im Happy. Itulah yang menjadi sebuah kiasan untuk mengungkapkan kesungguhan seorang wanita untuk hidup sendiri dan tidak membutuhkan kehadiran seorang pria dalam hidupnya.
Bagaimana Islam memandang keputusan tersebut?
Dalam kitab Al Muhalla, Ibnu Hazm menegaskan bahwa wajib hukumnya para pemuda untuk menikah. Namun ia mengecualikan terhadap wanita. Dengan tegas ia menyebutkan bahwa tidak wajib bagi seorang wanita untuk menikah.
Dalam Al Quran, Allah berfirman:
“Dan para wanita tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin menikah, tidaklah berdosa menanggalkan pakaian luar mereka dengan tidak (bermaksud) mengumbar aurat. Dan menjaga kehormatan adalah lebih baik bagi mereka.” (QS An Nur 60)
Sementara Rasulullah bersabda, “Wanita yang mati dalam keadaan jum’in termasuk mati syahid.” (HR Ibnu Majah)
Arti Jum’in adalah mati dalam keadaan nifas dan mati dalam keadaan masih gadis atau belum digauli.
Dengan dua alasan tersebut, Ibnu Hazm berani mengatakan bahwa wanita boleh untuk tidak menikah. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Syaikh Mustofa Al Adawi yang merupakan ahli hadist di daerah Mesir. Dalam buku Jami’ Ahkam An Nisa, beliau menuliskan “Tidak wajib bagi wanita untuk menikah, karena saya tidak menjumpai adanya dalil tegas yang menunjukkan kesimpulan wajibnya menikah bagi mereka.” (Jami’ Ahkam An Nisa 5/287)
Dalil yang menjadi dasar kuat dari pernyataan Syaikh Mustofa adalah hadist yang berasal dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu.
“Ada seorang sahabat yang datang menghadap Rasulullah bersama putrinya. Putrinya ini menolak untuk menikah. Nabi menasehati, ‘Taatilah Bapakmu!’
“Demi Dzat yang mengutus anda dengan membawa kebenaran, saya tidak akan menikah sampai anda sampaikan kepada saya, apa hak suami yang menjadi kewajiban istrinya?” Tanya sang gadis secara berulang-ulang.
Beliau bersabda, “Hak suami yang menjadi kewajiban istrinya bahwa andaikan ada luka di badan suami, kemudian dia jilati luka itu, dia belum memenuhi seluruh haknya.”
“Demi Dzat yang mengutus anda dengan membawa kebenaran, saya tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menikahkan putri kalian, kecuali dengan izin mereka (HR Ibnu Hibban, Ad Darimi)
Hadist tersebut memang menunjukkan diperbolehkannya untuk tidak menikah. Namun jangan diartikan sebagai anjuran karena sesungguhnya ada pahala yang besar bagi seorang istri dalam lelah dan sibuknya mengurus rumah tangga. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang wanita yang taat kepada suaminya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak ada musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa cape, sakit, bingung, sedih, mendapat gangguan orang lain, resah yang mendalam hingga duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR Bukhari)
Yakinlah bahwa dengan menikah, seorang wanita akan mendapatkan banyak manfaat. Bukankah surga yang kita inginkan?
Rasulullah bersabda, “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, niscaya dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR Ahmad)
Jadi jika kini masih sendiri, berusahalah mencari jodoh yang terbaik menurut Allah dan RasulNya. Adapun jika memang telah dikhianati, yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Wallahu A’lam
I’m Single and Im Happy. Itulah yang menjadi sebuah kiasan untuk mengungkapkan kesungguhan seorang wanita untuk hidup sendiri dan tidak membutuhkan kehadiran seorang pria dalam hidupnya.
Bagaimana Islam memandang keputusan tersebut?
Dalam kitab Al Muhalla, Ibnu Hazm menegaskan bahwa wajib hukumnya para pemuda untuk menikah. Namun ia mengecualikan terhadap wanita. Dengan tegas ia menyebutkan bahwa tidak wajib bagi seorang wanita untuk menikah.
Dalam Al Quran, Allah berfirman:
“Dan para wanita tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin menikah, tidaklah berdosa menanggalkan pakaian luar mereka dengan tidak (bermaksud) mengumbar aurat. Dan menjaga kehormatan adalah lebih baik bagi mereka.” (QS An Nur 60)
Sementara Rasulullah bersabda, “Wanita yang mati dalam keadaan jum’in termasuk mati syahid.” (HR Ibnu Majah)
Arti Jum’in adalah mati dalam keadaan nifas dan mati dalam keadaan masih gadis atau belum digauli.
Dengan dua alasan tersebut, Ibnu Hazm berani mengatakan bahwa wanita boleh untuk tidak menikah. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Syaikh Mustofa Al Adawi yang merupakan ahli hadist di daerah Mesir. Dalam buku Jami’ Ahkam An Nisa, beliau menuliskan “Tidak wajib bagi wanita untuk menikah, karena saya tidak menjumpai adanya dalil tegas yang menunjukkan kesimpulan wajibnya menikah bagi mereka.” (Jami’ Ahkam An Nisa 5/287)
Dalil yang menjadi dasar kuat dari pernyataan Syaikh Mustofa adalah hadist yang berasal dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu.
“Ada seorang sahabat yang datang menghadap Rasulullah bersama putrinya. Putrinya ini menolak untuk menikah. Nabi menasehati, ‘Taatilah Bapakmu!’
“Demi Dzat yang mengutus anda dengan membawa kebenaran, saya tidak akan menikah sampai anda sampaikan kepada saya, apa hak suami yang menjadi kewajiban istrinya?” Tanya sang gadis secara berulang-ulang.
Beliau bersabda, “Hak suami yang menjadi kewajiban istrinya bahwa andaikan ada luka di badan suami, kemudian dia jilati luka itu, dia belum memenuhi seluruh haknya.”
“Demi Dzat yang mengutus anda dengan membawa kebenaran, saya tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menikahkan putri kalian, kecuali dengan izin mereka (HR Ibnu Hibban, Ad Darimi)
Hadist tersebut memang menunjukkan diperbolehkannya untuk tidak menikah. Namun jangan diartikan sebagai anjuran karena sesungguhnya ada pahala yang besar bagi seorang istri dalam lelah dan sibuknya mengurus rumah tangga. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang wanita yang taat kepada suaminya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak ada musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa cape, sakit, bingung, sedih, mendapat gangguan orang lain, resah yang mendalam hingga duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR Bukhari)
Yakinlah bahwa dengan menikah, seorang wanita akan mendapatkan banyak manfaat. Bukankah surga yang kita inginkan?
Rasulullah bersabda, “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, niscaya dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR Ahmad)
Jadi jika kini masih sendiri, berusahalah mencari jodoh yang terbaik menurut Allah dan RasulNya. Adapun jika memang telah dikhianati, yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Wallahu A’lam