KabarMakkah.Com – “Bolehkah melihat aurat ibu kandung sendiri?” Hal inilah yang ditanyakan oleh seseorang dalam acara sesi tanya jawab sebuah pengajian. Alasan orang tersebut mengajukan hal itu karena di dalam rumah, ibunya kerap kali hanya menggunakan baju dalam sehingga beberapa bagian sering terlihat oleh anak-anaknya.
Sebenarnya terdapat tiga batasan urat bagi seorang wanita yaitu seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah sehingga yang terlihat hanyalah pakaiannya saja atau bagian yang nampak. Kemudian batasan yang kedua adalah batasan wudhu seperti bagian leher ke atas, lengan ke bawah dan betis ke bawah. Para ulama pun menyebutnya sebagai aurat bagian dalam. Yang terakhir adalah batasan antara pusar hingga lutut.
Lalu pertanyaannya adalah batasan yang manakah untuk seorang wanita terhadap mahramnya seperti anak, bapak, paman, saudara kandung laki-laki maupun kakek?
Dalam hal ini terdapat dua perbedaan pendapat dimana yang satu menyatakan bahwa aurat wanita terhadap laki-laki mahram adalah antara pusar sampai lutut. Sedangkan pendapat yang kedua adalah sebatas anggota wudhu.
1. Batasan Antara Pusar Hingga Lutut
Pernyataan ini disampaikan oleh Hanafiyah dan sebagian Syafiiyah. Ulama Syafiiyah yakni Al Khathib as Syarbini menyatakan bahwa, “Lelaki tidak boleh melihat aurat wanita mahramnya, baik mahram karena nasab, sepersusuan ataupun pernikahan yaitu antara pusar dan lutut.. boleh melihat ke pusar dan lutut, karena keduanya bukan aurat untuk dilihat mahram.” (Mughni al Muhtaj 3/129)
2. Batasan Anggota Wudhu
Keterangan ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Hambali. Al Khathib as Syarbini kemudian menjelaskan tentang pendapat yang kedua ini.
“Ada yang berpendapat lelaki mahram hanya boleh melihat bagian yang nampak ketika wanita beraktivitas. Karena bagian anggota badan yang lebih dari itu, tidak ada kepentingan yang mendesak baginya untuk melihatnya. Yang dimaksud bagian yang biasa terlihat ketika beraktivitas adalah wajah, kepala, leher, tangan sampai siku dan kaki sampai lutut.’ (Mughni al Muhtaj 3/129)
Di dalam keterangan lain yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah menyatakan bahwa,
“Boleh bagi lelaki mahram untuk melihat bagian yang biasa nampak di rumah seperti leher, kepala, dua telapak tangan, kaki dan semacamnya. Dan tidak boleh melihat bagian yang umumnya tertutup seperti dada atau punggung atau semacamnya.” (Al Mughni 7/454)
Dalil yang memperkuat sekaligus mendukung pernyataan yang kedua ini adalah firman Allah surat An Nur,
“Janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera mereka atau putra suami mereka atau sudara lelaki mereka...” (QS An Nur 31)
Dan diawal ayat, Allah telah menyebutkan,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya."
Berkata Ibnu Mas’ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang nampak adalah bajunya. Sementara dalam tafsirnya, Al Jasshas menjelaskan bahwa ada dua jenis yang disebut sebagai perhiasan di diri wanita yaitu perhiasan yang biasa nampak seperti baju, wajah dan telapak tangan. Ada juga perhiasan yang tidak biasa nampak seperti gelang, kalung, anting serta perhiasan lainnya.
Ayat tersebut sangat jelas bahwa Allah membolehkan wanita untuk memperlihatkan bagian yang biasa ditampakkan. Namun perhiasan tersebut hanya boleh dilihat oleh mahramnya saja yang berarti terdapat batasan yang jelas dalam hal tersebut dan dinamakan aurat bathin atau yang biasa nampak ketika wanita sedang berada di rumah.
Jadi jawaban dari pertanyaan di awal tersebut adalah anak-anak tidak boleh melihat aurat ibunya sebatas dari apa yang telah terbiasa untuk dilihat dalam beraktivitas seperti wajah, leher, kaki hingga lutut dan tangan hingga siku.
Wallahu A’lam
Sumber: konsultasisyariah.com
Sebenarnya terdapat tiga batasan urat bagi seorang wanita yaitu seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah sehingga yang terlihat hanyalah pakaiannya saja atau bagian yang nampak. Kemudian batasan yang kedua adalah batasan wudhu seperti bagian leher ke atas, lengan ke bawah dan betis ke bawah. Para ulama pun menyebutnya sebagai aurat bagian dalam. Yang terakhir adalah batasan antara pusar hingga lutut.
Lalu pertanyaannya adalah batasan yang manakah untuk seorang wanita terhadap mahramnya seperti anak, bapak, paman, saudara kandung laki-laki maupun kakek?
Dalam hal ini terdapat dua perbedaan pendapat dimana yang satu menyatakan bahwa aurat wanita terhadap laki-laki mahram adalah antara pusar sampai lutut. Sedangkan pendapat yang kedua adalah sebatas anggota wudhu.
1. Batasan Antara Pusar Hingga Lutut
Pernyataan ini disampaikan oleh Hanafiyah dan sebagian Syafiiyah. Ulama Syafiiyah yakni Al Khathib as Syarbini menyatakan bahwa, “Lelaki tidak boleh melihat aurat wanita mahramnya, baik mahram karena nasab, sepersusuan ataupun pernikahan yaitu antara pusar dan lutut.. boleh melihat ke pusar dan lutut, karena keduanya bukan aurat untuk dilihat mahram.” (Mughni al Muhtaj 3/129)
2. Batasan Anggota Wudhu
Keterangan ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Hambali. Al Khathib as Syarbini kemudian menjelaskan tentang pendapat yang kedua ini.
“Ada yang berpendapat lelaki mahram hanya boleh melihat bagian yang nampak ketika wanita beraktivitas. Karena bagian anggota badan yang lebih dari itu, tidak ada kepentingan yang mendesak baginya untuk melihatnya. Yang dimaksud bagian yang biasa terlihat ketika beraktivitas adalah wajah, kepala, leher, tangan sampai siku dan kaki sampai lutut.’ (Mughni al Muhtaj 3/129)
Di dalam keterangan lain yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah menyatakan bahwa,
“Boleh bagi lelaki mahram untuk melihat bagian yang biasa nampak di rumah seperti leher, kepala, dua telapak tangan, kaki dan semacamnya. Dan tidak boleh melihat bagian yang umumnya tertutup seperti dada atau punggung atau semacamnya.” (Al Mughni 7/454)
Dalil yang memperkuat sekaligus mendukung pernyataan yang kedua ini adalah firman Allah surat An Nur,
“Janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera mereka atau putra suami mereka atau sudara lelaki mereka...” (QS An Nur 31)
Dan diawal ayat, Allah telah menyebutkan,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya."
Berkata Ibnu Mas’ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang nampak adalah bajunya. Sementara dalam tafsirnya, Al Jasshas menjelaskan bahwa ada dua jenis yang disebut sebagai perhiasan di diri wanita yaitu perhiasan yang biasa nampak seperti baju, wajah dan telapak tangan. Ada juga perhiasan yang tidak biasa nampak seperti gelang, kalung, anting serta perhiasan lainnya.
Ayat tersebut sangat jelas bahwa Allah membolehkan wanita untuk memperlihatkan bagian yang biasa ditampakkan. Namun perhiasan tersebut hanya boleh dilihat oleh mahramnya saja yang berarti terdapat batasan yang jelas dalam hal tersebut dan dinamakan aurat bathin atau yang biasa nampak ketika wanita sedang berada di rumah.
Jadi jawaban dari pertanyaan di awal tersebut adalah anak-anak tidak boleh melihat aurat ibunya sebatas dari apa yang telah terbiasa untuk dilihat dalam beraktivitas seperti wajah, leher, kaki hingga lutut dan tangan hingga siku.
Wallahu A’lam
Sumber: konsultasisyariah.com