KabarMakkah.Com – Orang tua adalah sosok yang telah berjasa dalam kehidupan kita. Tanpa mereka, kita tidak akan hadir di dunia ini. Tanpa mereka pula, kita pun tidak akan dibesarkan dan dididik dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang.
Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk membaktikan diri kepada orang tua dengan berbagai cara. Salah satu melalui adab atau tata nilai kepada orang tua. Tak banyak yang tahu memang, bagaimana seharusnya bersikap kepada sosok yang telah melahirkan dan membesarkan tersebut.
Oleh karena itu ketahuilah bahwa ada adab kesopanan kepada orang tua yang harus kita amalkan setiap saat.
1. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tidak menyenangkan atau pandangan yang tajam.
2. Jangan sekali-kali meninggikan suara ketika berbicara dengan orangtua
Dua adab itu tertuang dengan jelas dalam hadist Bukhari yang menceritakan adab para sahabat kepada Rasulullah sebagai yang dituakan.
“Jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah.” (HR Bukhari)
Sikap merendahkan suara di hadapan orang tua merupakan ciri akhlak mulia dan penghormatan dari anak kepada orang tuanya. Merekalah yang layak mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anaknya karena jasa agung yang telah mereka torehkan.
3. Tidak mendahului dalam berkata
Adab yang selanjutnya adalah tidak mendahului pembicaraan. Berikanlah kesempatan kepada orang tua untuk terlebih dahulu berbicara. Biarkan mereka menyelesaikan pembicaraannya sebelum kita berucap. Hal ini pula yang diterapkan oleh Abdullah bin Umar kepada Rasulullah dan para sahabat lain.
“Kami pernah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di jummar, kemudian Nabi bersabda: Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang muslim. Ibnu Umar berkata: Sebetulnya aku ingin menjawab: Pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda disini maka Abdullah bin Umar diam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang) : Ia adalah pohon kurma.” (HR Bukhari Muslim)
Meski para sahabat yang hadir bukanlah orang tuanya, namun Ibnu Umar tetap menjaga adab sopan santunnya dengan membiarkan dahulu sahabat yang lebih tua umurnya untuk menjawab, meski ia tahu jawabannya. Itulah contoh mulia yang dilakukan oleh para sahabat.
4. Tidak duduk sementara mereka berdiri dalam satu tempat
Keterangan ini dijelaskan dalam hadist Jabir bin Abdillah
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengaduh (karena sakit) ketika itu kami shalat bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk. Dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk. Lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika Rasulullah mengucapkan salam, beliau bersabda ‘Kalian hampir saja melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi. Mereka berdiri di hadapan Raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk. Maka janganlah kalian melakukannya. Berimanlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri. Dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk.” (HR Muslim)
Para ulama memaknai bahwa pelarangan tersebut adalah karena merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh kaum Persia dan Romawi yang saat itu kafir. Sehingga wajib bagi kita untuk menyelisihinya.
5. Mengutamakan orang tua melebihi diri sendiri dalam perkara dunia
Seorang anak hendaknya lebih mengutamakan kepentingan orang tuanya dalam perkara dunia. Sebagai contoh adalah dalam hal minum, makan dan yang lainnya
Kisah yang menceritakan keutamaan adab ini adalah kisah 3 orang pemuda yang terjebak dalam sebuah gua dan tertutup dengan batu besar.
Dalam perenungan, mereka pun menyatakan kepada Allah tentang kebaikan mereka dengan harapan batu besar tersebut bisa terbuka dan mereka pun bisa keluar.
“Ya Allah sesungguhnya aku memiliki orang tua yang telah tua renta. Aku pun memiliki anak dan istri yang kuberi makan dari hasil ternak. Setiap kali selesai menggembala, aku perah susu ternak tersebut untuk mereka. Aku pun mendahulukan kedua orang tuaku sebelum memberikannya kepada istri dan anakku.
Suatu hari, aku sibuk dalam pekerjaan memanenku dan pulang terlalu sore. Aku mendapati kedua orang tua sudah tertidur. Aku pun memerah seperti hari sebelumnya dan aku bawa ke hadapan mereka. Aku berdiri di samping mereka tanpa sedikit pun berani membangunkannya.
Aku pun enggan memberikan susu tersebut kepada anak dan istriku sebelum orang tuaku dahulu yang meminumnya. Meski saat itu anakku sudah sangat kelaparan hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah agar kami bisa melihat langit dari situ.
Maka seketika terbukalah celah yang membuat mereka bisa melihat langit.”
Demikianlah beberapa adab seorang anak kepada orangtuanya. Meski saat ini sangat susah dilakukan karena kebiasaan ataupun didikan dari orang tua yang terlalu membebaskan, namun tidak ada salahnya untuk kita membenahi diri sehingga akan menjadi sebuah kebanggaan bagi kedua orang tua.
Referensi: Fiqhul Taamul maal Walidain
Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk membaktikan diri kepada orang tua dengan berbagai cara. Salah satu melalui adab atau tata nilai kepada orang tua. Tak banyak yang tahu memang, bagaimana seharusnya bersikap kepada sosok yang telah melahirkan dan membesarkan tersebut.
Oleh karena itu ketahuilah bahwa ada adab kesopanan kepada orang tua yang harus kita amalkan setiap saat.
1. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tidak menyenangkan atau pandangan yang tajam.
2. Jangan sekali-kali meninggikan suara ketika berbicara dengan orangtua
Dua adab itu tertuang dengan jelas dalam hadist Bukhari yang menceritakan adab para sahabat kepada Rasulullah sebagai yang dituakan.
“Jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah.” (HR Bukhari)
Sikap merendahkan suara di hadapan orang tua merupakan ciri akhlak mulia dan penghormatan dari anak kepada orang tuanya. Merekalah yang layak mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anaknya karena jasa agung yang telah mereka torehkan.
3. Tidak mendahului dalam berkata
Adab yang selanjutnya adalah tidak mendahului pembicaraan. Berikanlah kesempatan kepada orang tua untuk terlebih dahulu berbicara. Biarkan mereka menyelesaikan pembicaraannya sebelum kita berucap. Hal ini pula yang diterapkan oleh Abdullah bin Umar kepada Rasulullah dan para sahabat lain.
“Kami pernah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di jummar, kemudian Nabi bersabda: Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang muslim. Ibnu Umar berkata: Sebetulnya aku ingin menjawab: Pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda disini maka Abdullah bin Umar diam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang) : Ia adalah pohon kurma.” (HR Bukhari Muslim)
Meski para sahabat yang hadir bukanlah orang tuanya, namun Ibnu Umar tetap menjaga adab sopan santunnya dengan membiarkan dahulu sahabat yang lebih tua umurnya untuk menjawab, meski ia tahu jawabannya. Itulah contoh mulia yang dilakukan oleh para sahabat.
4. Tidak duduk sementara mereka berdiri dalam satu tempat
Keterangan ini dijelaskan dalam hadist Jabir bin Abdillah
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengaduh (karena sakit) ketika itu kami shalat bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk. Dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk. Lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika Rasulullah mengucapkan salam, beliau bersabda ‘Kalian hampir saja melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi. Mereka berdiri di hadapan Raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk. Maka janganlah kalian melakukannya. Berimanlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri. Dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk.” (HR Muslim)
Para ulama memaknai bahwa pelarangan tersebut adalah karena merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh kaum Persia dan Romawi yang saat itu kafir. Sehingga wajib bagi kita untuk menyelisihinya.
5. Mengutamakan orang tua melebihi diri sendiri dalam perkara dunia
Seorang anak hendaknya lebih mengutamakan kepentingan orang tuanya dalam perkara dunia. Sebagai contoh adalah dalam hal minum, makan dan yang lainnya
Kisah yang menceritakan keutamaan adab ini adalah kisah 3 orang pemuda yang terjebak dalam sebuah gua dan tertutup dengan batu besar.
Dalam perenungan, mereka pun menyatakan kepada Allah tentang kebaikan mereka dengan harapan batu besar tersebut bisa terbuka dan mereka pun bisa keluar.
“Ya Allah sesungguhnya aku memiliki orang tua yang telah tua renta. Aku pun memiliki anak dan istri yang kuberi makan dari hasil ternak. Setiap kali selesai menggembala, aku perah susu ternak tersebut untuk mereka. Aku pun mendahulukan kedua orang tuaku sebelum memberikannya kepada istri dan anakku.
Suatu hari, aku sibuk dalam pekerjaan memanenku dan pulang terlalu sore. Aku mendapati kedua orang tua sudah tertidur. Aku pun memerah seperti hari sebelumnya dan aku bawa ke hadapan mereka. Aku berdiri di samping mereka tanpa sedikit pun berani membangunkannya.
Aku pun enggan memberikan susu tersebut kepada anak dan istriku sebelum orang tuaku dahulu yang meminumnya. Meski saat itu anakku sudah sangat kelaparan hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah agar kami bisa melihat langit dari situ.
Maka seketika terbukalah celah yang membuat mereka bisa melihat langit.”
Demikianlah beberapa adab seorang anak kepada orangtuanya. Meski saat ini sangat susah dilakukan karena kebiasaan ataupun didikan dari orang tua yang terlalu membebaskan, namun tidak ada salahnya untuk kita membenahi diri sehingga akan menjadi sebuah kebanggaan bagi kedua orang tua.
Referensi: Fiqhul Taamul maal Walidain