KabarMakkah.Com – Semua orang sejak jaman dahulu hingga sekarang mengenal namanya karena kecemerlangan daya pikir dan hafalannya akan kalimat Allah. Dialah yang menjadi salah satu sahabat Rasulullah dalam mendakwahkan Al Islam, hingga berbagai hajaran kaum kafir ia rasakan dalam menyampaikan kebenaran tersebut.
Terkisah bahwa saat itu para sahabat melakukan diskusi dengan maksud untuk mencari sosok yang berani dan mampu menyampaikan Al Quran di hadapan para pembesar Quraisy yang tengah berkumpul di suatu tempat. Kemudian dari kejauhan berdirilah seorang sahabat yang tak terlukis rasa takut di wajahnya. Ia kemudian berkata, “Saya, Ya Rasulullah!”
Ternyata yang berdiri tersebut adalah sosok yang memiliki pemahaman dan bacaan yang mirip dengan Rasulullah. Ia pun mengetahui dengan jelas tentang ilmu-ilmu Al Quran seperti tafsir, qiraat dan yang lainnya.
Namun setelah diketahui bahwa dirinya bukanlah dari keturunan bangsawan Quraisy, beberapa sahabat yang lain mencegahnya. Apa yang mereka lakukan tersebut karena khawatir jika kaum Quraisy dan para pembesarnya akan menghakimi dengan keji kepadanya.
Dengan tegas ia berkata, “Biarkanlah saya” sehingga para sahabat tak mampu menahannya lagi. Ia pun berangkat ke tempat dimana para kaum dan pembesar Quraisy tengah berkumpul tepat di waktu dhuha.
Sesampainya di sana, ia kemudian menuju ke tengah-tengah kerumunan orang Quraisy yang sedang berkumpul. Setelah meminta ijin untuk berbicara dan pembesar Quraisy pun mempersilakannya, dengan lantang sahabat ini langsung membaca kalimat bismillah dan enam ayat pertama surat Arrahman.
Seorang pembesar kaum Quraisy kemudian berkata, “Apakah yang telah dibacakan oleh anak Ummu ‘Abidin itu?”
Seorang pembesar lain kemudian menjawab, “Dia sedang membacakan apa yang telah dibacakan oleh Muhammad.”
Lantas semua orang yang ada disana serempak mengeroyokinya hingga berbagai tendangan, tinjuan dan pukulan melayang ke arah wajah dan tubuhnya. Akan tetapi sahabat ini tetap melanjutkan bacaannya hingga batas yang telah Allah kehendaki atas dirinya.
Sementara para sahabat yang lain merasa resah dan membayangkan tentang kondisi yang dialami oleh sahabat yang berani mendatangi kaum Quraisy tersebut. Dalam keresahan, muncullah laki-laki pemberani tersebut dengan luka memar yang menutupi seluruh tubuhnya.
Ia berkata, “Kini tidak ada yang lebih mudah bagiku daripada menghadapi musuh-musuh Allah itu.”
Perkataan sahabat ini membuat yang lainnya berdecak kagum dan tanpa rasa takut sahabat itu melanjutkan perkataannya.
“Jika kalian menghendaki, aku akan datang lagi ke tempat itu esok hari!”
Ialah Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu yang telah membuktikan bahwa untuk berdakwah perlu adanya sebuah pengorbanan. Tak hanya berupa harta namun juga berupa pengorbanan fisik.
Untuk kita saat ini, keteladanan tersebut harus dilihat dari segi keberaniannya, bukan melihat prakteknya secara gamblang. Kita bisa melakukan cara dakwah yang lain. Yang jelas apa yang diharapkan yaitu makna Al Quran bisa sampai ke dalam hati manusia yang ada di seluruh dunia.
Wallahu A’lam
Terkisah bahwa saat itu para sahabat melakukan diskusi dengan maksud untuk mencari sosok yang berani dan mampu menyampaikan Al Quran di hadapan para pembesar Quraisy yang tengah berkumpul di suatu tempat. Kemudian dari kejauhan berdirilah seorang sahabat yang tak terlukis rasa takut di wajahnya. Ia kemudian berkata, “Saya, Ya Rasulullah!”
Ilustrasi |
Namun setelah diketahui bahwa dirinya bukanlah dari keturunan bangsawan Quraisy, beberapa sahabat yang lain mencegahnya. Apa yang mereka lakukan tersebut karena khawatir jika kaum Quraisy dan para pembesarnya akan menghakimi dengan keji kepadanya.
Dengan tegas ia berkata, “Biarkanlah saya” sehingga para sahabat tak mampu menahannya lagi. Ia pun berangkat ke tempat dimana para kaum dan pembesar Quraisy tengah berkumpul tepat di waktu dhuha.
Sesampainya di sana, ia kemudian menuju ke tengah-tengah kerumunan orang Quraisy yang sedang berkumpul. Setelah meminta ijin untuk berbicara dan pembesar Quraisy pun mempersilakannya, dengan lantang sahabat ini langsung membaca kalimat bismillah dan enam ayat pertama surat Arrahman.
Seorang pembesar kaum Quraisy kemudian berkata, “Apakah yang telah dibacakan oleh anak Ummu ‘Abidin itu?”
Seorang pembesar lain kemudian menjawab, “Dia sedang membacakan apa yang telah dibacakan oleh Muhammad.”
Lantas semua orang yang ada disana serempak mengeroyokinya hingga berbagai tendangan, tinjuan dan pukulan melayang ke arah wajah dan tubuhnya. Akan tetapi sahabat ini tetap melanjutkan bacaannya hingga batas yang telah Allah kehendaki atas dirinya.
Sementara para sahabat yang lain merasa resah dan membayangkan tentang kondisi yang dialami oleh sahabat yang berani mendatangi kaum Quraisy tersebut. Dalam keresahan, muncullah laki-laki pemberani tersebut dengan luka memar yang menutupi seluruh tubuhnya.
Ia berkata, “Kini tidak ada yang lebih mudah bagiku daripada menghadapi musuh-musuh Allah itu.”
Perkataan sahabat ini membuat yang lainnya berdecak kagum dan tanpa rasa takut sahabat itu melanjutkan perkataannya.
“Jika kalian menghendaki, aku akan datang lagi ke tempat itu esok hari!”
Ialah Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu yang telah membuktikan bahwa untuk berdakwah perlu adanya sebuah pengorbanan. Tak hanya berupa harta namun juga berupa pengorbanan fisik.
Untuk kita saat ini, keteladanan tersebut harus dilihat dari segi keberaniannya, bukan melihat prakteknya secara gamblang. Kita bisa melakukan cara dakwah yang lain. Yang jelas apa yang diharapkan yaitu makna Al Quran bisa sampai ke dalam hati manusia yang ada di seluruh dunia.
Wallahu A’lam