Semoga cerita ini bisa kita ambil hikmahnya dan kita jadikan pelajaran yang berharga, khususnya untuk saudariku yang belum menikah dimana dahulu aku mencintai laki-laki yang telah beristri.
Cerita ini kumulai dengan menyebutkan nama diriku yaitu Evi. Saat itu aku tengah bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki beberapa departemen. Pada awalnya aku ditugaskan di departemen A yang ternyata sistem kerjanya terbilang ringan dan santai. Namun beberapa bulan kemudian aku pun dipindahkan ke departemen B dimana posisiku menjadi seorang front office. Tentu saja tugas tersebut mengharuskanku bertemu dan berurusan dengan banyak pria dan wanita. Semuanya berjalan sebagaimana biasanya, sampai suatu ketika aku bertemu dengan seorang pria berjanggut dan mengharuskan berurusan kerja dengannya.
Jika melihat dari segi wajah, tak ada kelebihan yang dimiliki pria tersebut. Bahkan di kantorku ada pria yang lebih tampan wajahnya. Namun aneh saat ia tersenyum kepadaku. Terasa ada getar-getar yang membuat hatiku tak karuan. Terlebih lagi kesopanannya yang berbanding terbalik dengan pria lainnya yang bisa dikatakan kasar.
Pertemuanku dengannya sudah berkali-kali hingga benih-benih cinta pun tumbuh. Ya Allah aku jatuh cinta padanya. Ia adalah seorang lelaki dengan segala keshalehannya. Ia pun sering mengimami shalat saat waktu adzan telah tiba. Ini baru kuketahui dari perkataan rekan pria lain karena shaf wanita dengan shaf pria terhalang hijab.
Waktu terus membuat hatiku menjadi gelisah. Sulit untuk bisa meredam gundahnya hatiku yang tengah dilanda rasa cinta yang mendalam. Mengetahui bahwa dahulu ada shahabiyah yang berniat melamar Rasul, membuatku ingin mencontohnya.
Namun keberanian tersebut belum berkumpul di benakku. Aku pun berdiskusi dengan teman-temanku yang wanita yang lebih dahulu mengenal sosok pria tersebut.
“Vie, dia sudah menikah dan bahkan sudah punya anak” Jawab temanku. Sontak seketika itu juga hatiku seakan tersambar halilintar yang keras. Ya Allah ternyata aku mencintai seorang pria yang telah beristri.
Sempat terpikir olehku untuk menjadi istri keduanya. Namun apakah istrinya yang pertama mau menerima? Aku tak mau dicap sebagai perusak rumah tangga.
Astagfirullah...ku harus kuat untuk memendam cinta ini dan menyerahkannya pada Allah semata. Memang butuh waktu untuk meredakannya, namun insyaallah aku kuat.
Wahai saudariku, patah hati memang sangat menyakitkan, memendam cinta yang tengah bersemi pun sungguh sangat menyiksa batin. Oleh karena itu jangan kalian ulangi apa telah aku alami. Teruslah memperhatikan hatimu dan ikuti setiap nasehat dari ustadzahmu. Lakukan ta'aruf, menikah dan jatuh cintalah. Janganlah mengikuti perasaan semata meski ada lelaki shalih yang teramat baik terhadapmu.
Untuk engkau wahai saudaraku, terlepas dari apakah engkau telah menikah ataupun belum. Janganlah engkau terlalu sering tersenyum pada wanita yang belum menikah. Apakah engkau sengaja melukai hatinya setelah ia jatuh cinta terhadapmu? Berbuat baiklah dan jaga pergaulanmu. Ungkapkan pula bahwa engkau telah menikah jika memang engkau telah beristri.
Cerita ini kumulai dengan menyebutkan nama diriku yaitu Evi. Saat itu aku tengah bekerja di sebuah perusahaan yang memiliki beberapa departemen. Pada awalnya aku ditugaskan di departemen A yang ternyata sistem kerjanya terbilang ringan dan santai. Namun beberapa bulan kemudian aku pun dipindahkan ke departemen B dimana posisiku menjadi seorang front office. Tentu saja tugas tersebut mengharuskanku bertemu dan berurusan dengan banyak pria dan wanita. Semuanya berjalan sebagaimana biasanya, sampai suatu ketika aku bertemu dengan seorang pria berjanggut dan mengharuskan berurusan kerja dengannya.
Jika melihat dari segi wajah, tak ada kelebihan yang dimiliki pria tersebut. Bahkan di kantorku ada pria yang lebih tampan wajahnya. Namun aneh saat ia tersenyum kepadaku. Terasa ada getar-getar yang membuat hatiku tak karuan. Terlebih lagi kesopanannya yang berbanding terbalik dengan pria lainnya yang bisa dikatakan kasar.
Pertemuanku dengannya sudah berkali-kali hingga benih-benih cinta pun tumbuh. Ya Allah aku jatuh cinta padanya. Ia adalah seorang lelaki dengan segala keshalehannya. Ia pun sering mengimami shalat saat waktu adzan telah tiba. Ini baru kuketahui dari perkataan rekan pria lain karena shaf wanita dengan shaf pria terhalang hijab.
Waktu terus membuat hatiku menjadi gelisah. Sulit untuk bisa meredam gundahnya hatiku yang tengah dilanda rasa cinta yang mendalam. Mengetahui bahwa dahulu ada shahabiyah yang berniat melamar Rasul, membuatku ingin mencontohnya.
Namun keberanian tersebut belum berkumpul di benakku. Aku pun berdiskusi dengan teman-temanku yang wanita yang lebih dahulu mengenal sosok pria tersebut.
“Vie, dia sudah menikah dan bahkan sudah punya anak” Jawab temanku. Sontak seketika itu juga hatiku seakan tersambar halilintar yang keras. Ya Allah ternyata aku mencintai seorang pria yang telah beristri.
Sempat terpikir olehku untuk menjadi istri keduanya. Namun apakah istrinya yang pertama mau menerima? Aku tak mau dicap sebagai perusak rumah tangga.
Astagfirullah...ku harus kuat untuk memendam cinta ini dan menyerahkannya pada Allah semata. Memang butuh waktu untuk meredakannya, namun insyaallah aku kuat.
Wahai saudariku, patah hati memang sangat menyakitkan, memendam cinta yang tengah bersemi pun sungguh sangat menyiksa batin. Oleh karena itu jangan kalian ulangi apa telah aku alami. Teruslah memperhatikan hatimu dan ikuti setiap nasehat dari ustadzahmu. Lakukan ta'aruf, menikah dan jatuh cintalah. Janganlah mengikuti perasaan semata meski ada lelaki shalih yang teramat baik terhadapmu.
Untuk engkau wahai saudaraku, terlepas dari apakah engkau telah menikah ataupun belum. Janganlah engkau terlalu sering tersenyum pada wanita yang belum menikah. Apakah engkau sengaja melukai hatinya setelah ia jatuh cinta terhadapmu? Berbuat baiklah dan jaga pergaulanmu. Ungkapkan pula bahwa engkau telah menikah jika memang engkau telah beristri.