KabarMakkah.Com - Pahit memang, namun fakta tetaplah fakta. Kejadian nyata tetap tidak bisa dipungkiri sebagai kejadian maya. Mata dan telinga kita sudah menyaksikan dengan sendirinya, tanpa meminjam indra pendengar dan penglihatan orang lain bahwa Kiyai tukang gosip dan Ustadz tukang pacaran.
Betapa banyak tokoh agama yang berpakaian serba islami dengan sorban dan jubahnya ditambah titel Kyai atau Ustadz yang disandangkan di depan nama mereka, namun amal perbuatan mereka jauh dari nilai-nilai islami yang dicontohkan nabinya. Pak ‘Kiyai’ entah sadar atau tidak telah banyak berbicara membeberkan keburukan orang lain yang tidak disukainya.
Namun jika diingatkan, mereka punya segudang alasan dengan berbagai rangkaian kata pembenaran. Padahal Ia sendiri yang lebih paham bahwa ghibah itu berujung pada dosa, dimana Al Qur’an menggambarkan perumpamaannnya sebagai seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri yang telah mati. Sungguh menjijikkan, namun banyak dilakukan.
Lain halnya dengan pak ‘Ustadz’ yang biasanya berumur lebih muda. Beliau suka menebar pesona pada mustami yang mendengarnya. Sehingga tanpa sadar mereka telah menanam benih-benih perselingkuhan. Walaupun memang pada akhirnya, sang muslimah cantik yang terjerat dinikahi secara syah dengan alasan mengikuti sunnah nabi. Padahal tidaklah nabinya menikahi seorang wanita, kecuali untuk menolongnya. Bukan hanya sekedar pemenuhan hasrat biologis seperti dirinya.
Akan tetapi satu hal yang harus kita ingat, satu hal yang harus selalu kita pegang ketika kita dihadapkan pada kejadian serupa, bahwa kita tidak boleh menilai semuanya dengan pukul rata. Tidak semua Kiyai dan Ustadz berperilaku demikian. Masih banyak Kiyai dan ustadz yang memang betul-betul mendedikasikan hidupnya untuk keselamatan umat. Masih banyak Kiyai dan Ustadz yang menjaga setiap tutur kata dan perbuatannya dari sifat-sifat tercela.
Mereka sadar bahwa segala tindak tanduknya jadi sorotan umat. Mereka tidak mau jika ada umat yang berbuat salah dan berdalih dengan alasan bahwa Ia mencontoh perilaku pak Kiyai dan pak Ustadz. Dan terlebih lagi mereka sadar bahwa perilaku dan tutur kata mereka ada dalam sorotan pengawasan Allah SWT.
Satu hal lagi yang harus kita ingat bahwa didalam keburukan perilaku orang yang bertitel ‘Kiyai’ dan ‘Ustadz’ tersebut pasti masih ada perilaku lainnya yang baik. Karena di dalam keburukan sikap seseorang pasti ada baiknya, dan di dalam kebaikan sikap seseorang pasti ada buruknya. Maka dari itu, ambilah yang baik dan buanglah yang buruknya.
Memang begitulah jika kita meneladani orang yang masih hidup sezaman dengan kita. Kita tidak tahu apakah dia akan tercatat sejarah sebagai orang baik ataukah orang buruk. Nabi SAW dan generasi setelahnya-lah sebaik-baik yang bisa jadi panutan untuk digugu dan ditiru. Mereka sudah terbukti tercatat sebagai para muttaqin, orang-orang yang takwa kepada Allah SWT.
Namun demikian tidak salah pula jika kita meneladani yang masih hidup. Asalkan jika panutan kita berlaku salah kita bisa menyikapinya dengan bijak. Jangan jadi malah menilai buruk akan Islam dan seluruh kaum muslimin. Kita harus sadar bahwa keburukan yang ditunjukkan pak ‘Kiyai’ dan pak ‘Ustadz’ tersebut bukan berasal dari ajaran Dinullah. Namun dari ketergelinciran pelakunya sebagai manusia yang diberi hawa nafsu.
Ambil tindakan nyata dengan mengingatkan mereka secara ma’ruf. Berkatalah yang benar walaupun pahit. Diam bukanlah emas lagi jika kita melihat kemungkaran dan mampu mengubahnya dengan lisan kita, namun kita tidak melakukannya. Bahaya besar sedang mengancam jika kita membiarkan ‘Kiyai’ tukang gosip dan ‘Ustadz’ tukang pacaran tumbuh subur di tengah-tengah umat.
‘Kiyai’ Tukang Gosip Dan ‘Ustadz’ Tukang Pacaran |
Betapa banyak tokoh agama yang berpakaian serba islami dengan sorban dan jubahnya ditambah titel Kyai atau Ustadz yang disandangkan di depan nama mereka, namun amal perbuatan mereka jauh dari nilai-nilai islami yang dicontohkan nabinya. Pak ‘Kiyai’ entah sadar atau tidak telah banyak berbicara membeberkan keburukan orang lain yang tidak disukainya.
Lain halnya dengan pak ‘Ustadz’ yang biasanya berumur lebih muda. Beliau suka menebar pesona pada mustami yang mendengarnya. Sehingga tanpa sadar mereka telah menanam benih-benih perselingkuhan. Walaupun memang pada akhirnya, sang muslimah cantik yang terjerat dinikahi secara syah dengan alasan mengikuti sunnah nabi. Padahal tidaklah nabinya menikahi seorang wanita, kecuali untuk menolongnya. Bukan hanya sekedar pemenuhan hasrat biologis seperti dirinya.
Akan tetapi satu hal yang harus kita ingat, satu hal yang harus selalu kita pegang ketika kita dihadapkan pada kejadian serupa, bahwa kita tidak boleh menilai semuanya dengan pukul rata. Tidak semua Kiyai dan Ustadz berperilaku demikian. Masih banyak Kiyai dan ustadz yang memang betul-betul mendedikasikan hidupnya untuk keselamatan umat. Masih banyak Kiyai dan Ustadz yang menjaga setiap tutur kata dan perbuatannya dari sifat-sifat tercela.
Mereka sadar bahwa segala tindak tanduknya jadi sorotan umat. Mereka tidak mau jika ada umat yang berbuat salah dan berdalih dengan alasan bahwa Ia mencontoh perilaku pak Kiyai dan pak Ustadz. Dan terlebih lagi mereka sadar bahwa perilaku dan tutur kata mereka ada dalam sorotan pengawasan Allah SWT.
Satu hal lagi yang harus kita ingat bahwa didalam keburukan perilaku orang yang bertitel ‘Kiyai’ dan ‘Ustadz’ tersebut pasti masih ada perilaku lainnya yang baik. Karena di dalam keburukan sikap seseorang pasti ada baiknya, dan di dalam kebaikan sikap seseorang pasti ada buruknya. Maka dari itu, ambilah yang baik dan buanglah yang buruknya.
Memang begitulah jika kita meneladani orang yang masih hidup sezaman dengan kita. Kita tidak tahu apakah dia akan tercatat sejarah sebagai orang baik ataukah orang buruk. Nabi SAW dan generasi setelahnya-lah sebaik-baik yang bisa jadi panutan untuk digugu dan ditiru. Mereka sudah terbukti tercatat sebagai para muttaqin, orang-orang yang takwa kepada Allah SWT.
Baca Juga: Inilah Da'i Da'i Syetan Pelempar Manusia Ke Jahannam
Namun demikian tidak salah pula jika kita meneladani yang masih hidup. Asalkan jika panutan kita berlaku salah kita bisa menyikapinya dengan bijak. Jangan jadi malah menilai buruk akan Islam dan seluruh kaum muslimin. Kita harus sadar bahwa keburukan yang ditunjukkan pak ‘Kiyai’ dan pak ‘Ustadz’ tersebut bukan berasal dari ajaran Dinullah. Namun dari ketergelinciran pelakunya sebagai manusia yang diberi hawa nafsu.
Ambil tindakan nyata dengan mengingatkan mereka secara ma’ruf. Berkatalah yang benar walaupun pahit. Diam bukanlah emas lagi jika kita melihat kemungkaran dan mampu mengubahnya dengan lisan kita, namun kita tidak melakukannya. Bahaya besar sedang mengancam jika kita membiarkan ‘Kiyai’ tukang gosip dan ‘Ustadz’ tukang pacaran tumbuh subur di tengah-tengah umat.