Wahai calon mertua.. selektiflah dalam memilih menantu. Jangan hanya terpukau dengan wajah rupawan, karir gemilang, keluarga terpandang dan kekayaan yang tak kan habis dimakan tujuh turunan.
Semua itu hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil Sang pemilik haqiqi. Ada hal lain yang harus Anda perhatikan dalam memilih menantu. Jika jawabannya ‘tidak’, tolak lamarannya. Percakapan antara calon mertua dan calon menantu dibawah ini semoga bisa dijadikan pelajaran berharga. Simaklah..
***
Calon mertua: “Apakah Ananda telah bekerja?”
Calon menantu: “Alhamdulillah pak saya telah bekerja dan mengemban jabatan yang cukup bagus di kantor. Malah saya sering dipercaya oleh pihak kantor untuk memegang proyek-proyek penting. Alhasil setiap akhir tahun, saya mendapat tiket jalan-jalan gratis ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan sering pula ke luar negeri”.
Calon mertua: “Alhamdulillah. Berarti jejak kaki Ananda sudah tidak asing lagi diterima di tanah nun jauh di luar kota dan di luar negeri sana”.
Calon menantu:“Iya pak.... akibat seringnya bolak-balik ke luar kota dan luar negeri, bahkan sebagian besar penduduknya sudah banyak yang akrab dan mengenal saya”.
Calon mertua: “O.... kalau begitu, Ananda pun pasti sudah akrab juga dengan para penjaga mesjid di daerah baru tersebut?”
Calon menantu:“Emmh.... kalau mereka, terus terang saya TIDAK mengenalnya pak. Maklumlah, saya kesana kan mendapat jatah jalan-jalan gratis dari kantor. Jadi ya saya optimalkan waktu saya untuk berkunjung menikmati daerah-daerah wisata yang indah-indah. Jika sudah ada di tempat wisata yang indah luar biasa seperti itu, saya biasanya menghabiskan waktu seharian. Saya tidak sempat untuk pergi ke mesjid dan mengenal para penjaganya”.
Calon mertua:“O.... Jadi bagaimana Ananda melaksanakan sholat 5 waktu? Bukankah Ananda melaksanakannya dengan berjamaah di mesjid?”
Calon menantu: “Emhh.... TIDAK pak. Bukankah sholat di mesjid hanya sunnah? Saya biasanya mengerjakan sholat di hotel saja pak, jika saya telah pulang dari tempat-tempat wisata”.
Calon mertua: “Lho.... bukankah tadi Ananda bilang bahwa Ananda bisa menghabiskan waktu seharian di tempat wisata? Lalu bagaimana dengan sholat Dzuhur dan Ashar?”.
Calon menantu: “Allah kan tidak menyulitkan hambanya pak. Saya biasa merapel sholat Dzuhur dan Ashar di satu waktu, yakni di akhir waktu Ashar”.
Calon mertua: “O... begitu yah? Emmh kalau begitu Bapak mohon maaf. Mohon maaf sekali. Sepertinya Bapak belum bisa mempercayakan anak Bapak pada Ananda. Kebetulan tadi pagi ada pula yang melamar putri Bapak. Dia pemuda sederhana yang belum pernah merasakan menginjakkan kaki di negeri orang sekali pun. Namun langkah-langkah kakinya sudah tidak asing lagi bagi para penghuni masjid di sini. Dia tidak pernah ketinggalan dalam urusan sholat wajib berjamaah. Dia selalu menjadi orang pertama yang memenuhi panggilan Robbnya ketika sang muadzin telah mengumandangkan Adzan. Mungkin Ananda InsyaAllah akan menemukan jodoh yang lain”.
Calon menantu: “.......( tertunduk malu)”.
Pupus sudah harapan si calon menantu untuk dapat beristrikan putri cantik sang calon mertua. Padahal dari rumah, sebelum pergi melamar, dia begitu yakin bahwa dirinya dapat menaklukan hati sang calon mertua dengan segudang kelebihannya. Kebanggaan dirinya menjadi orang kepercayaan atasan sehingga karirnya menanjak tinggi dan dirinya leluasa jalan-jalan gratis ke negeri orang ternyata tidak menjadikannya mendapat point plus di mata sang calon mertua.
Lamarannya ditolak. Bahkan dia diberi tahu ada pelamar lain, pemuda sederhana yang tidak ada apa-apanya. Namun pemuda sederhana tersebut berhasil mengalahkan dirinya. Sang calon mertua lebih memilih pemuda yang langkah-langkah kakinya digerakkan untuk bolak-balik mesjid ketimbang ia yang bolak-balik ke luar negeri.
***
Inilah kisah dimana sang ayah arif bijaksana memilih pasangan hidup bagi putri tercintanya. Ia yakin pemuda yang gemar memenuhi panggilan Dzat yang menciptakannya akan menjadi nahkoda yang bisa mengemudikan biduk rumah tangga menuju syurgaNya kelak.
Berbeda dengan orang yang menganggap panggilan Robbnya sebagai angin lalu. Bagaimana ia akan menyayangi istri dan anaknya kelak sedangkan ia tidak menyayangi dirinya sendiri. Ia tidak sayang akan diri dan jiwanya yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Jika ia sayang pada dirinya tentunya ia akan berusaha sekuat tenaga menghindarkan diri dari adzab Allah SWT yang amat pedih.
Oleh karena bagi sahabat muslim dimana pun berada jadikanlah langkah hidup kita senantiasa melaksanakan segala yang Allah perintahkan. Dunia memang membuat kita berbangga-bangga, namun tak selamanya kehidupan dunia mampu membeli kebahagiaan di dunia sekaligus keselamatan di akhirat.
Semua itu hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil Sang pemilik haqiqi. Ada hal lain yang harus Anda perhatikan dalam memilih menantu. Jika jawabannya ‘tidak’, tolak lamarannya. Percakapan antara calon mertua dan calon menantu dibawah ini semoga bisa dijadikan pelajaran berharga. Simaklah..
***
Calon mertua: “Apakah Ananda telah bekerja?”
Calon menantu: “Alhamdulillah pak saya telah bekerja dan mengemban jabatan yang cukup bagus di kantor. Malah saya sering dipercaya oleh pihak kantor untuk memegang proyek-proyek penting. Alhasil setiap akhir tahun, saya mendapat tiket jalan-jalan gratis ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan sering pula ke luar negeri”.
Calon mertua: “Alhamdulillah. Berarti jejak kaki Ananda sudah tidak asing lagi diterima di tanah nun jauh di luar kota dan di luar negeri sana”.
Calon menantu:“Iya pak.... akibat seringnya bolak-balik ke luar kota dan luar negeri, bahkan sebagian besar penduduknya sudah banyak yang akrab dan mengenal saya”.
Calon mertua: “O.... kalau begitu, Ananda pun pasti sudah akrab juga dengan para penjaga mesjid di daerah baru tersebut?”
Calon menantu:“Emmh.... kalau mereka, terus terang saya TIDAK mengenalnya pak. Maklumlah, saya kesana kan mendapat jatah jalan-jalan gratis dari kantor. Jadi ya saya optimalkan waktu saya untuk berkunjung menikmati daerah-daerah wisata yang indah-indah. Jika sudah ada di tempat wisata yang indah luar biasa seperti itu, saya biasanya menghabiskan waktu seharian. Saya tidak sempat untuk pergi ke mesjid dan mengenal para penjaganya”.
Calon mertua:“O.... Jadi bagaimana Ananda melaksanakan sholat 5 waktu? Bukankah Ananda melaksanakannya dengan berjamaah di mesjid?”
Calon menantu: “Emhh.... TIDAK pak. Bukankah sholat di mesjid hanya sunnah? Saya biasanya mengerjakan sholat di hotel saja pak, jika saya telah pulang dari tempat-tempat wisata”.
Calon mertua: “Lho.... bukankah tadi Ananda bilang bahwa Ananda bisa menghabiskan waktu seharian di tempat wisata? Lalu bagaimana dengan sholat Dzuhur dan Ashar?”.
Calon menantu: “Allah kan tidak menyulitkan hambanya pak. Saya biasa merapel sholat Dzuhur dan Ashar di satu waktu, yakni di akhir waktu Ashar”.
Calon mertua: “O... begitu yah? Emmh kalau begitu Bapak mohon maaf. Mohon maaf sekali. Sepertinya Bapak belum bisa mempercayakan anak Bapak pada Ananda. Kebetulan tadi pagi ada pula yang melamar putri Bapak. Dia pemuda sederhana yang belum pernah merasakan menginjakkan kaki di negeri orang sekali pun. Namun langkah-langkah kakinya sudah tidak asing lagi bagi para penghuni masjid di sini. Dia tidak pernah ketinggalan dalam urusan sholat wajib berjamaah. Dia selalu menjadi orang pertama yang memenuhi panggilan Robbnya ketika sang muadzin telah mengumandangkan Adzan. Mungkin Ananda InsyaAllah akan menemukan jodoh yang lain”.
Calon menantu: “.......( tertunduk malu)”.
Pupus sudah harapan si calon menantu untuk dapat beristrikan putri cantik sang calon mertua. Padahal dari rumah, sebelum pergi melamar, dia begitu yakin bahwa dirinya dapat menaklukan hati sang calon mertua dengan segudang kelebihannya. Kebanggaan dirinya menjadi orang kepercayaan atasan sehingga karirnya menanjak tinggi dan dirinya leluasa jalan-jalan gratis ke negeri orang ternyata tidak menjadikannya mendapat point plus di mata sang calon mertua.
Lamarannya ditolak. Bahkan dia diberi tahu ada pelamar lain, pemuda sederhana yang tidak ada apa-apanya. Namun pemuda sederhana tersebut berhasil mengalahkan dirinya. Sang calon mertua lebih memilih pemuda yang langkah-langkah kakinya digerakkan untuk bolak-balik mesjid ketimbang ia yang bolak-balik ke luar negeri.
***
Inilah kisah dimana sang ayah arif bijaksana memilih pasangan hidup bagi putri tercintanya. Ia yakin pemuda yang gemar memenuhi panggilan Dzat yang menciptakannya akan menjadi nahkoda yang bisa mengemudikan biduk rumah tangga menuju syurgaNya kelak.
Berbeda dengan orang yang menganggap panggilan Robbnya sebagai angin lalu. Bagaimana ia akan menyayangi istri dan anaknya kelak sedangkan ia tidak menyayangi dirinya sendiri. Ia tidak sayang akan diri dan jiwanya yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Jika ia sayang pada dirinya tentunya ia akan berusaha sekuat tenaga menghindarkan diri dari adzab Allah SWT yang amat pedih.
Oleh karena bagi sahabat muslim dimana pun berada jadikanlah langkah hidup kita senantiasa melaksanakan segala yang Allah perintahkan. Dunia memang membuat kita berbangga-bangga, namun tak selamanya kehidupan dunia mampu membeli kebahagiaan di dunia sekaligus keselamatan di akhirat.