KabarMakkah.Com - Benarkah kita punya rasa takut akan kiamat?. Sepenggal kalimat tanya yang mungkin bagi kebanyakan orang tidak perlu dipertanyakan. Setiap orang yang ditanya dengan pertanyaan tersebut sudah pasti memberikan jawaban yang sama- saya takut akan datangnya kiamat-. Namun apakah benar pernyataan tersebut? ataukah hanya berasal dari lidah tak bertulang, sedang hati tiada merasakannya?
Maka daripada itu, sebelum lidah kita berucap, baiknya kita renungkan dulu pertanyaan tersebut dan baiknya kita berkaca dulu dari kisah di bawah ini:
Amalan Rasulullah SAW Ketika Terjadi Angin Kencang Yang Membawa Awan Hitam
Aisyah R.A berkata, apabila terjadi mendung, awan hitam dan angin kencang, wajah Nabi SAW yang biasanya memancarkan cahaya, seketika berubah pucat. Dengan gelisah, beliau akan keluar masuk Masjid sambil berdoa:
“Ya Allah, saya memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya dan kebaikan yang Engkau kirim bersamanya. Dan saya berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan yang ada di dalamnya dan kejahatan yang Engkau kirim bersamanya”.
Aisyah R.A berkata lagi, :”Apabila hujan turun, maka wajah Rasulullah kembali ceria. Saya bertanya kepada beliau: “Apabila terjadi awan mendung, semua orang merasa gembira karena menandakan hujan akan turun, tetapi mengapa engkau justru terlihat ketakutan?”
Rasulullah SAW menjawab: “Wahai Aisyah bagaimana saya dapat meyakini bahwa angin kencang dan awan mendung tersebut tidak akan mendatangkan adzab Allah? Bukankah kaum ‘Ad telah dibinasakan dengan angin topan? Ketika melihat awan mendung, mereka merasa gembira karena mengira akan turun hujan. Tetapi bukan hujan yang turun, melainkan adzab Allah yang membinasakan".
Allah SWT berfirman: “Maka ketika mereka melihat awan itu menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata: Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita. Bukan, bahkan itulah ancaman yang kamu minta segerakan, yaitu angin yang didalamnya terdapat adzab yang pedih yang membinasakan segala apa yang diperintah Tuhannya, sehingga jadilah mereka tidak terlihat melainkan tempat-tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami balas kaum yang durhaka”. (QS Al Ahqaf :24-25)
Siapakah kaum ‘Ad?
‘Ad adalah kaumnya Nabi Hud A.S yang menghuni daerah Al ahqaf, Hadhramaut, Yaman. Allah telah memberi kelebihan pada mereka akan perawakan dan kekuatan tubuh. Ni’mat ini tidak membuat mereka menjadi hamba-hamba yang bersyukur, malah mereka menjelma menjadi hamba-hamba yang kufur.
Mereka tidak mau menerima ajakan Nabi Hud A.S untuk beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Mereka menolak meninggalkan kebiasaan nenek moyangnya dalam hal menyembah berhala. Mereka menganggap Nabi Hud A.S sebagai orang gila dan pendusta. Lebih jauh lagi, dengan sombongnya mereka meminta agar Nabi Hud A.S meminta pada Tuhannya untuk menyegerakan adzab yang selama ini diperingatkannya.
Maka mulailah datang kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman-tanaman mereka. Mereka pun terancam bahaya kelaparan. Disaat seperti itu datang awan mendung hitam sehingga mereka merasa gembira karenanya, sebab mengira awan hitam tersebut akan membawa hujan yang memberi kehidupan.
Akan tetapi bukan hujan pemberi kehidupan yang turun, melainkan hujan topan yang membinasakan. Allah SWT menimpakan angin yang mengandung hawa sangat dingin lagi kencang selama tujuh malam dan delapan hari tanpa henti. Maka kaum ‘Ad mati bergelimpangan laksana tanggul-tanggul pohon kurma yang telah lapuk. Tidak ada yang tersisa satu orangpun dari kaum yang membangkang ini. Yang terlihat hanyalah puing tempat-tempat tinggal mereka.
Amalan Rasulullah Ketika Terjadi Gerhana Matahari
Suatu ketika pernah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah SAW. Para sahabat segera meninggalkan pekerjaan mereka masing-masing dan menuju Masjid. Anak-anak kecil yang sedang berlatih memanah pun berlarian ke Masjid untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Rasulullah SAW terkait peristiwa tersebut.
Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat yang sangat panjang. Sambil menangis, kemudian beliau berdo’a: “Ya Allah, Engkau telah berjanji bahwa engkau tidak akan menyiksa mereka selama saya ada bersama mereka. Dan Engkau tidak akan mengazab mereka selama mereka meminta ampunan kepada-Mu”.
Setelah itu beliau memberikan nasihat kepada orang-orang, “Apabila terjadi gerhana bulan atau matahari, maka segeralah kalian melakukan sholat. Seandainya kalian mengetahui keadaan hari akhirat sebagaimana yang saya ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Apabila terjadi lagi peristiwa seperti ini, maka dirikanlah sholat, berdo’a kepada Allah dan bersedekahlah”.
Dua kisah diatas kiranya sudah cukup menggambarkan bagaimana perasaan takut Rasulullah SAW ketika terjadi peristiwa alam. Beliau takut seumpama peristiwa tersebut mengandung adzab Allah seperti yang menimpa kaum-kaum terdahulu.
Padahal siapakah Rasulullah?...
Muhammadurrasulullah adalah manusia pilihan Allah yang ada dalam penjagaanNya. Setiap tingkah laku, ucap gerak Rasulullah selalu berada dalam penjagaan Allah SWT. Perasaan sedih, senang dan marah Rasulullah tidak akan menjerumuskannya ke dalam suatu perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan agama. Sehingga Nabi Muhammad SAW tidak mungkin berlumuran dosa dalam hidupnya.
Selain itu, Nabi akhir zaman ini telah mendapatkan janji Allah bahwa Allah SWT tidak akan pernah menyiksa suatu kaum selama nabi SAW berada di dalamnya.
FirmanNya: “Dan Allah tidak akan mengazab mereka selama kamu berada diantara mereka. Dan Dia tidak mengazab mereka selama mereka meminta ampun” (QS Al Anfal: 33)
Namun demikian, Rasulullah SAW tetap merasa takut akan datangnya adzab Allah jika hadir angin kencang yang membawa awan hitam. Beliau teringat akan kaum-kaum terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah SWT. Gelisah merayapi hati beliau sehingga membuatnya bolak-balik keluar-masuk Masjid sambil berdo’a memohon perlindungan kepada Dzat yang mengirim awan hitam tersebut.
Begitu pula ketika terjadi gerhana matahari. Beliau segera mendirikan shalat, berdo’a memohon perlindunganNya. Menetes air mata dari kedua pelupuk matanya. Beliau memikirkan akan nasib kaumnya, takut jika Allah menimpakan siksaan atasnya.
Lalu, marilah kita tengok diri kita. Kita tidak pernah merasa takut apabila terjadi peristiwa alam dan bencana yang menyertai peristiwa tersebut. Ketika terjadi gempa bumi, gunung meletus, banjir dan lain sebagainya, yang kita pikirkan hanyalah bagaimana menyelamatkan harta benda yang ada dalam rumah. Kemarau panjang yang diderita pun tidak dipetik pelajaran darinya. Padahal mungkin saja kemarau tersebut sama seperti kemaraunya kaum ‘Ad, yakni kemarau yang berakhir dengan hujan topan yang membinasakan.
Bukan do’a meminta perlindungan dan memohon ampunan yang terucap dari lisan kita, terhadap musibah yang terjadi. Akan tetapi keluh-kesah dan bahkan sumpah serapahlah yang keluar. Ratap tangis muncul bukan karena menyesali dosa, akan tetapi karena harta yang selama ini ditumpuk dan dikumpulkan lenyap dalam sekejap.
Padahal diri kita bergelimang dengan noda dan dosa. Ditengah-tengah kita pun sudah tidak ada Rasulullah yang mampu menjamin tidak turunnya adzab Allah. Sedikit sekali yang berpikir dan merasa takut jangan-jangan adzab Allah akan turun. Dan sedikit pula yang berpikir jangan-jangan inilah hari yang dijanjikan itu. Hari dimana seluruh alam semesta dihancurkan.
Kita selalu merasa bahwa kiamat masih jauh nun di ujung sana. Kita selalu merasa masih banyak waktu untuk hidup di dunia ini. Masih banyak waktu untuk mengumpulkan harta, dan masih banyak waktu untuk menunda-nunda pelaksanaan amal sholeh.
Ya Allah ampunilah hambamu yang lalai ini....
Maka daripada itu, sebelum lidah kita berucap, baiknya kita renungkan dulu pertanyaan tersebut dan baiknya kita berkaca dulu dari kisah di bawah ini:
Langit mendung tidak selalu menjadi pertanda turun hujan |
Aisyah R.A berkata, apabila terjadi mendung, awan hitam dan angin kencang, wajah Nabi SAW yang biasanya memancarkan cahaya, seketika berubah pucat. Dengan gelisah, beliau akan keluar masuk Masjid sambil berdoa:
“Ya Allah, saya memohon kepadamu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya dan kebaikan yang Engkau kirim bersamanya. Dan saya berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan yang ada di dalamnya dan kejahatan yang Engkau kirim bersamanya”.
Aisyah R.A berkata lagi, :”Apabila hujan turun, maka wajah Rasulullah kembali ceria. Saya bertanya kepada beliau: “Apabila terjadi awan mendung, semua orang merasa gembira karena menandakan hujan akan turun, tetapi mengapa engkau justru terlihat ketakutan?”
Rasulullah SAW menjawab: “Wahai Aisyah bagaimana saya dapat meyakini bahwa angin kencang dan awan mendung tersebut tidak akan mendatangkan adzab Allah? Bukankah kaum ‘Ad telah dibinasakan dengan angin topan? Ketika melihat awan mendung, mereka merasa gembira karena mengira akan turun hujan. Tetapi bukan hujan yang turun, melainkan adzab Allah yang membinasakan".
Allah SWT berfirman: “Maka ketika mereka melihat awan itu menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata: Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita. Bukan, bahkan itulah ancaman yang kamu minta segerakan, yaitu angin yang didalamnya terdapat adzab yang pedih yang membinasakan segala apa yang diperintah Tuhannya, sehingga jadilah mereka tidak terlihat melainkan tempat-tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami balas kaum yang durhaka”. (QS Al Ahqaf :24-25)
Siapakah kaum ‘Ad?
‘Ad adalah kaumnya Nabi Hud A.S yang menghuni daerah Al ahqaf, Hadhramaut, Yaman. Allah telah memberi kelebihan pada mereka akan perawakan dan kekuatan tubuh. Ni’mat ini tidak membuat mereka menjadi hamba-hamba yang bersyukur, malah mereka menjelma menjadi hamba-hamba yang kufur.
Mereka tidak mau menerima ajakan Nabi Hud A.S untuk beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Mereka menolak meninggalkan kebiasaan nenek moyangnya dalam hal menyembah berhala. Mereka menganggap Nabi Hud A.S sebagai orang gila dan pendusta. Lebih jauh lagi, dengan sombongnya mereka meminta agar Nabi Hud A.S meminta pada Tuhannya untuk menyegerakan adzab yang selama ini diperingatkannya.
Maka mulailah datang kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman-tanaman mereka. Mereka pun terancam bahaya kelaparan. Disaat seperti itu datang awan mendung hitam sehingga mereka merasa gembira karenanya, sebab mengira awan hitam tersebut akan membawa hujan yang memberi kehidupan.
Akan tetapi bukan hujan pemberi kehidupan yang turun, melainkan hujan topan yang membinasakan. Allah SWT menimpakan angin yang mengandung hawa sangat dingin lagi kencang selama tujuh malam dan delapan hari tanpa henti. Maka kaum ‘Ad mati bergelimpangan laksana tanggul-tanggul pohon kurma yang telah lapuk. Tidak ada yang tersisa satu orangpun dari kaum yang membangkang ini. Yang terlihat hanyalah puing tempat-tempat tinggal mereka.
Amalan Rasulullah Ketika Terjadi Gerhana Matahari
Suatu ketika pernah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah SAW. Para sahabat segera meninggalkan pekerjaan mereka masing-masing dan menuju Masjid. Anak-anak kecil yang sedang berlatih memanah pun berlarian ke Masjid untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Rasulullah SAW terkait peristiwa tersebut.
Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat yang sangat panjang. Sambil menangis, kemudian beliau berdo’a: “Ya Allah, Engkau telah berjanji bahwa engkau tidak akan menyiksa mereka selama saya ada bersama mereka. Dan Engkau tidak akan mengazab mereka selama mereka meminta ampunan kepada-Mu”.
Setelah itu beliau memberikan nasihat kepada orang-orang, “Apabila terjadi gerhana bulan atau matahari, maka segeralah kalian melakukan sholat. Seandainya kalian mengetahui keadaan hari akhirat sebagaimana yang saya ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Apabila terjadi lagi peristiwa seperti ini, maka dirikanlah sholat, berdo’a kepada Allah dan bersedekahlah”.
Dua kisah diatas kiranya sudah cukup menggambarkan bagaimana perasaan takut Rasulullah SAW ketika terjadi peristiwa alam. Beliau takut seumpama peristiwa tersebut mengandung adzab Allah seperti yang menimpa kaum-kaum terdahulu.
Padahal siapakah Rasulullah?...
Muhammadurrasulullah adalah manusia pilihan Allah yang ada dalam penjagaanNya. Setiap tingkah laku, ucap gerak Rasulullah selalu berada dalam penjagaan Allah SWT. Perasaan sedih, senang dan marah Rasulullah tidak akan menjerumuskannya ke dalam suatu perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan agama. Sehingga Nabi Muhammad SAW tidak mungkin berlumuran dosa dalam hidupnya.
Selain itu, Nabi akhir zaman ini telah mendapatkan janji Allah bahwa Allah SWT tidak akan pernah menyiksa suatu kaum selama nabi SAW berada di dalamnya.
FirmanNya: “Dan Allah tidak akan mengazab mereka selama kamu berada diantara mereka. Dan Dia tidak mengazab mereka selama mereka meminta ampun” (QS Al Anfal: 33)
Namun demikian, Rasulullah SAW tetap merasa takut akan datangnya adzab Allah jika hadir angin kencang yang membawa awan hitam. Beliau teringat akan kaum-kaum terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah SWT. Gelisah merayapi hati beliau sehingga membuatnya bolak-balik keluar-masuk Masjid sambil berdo’a memohon perlindungan kepada Dzat yang mengirim awan hitam tersebut.
Begitu pula ketika terjadi gerhana matahari. Beliau segera mendirikan shalat, berdo’a memohon perlindunganNya. Menetes air mata dari kedua pelupuk matanya. Beliau memikirkan akan nasib kaumnya, takut jika Allah menimpakan siksaan atasnya.
Lalu, marilah kita tengok diri kita. Kita tidak pernah merasa takut apabila terjadi peristiwa alam dan bencana yang menyertai peristiwa tersebut. Ketika terjadi gempa bumi, gunung meletus, banjir dan lain sebagainya, yang kita pikirkan hanyalah bagaimana menyelamatkan harta benda yang ada dalam rumah. Kemarau panjang yang diderita pun tidak dipetik pelajaran darinya. Padahal mungkin saja kemarau tersebut sama seperti kemaraunya kaum ‘Ad, yakni kemarau yang berakhir dengan hujan topan yang membinasakan.
Bukan do’a meminta perlindungan dan memohon ampunan yang terucap dari lisan kita, terhadap musibah yang terjadi. Akan tetapi keluh-kesah dan bahkan sumpah serapahlah yang keluar. Ratap tangis muncul bukan karena menyesali dosa, akan tetapi karena harta yang selama ini ditumpuk dan dikumpulkan lenyap dalam sekejap.
Padahal diri kita bergelimang dengan noda dan dosa. Ditengah-tengah kita pun sudah tidak ada Rasulullah yang mampu menjamin tidak turunnya adzab Allah. Sedikit sekali yang berpikir dan merasa takut jangan-jangan adzab Allah akan turun. Dan sedikit pula yang berpikir jangan-jangan inilah hari yang dijanjikan itu. Hari dimana seluruh alam semesta dihancurkan.
Kita selalu merasa bahwa kiamat masih jauh nun di ujung sana. Kita selalu merasa masih banyak waktu untuk hidup di dunia ini. Masih banyak waktu untuk mengumpulkan harta, dan masih banyak waktu untuk menunda-nunda pelaksanaan amal sholeh.
Ya Allah ampunilah hambamu yang lalai ini....