Dalam kehidupan ini tidak jarang kita saksikan adanya orang berilmu yang menjadi korban kebodohan orang yang tidak berilmu. Di saat orang yang berilmu ingin menyampaikan apa yang ia ketahui demi keselamatan atau kebaikan orang banyak, saat itu yang tidak berilmu menganggap itu suatu keanehan yang akan membahayakan mereka.
Parahnya, yang tidak mengetahui ini tidak mempunyai keinginan untuk tahu. Kebodohan tidak menggerakkan mereka untuk belajar dan mencari ilmu. Mereka merasa yakin dan “qana’ah” atau merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui selama ini. Pengetahuan yang disampaikan orang yang berilmu dianggap sebagai pengganggu dan perusak paham yang selama ini sudah beredar.
Keadaan seperti ini berlanjut semenjak dahulu sampai hari ini, yang mengakibatkan terdzaliminya hak-hak orang ‘alim. Salah satu kebodohan itu direkam oleh sejarah yang mengakibatkan tragedi hilangnya seorang ilmuwan besar. Kebodohan yang sampai melenyapkan nyawa seorang ulama.
Adalah Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Ismail yang lebih dikenal dengan An-Nahas seorang ilmuan besar dalam bidang tafsir dan bahasa yang hidup pada abad ke-4 H. Beliau berasal dari Mesir. Pernah berjalan mencari ilmu sampai ke Baghdad. Sempat belajar kepada Az- Zajjaj. Keilmuannya disejajarkan oleh para ilmuan dengan Ibnu al Anbary dan Nafthawaih.
Imam an Nahas meninggalkan banyak karya, di antaranya “I’rab al Qur’an, Isytiqaq al Asma’ al Husna, Tafsir Abyat Sibawaih dan Kitab al Ma’any”.
Suatu kali beliau duduk-duduk di suatu tempat yang dikenal dengan nama “Darj al Miqyas” yang berada di pinggiran sungai Nil sambil membaca potongan-potongan ‘arudh sya’ir. Kesibukanya itu diintai oleh orang bodoh yang tidak mengetahui apa sebenarnya yang lagi beliau lakukan.
Orang bodoh itu berkata dalam hatinya, “Ini penyihir yang yang membuat air sungai Nil menjadi surut”. Tanpa bertanya terlebih dahulu tentang apa sebenarnya yang beliau ucapkan, orang itu langsung saja menendang beliau dan melemparkannya ke dalam sungai Nil.
Kejadian di bulan Dzulhijjah tahun 338 H itu mengakibatkan Imam An-Nahas tenggelam dan jasadnya tidak ditemukan. Akhirnya beliau hilang dibawa arus sungai Nil akibat kebodohan orang yang tidak mau belajar.
(Siyar A’lam an Nubala’ 12/71 dan Syadzaratu adz Dzahab 3/51)
Ya Rabb, tambahkanlah ilmu yang bermanfaat pada kami dan bebaskanlah kami dan anak-cucu kami dari kebodohan.
Penulis: Ustadz Zulfi Akmal
Parahnya, yang tidak mengetahui ini tidak mempunyai keinginan untuk tahu. Kebodohan tidak menggerakkan mereka untuk belajar dan mencari ilmu. Mereka merasa yakin dan “qana’ah” atau merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui selama ini. Pengetahuan yang disampaikan orang yang berilmu dianggap sebagai pengganggu dan perusak paham yang selama ini sudah beredar.
Keadaan seperti ini berlanjut semenjak dahulu sampai hari ini, yang mengakibatkan terdzaliminya hak-hak orang ‘alim. Salah satu kebodohan itu direkam oleh sejarah yang mengakibatkan tragedi hilangnya seorang ilmuwan besar. Kebodohan yang sampai melenyapkan nyawa seorang ulama.
Adalah Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Ismail yang lebih dikenal dengan An-Nahas seorang ilmuan besar dalam bidang tafsir dan bahasa yang hidup pada abad ke-4 H. Beliau berasal dari Mesir. Pernah berjalan mencari ilmu sampai ke Baghdad. Sempat belajar kepada Az- Zajjaj. Keilmuannya disejajarkan oleh para ilmuan dengan Ibnu al Anbary dan Nafthawaih.
Imam an Nahas meninggalkan banyak karya, di antaranya “I’rab al Qur’an, Isytiqaq al Asma’ al Husna, Tafsir Abyat Sibawaih dan Kitab al Ma’any”.
Suatu kali beliau duduk-duduk di suatu tempat yang dikenal dengan nama “Darj al Miqyas” yang berada di pinggiran sungai Nil sambil membaca potongan-potongan ‘arudh sya’ir. Kesibukanya itu diintai oleh orang bodoh yang tidak mengetahui apa sebenarnya yang lagi beliau lakukan.
Orang bodoh itu berkata dalam hatinya, “Ini penyihir yang yang membuat air sungai Nil menjadi surut”. Tanpa bertanya terlebih dahulu tentang apa sebenarnya yang beliau ucapkan, orang itu langsung saja menendang beliau dan melemparkannya ke dalam sungai Nil.
Kejadian di bulan Dzulhijjah tahun 338 H itu mengakibatkan Imam An-Nahas tenggelam dan jasadnya tidak ditemukan. Akhirnya beliau hilang dibawa arus sungai Nil akibat kebodohan orang yang tidak mau belajar.
(Siyar A’lam an Nubala’ 12/71 dan Syadzaratu adz Dzahab 3/51)
Ya Rabb, tambahkanlah ilmu yang bermanfaat pada kami dan bebaskanlah kami dan anak-cucu kami dari kebodohan.
Penulis: Ustadz Zulfi Akmal