KabarMakkah.Com - Lama sudah aku terombang ambing dalam kebimbangan. Kebimbangan yang menghadapkanku pada pilihan sulit. Namun akhirnya aku bisa mengambil keputusan. Hatiku telah teguh.. Kini kuyakin melangkah dan berteriak dengan senyuman... Selamat datang kembali hijab syar’iku.
Mungkin kebanyakan orang menganggap bahwa masalah yang kuhadapi adalah masalah yang sepele. Namun bagi diriku yang mengalaminya, hal ini terasa sungguh berat.
Aku lulusan salah satu perguruan tinggi negeri yang Alhamdulillah setelah lulus kuliah langsung diterima bekerja di salah satu perusahaan yang cukup ternama di kota Bandung. Berbeda dengan beberapa teman seangkatanku yang sampai saat ini masih menganggur, proses penerimaan kerjaku sangat mudah, tanpa menunggu lama dan tanpa berkecimpung dalam urusan sogok menyogok. Dengan hanya mengikuti 2 kali testing dan 1 kali wawancara aku dinyatakan lulus dan diterima di perusahaan tersebut.
Perlu diketahui bahwa semasa kuliah, aku sering mengikuti majlis ta'lim yang diadakan ikatan remaja masjid di kampusku. Walaupun kedua orang tuaku tidak terlalu menekankan nilai-nilai agama, namun aku tumbuh jadi remaja putri yang tidak terlalu badung. Aku suka mengikuti pengajian rutin yang diadakan kakak-kakak tingkatku.
Seiring dengan banyaknya ilmu yang kudapat dari pengajian, sedikit demi sedikit ilmu tersebut kuamalkan. Salah satunya dalam segi penampilan. Pakaian yang kugunakan kalau pun tidak gamis adalah kombinasi dari bawahan berupa rok dan atasan berupa tunic yang longgar. Kerudungku pun berkibar lebar menutup setiap helai mahkota lebatku.
Kulit wajahku tidak pernah berkenalan dengan make-up serba mahal, kelopak mataku tidak pernah berhias warna-warni layaknya pelangi, bibirku tidak pernah dipoles lipstik tebal menyala. Riasanku hanya seadanya, sekedar mengoleskan tabir pelindung sengatan matahari dan sedikit foundation yang menjadi alas bedak tipisku. Kesibukan kuliah serta dukungan lingkungan teman-teman seangkatanku yang kondusif menyebabkan aku tidak terlalu neko-neko dalam urusan penampilan.
Begitu pulalah penampilanku ketika memasuki dunia kerja. Namun semenjak awal masuk kerja, aku merasa kurang begitu diterima oleh rekan-rekan kerjaku. Mereka seolah menghindar dariku, malah seakan berbisik-bisik membicarakanku dari belakang. Mulanya aku tidak mau ambil pusing dengan tingkah mereka. Akan tetapi lama-lama hal itu menggelitik mengangguku juga.
Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang salah dengan diriku, sampai-sampai mereka mengucilkanku. Rasa-rasanya aku tidak pernah menyulut api permusuhan. Bahkan aku selalu menyapa dan menampakkan keramahan di wajahku kala berpapasan dengan mereka. Tutur kataku pun rasanya sopan dan tidak menyinggung perasaan seorang pun. Akibat pengucilan tersebut, rasa tidak betah dalam bekerja semakin menjadi-jadi. Masuk kerja rasanya malas sekali. Jam pulang kantor pun seakan merayap lambat layaknya siput yang sedang kelelahan.
Suatu hari ketika aku tidak sengaja menjatuhkan kotak pensilku yang membuat semua isinya berhamburan sehingga aku harus berjongkok di kolong meja kerjaku untuk memungutinya. Dengan jelas aku mendengar rekan-rekan kerjaku itu sedang membicarakanku. Sambil tertawa-tawa mereka mengejek gaya berpakaianku yang menurut mereka tidak up to date dalam mengikuti perkembangan mode zaman sekarang.
Mungkin kebanyakan orang menganggap bahwa masalah yang kuhadapi adalah masalah yang sepele. Namun bagi diriku yang mengalaminya, hal ini terasa sungguh berat.
Selamat Datang Kembali Hijab Syar’iku |
Perlu diketahui bahwa semasa kuliah, aku sering mengikuti majlis ta'lim yang diadakan ikatan remaja masjid di kampusku. Walaupun kedua orang tuaku tidak terlalu menekankan nilai-nilai agama, namun aku tumbuh jadi remaja putri yang tidak terlalu badung. Aku suka mengikuti pengajian rutin yang diadakan kakak-kakak tingkatku.
Seiring dengan banyaknya ilmu yang kudapat dari pengajian, sedikit demi sedikit ilmu tersebut kuamalkan. Salah satunya dalam segi penampilan. Pakaian yang kugunakan kalau pun tidak gamis adalah kombinasi dari bawahan berupa rok dan atasan berupa tunic yang longgar. Kerudungku pun berkibar lebar menutup setiap helai mahkota lebatku.
Kulit wajahku tidak pernah berkenalan dengan make-up serba mahal, kelopak mataku tidak pernah berhias warna-warni layaknya pelangi, bibirku tidak pernah dipoles lipstik tebal menyala. Riasanku hanya seadanya, sekedar mengoleskan tabir pelindung sengatan matahari dan sedikit foundation yang menjadi alas bedak tipisku. Kesibukan kuliah serta dukungan lingkungan teman-teman seangkatanku yang kondusif menyebabkan aku tidak terlalu neko-neko dalam urusan penampilan.
Begitu pulalah penampilanku ketika memasuki dunia kerja. Namun semenjak awal masuk kerja, aku merasa kurang begitu diterima oleh rekan-rekan kerjaku. Mereka seolah menghindar dariku, malah seakan berbisik-bisik membicarakanku dari belakang. Mulanya aku tidak mau ambil pusing dengan tingkah mereka. Akan tetapi lama-lama hal itu menggelitik mengangguku juga.
Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang salah dengan diriku, sampai-sampai mereka mengucilkanku. Rasa-rasanya aku tidak pernah menyulut api permusuhan. Bahkan aku selalu menyapa dan menampakkan keramahan di wajahku kala berpapasan dengan mereka. Tutur kataku pun rasanya sopan dan tidak menyinggung perasaan seorang pun. Akibat pengucilan tersebut, rasa tidak betah dalam bekerja semakin menjadi-jadi. Masuk kerja rasanya malas sekali. Jam pulang kantor pun seakan merayap lambat layaknya siput yang sedang kelelahan.
Suatu hari ketika aku tidak sengaja menjatuhkan kotak pensilku yang membuat semua isinya berhamburan sehingga aku harus berjongkok di kolong meja kerjaku untuk memungutinya. Dengan jelas aku mendengar rekan-rekan kerjaku itu sedang membicarakanku. Sambil tertawa-tawa mereka mengejek gaya berpakaianku yang menurut mereka tidak up to date dalam mengikuti perkembangan mode zaman sekarang.
Mereka bilang aku kampungan, penampilanku katro dan aku dianggap tidak mampu membeli barang-barang bermerek hingga tidak layak untuk diajak hang out bersama karena malah akan membuat mereka malu. Mereka tidak menyadari akan kehadiranku dan aku pun tidak berniat untuk menampakkan diri dan menunjukkan pada mereka bahwa aku mendengar semuanya. Aku baru keluar dari kolong meja ketika mereka sudah berlalu.
Sakit hati dan rasa kecewa itu aku bawa pulang sendiri. Semalaman aku menangis ketika mengingat perkataan dan sikap mereka yang mengucilkanku selama ini hanya karena aku tidak modis seperti mereka. Ingin rasanya aku mengundurkan diri dari perusahaan itu, namun mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu singkat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Esok harinya aku masuk kerja seperti biasa, tapi ada niat baru yang meledak-ledak dalam hatiku. Niat untuk membuat mereka menelan kembali semua ucapannya. Diam-diam aku ikut kursus kecantikan, setiap bulannya aku sisihkan sebagian gajiku untuk membeli barang-barang bermerk mulai dari pakaian, tas, sepatu dan aksesoris pelengkap lainnya.
Perlahan-lahan aku mengubah gaya penampilanku. Sepatu teplek yang biasa kugunakan, kupensiunkan lebih dini. Kini kakiku yang jenjang semakin cantik dengan sepatu high heel yang menemani. Rok dan tunic lebarku pun telah berganti dengan celana panjang dan pakaian yang membuat lekuk tubuhku sedikit terlihat.
Aku masih menggunakan kerudung namun kini kerudungku tidak lagi selebar dulu. Kerudungku bertengger manis dengan berbagai variasi belitan di bagian kepala namun tidak menutupi keseluruhan bagian dada. Wajah yang dulunya tanpa polesan, kini tersapu perona merah. Bagian mata pun tidak ketinggalan, eyeliner, mascara, dan pensil alis menjadi barang wajib yang harus ada di tasku.
Awalnya rekan-rekan kerjaku kaget dengan perubahan penampilanku yang branded, dan masih menjaga jarak denganku. Akulah yang memulai mengakrabkan diri dengan mereka. Ternyata setelah melihatku berubah mereka meresponku dengan baik. Apalagi jika aku turut nimbrung dengan ikut berkomentar dalam obrolan mereka ketika menggosipkan orang lain. Aku pun semakin diterima di kalangan rekan-rekanku itu. Malahan karena aku ikut kursus kecantikan, mereka sering meminta pendapatku dalam hal tata rias wajah.
Lama sudah aku merasa nyaman dengan gayaku sekarang..
Lama sudah aku merasa nyaman dengan diterimanya aku menjadi bagian dari rekan-rekan kerjaku yang sekarang sudah kuanggap sebagai sahabat-sahabatku.
Hingga hari itu…. hari dimana dia masuk kerja ke perusahaan tempatku bekerja. Namanya Nur Jannah, dia biasa dipanggil dengan sebutan Mbak Jannah. Penampilan Mbak Jannah membuatku de ja vu teringat akan penampilanku di masa lalu. Wajah polos, pakaian serba longgar dan kerudung lebarnya membuat Mbak Jannah mengalami nasib yang sama denganku beberapa tahun ke belakang. Yup…. Mbak Jannah dikucilkan.
Namun ada yang berbeda antara dirinya dengan diriku. Jika aku merasa duniaku sempit dan napasku terasa sesak akibat pengucilan itu, mbak Jannah malah tenang-tenang saja. Ketika ada diantara rekanku yang menyindir dengan berkata :” itu kerudung apa gorden sih Mbak?” Katanya. Mbak Jannah malah nyengir dan balas bercanda :” Ini memang kain multiguna, bisa dijadikan kerudung kalau siang dan dijadikan gorden kalau malam…hehe. Ayo siapa yang mau?”. Dan esoknya dia malah memakai kain kerudung yang lebih lebar.
Penasaran kutanya :”Mbak kok anteng bertahan dengan gaya pakaian mbak yang notabene membuat mbak jadi bahan ejekan?”.
Dengan senyuman teduhnya Mbak Jannah menjawab :” Gak apa-apa kok kalau Mbak jadi bahan ejekan manusia, yang penting Mbak tidak jadi bahan ejekan Allah. Jika Mbak memperturutkan omongan mereka dan memakai gaya pakaian yang jauh dari syariat Islam maka besar kemungkinan Mbak akan diterima di kalangan manusia. Namun Mbak gak rela jika karenanya, Allah menjadi murka. Kita para muslimah, sudah Allah atur dalam kitabNya bagaimana harus berpenampilan. Allah SWT memerintahkan pada kita agar jangan sampai menampakkan perhiasan kita.
Sakit hati dan rasa kecewa itu aku bawa pulang sendiri. Semalaman aku menangis ketika mengingat perkataan dan sikap mereka yang mengucilkanku selama ini hanya karena aku tidak modis seperti mereka. Ingin rasanya aku mengundurkan diri dari perusahaan itu, namun mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu singkat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Esok harinya aku masuk kerja seperti biasa, tapi ada niat baru yang meledak-ledak dalam hatiku. Niat untuk membuat mereka menelan kembali semua ucapannya. Diam-diam aku ikut kursus kecantikan, setiap bulannya aku sisihkan sebagian gajiku untuk membeli barang-barang bermerk mulai dari pakaian, tas, sepatu dan aksesoris pelengkap lainnya.
Perlahan-lahan aku mengubah gaya penampilanku. Sepatu teplek yang biasa kugunakan, kupensiunkan lebih dini. Kini kakiku yang jenjang semakin cantik dengan sepatu high heel yang menemani. Rok dan tunic lebarku pun telah berganti dengan celana panjang dan pakaian yang membuat lekuk tubuhku sedikit terlihat.
Aku masih menggunakan kerudung namun kini kerudungku tidak lagi selebar dulu. Kerudungku bertengger manis dengan berbagai variasi belitan di bagian kepala namun tidak menutupi keseluruhan bagian dada. Wajah yang dulunya tanpa polesan, kini tersapu perona merah. Bagian mata pun tidak ketinggalan, eyeliner, mascara, dan pensil alis menjadi barang wajib yang harus ada di tasku.
Awalnya rekan-rekan kerjaku kaget dengan perubahan penampilanku yang branded, dan masih menjaga jarak denganku. Akulah yang memulai mengakrabkan diri dengan mereka. Ternyata setelah melihatku berubah mereka meresponku dengan baik. Apalagi jika aku turut nimbrung dengan ikut berkomentar dalam obrolan mereka ketika menggosipkan orang lain. Aku pun semakin diterima di kalangan rekan-rekanku itu. Malahan karena aku ikut kursus kecantikan, mereka sering meminta pendapatku dalam hal tata rias wajah.
Lama sudah aku merasa nyaman dengan gayaku sekarang..
Lama sudah aku merasa nyaman dengan diterimanya aku menjadi bagian dari rekan-rekan kerjaku yang sekarang sudah kuanggap sebagai sahabat-sahabatku.
Hingga hari itu…. hari dimana dia masuk kerja ke perusahaan tempatku bekerja. Namanya Nur Jannah, dia biasa dipanggil dengan sebutan Mbak Jannah. Penampilan Mbak Jannah membuatku de ja vu teringat akan penampilanku di masa lalu. Wajah polos, pakaian serba longgar dan kerudung lebarnya membuat Mbak Jannah mengalami nasib yang sama denganku beberapa tahun ke belakang. Yup…. Mbak Jannah dikucilkan.
Namun ada yang berbeda antara dirinya dengan diriku. Jika aku merasa duniaku sempit dan napasku terasa sesak akibat pengucilan itu, mbak Jannah malah tenang-tenang saja. Ketika ada diantara rekanku yang menyindir dengan berkata :” itu kerudung apa gorden sih Mbak?” Katanya. Mbak Jannah malah nyengir dan balas bercanda :” Ini memang kain multiguna, bisa dijadikan kerudung kalau siang dan dijadikan gorden kalau malam…hehe. Ayo siapa yang mau?”. Dan esoknya dia malah memakai kain kerudung yang lebih lebar.
Penasaran kutanya :”Mbak kok anteng bertahan dengan gaya pakaian mbak yang notabene membuat mbak jadi bahan ejekan?”.
Dengan senyuman teduhnya Mbak Jannah menjawab :” Gak apa-apa kok kalau Mbak jadi bahan ejekan manusia, yang penting Mbak tidak jadi bahan ejekan Allah. Jika Mbak memperturutkan omongan mereka dan memakai gaya pakaian yang jauh dari syariat Islam maka besar kemungkinan Mbak akan diterima di kalangan manusia. Namun Mbak gak rela jika karenanya, Allah menjadi murka. Kita para muslimah, sudah Allah atur dalam kitabNya bagaimana harus berpenampilan. Allah SWT memerintahkan pada kita agar jangan sampai menampakkan perhiasan kita.
Oleh karena itu pakaian seorang muslimah tidak boleh membuat lekuk tubuhnya tergambar. Kita pun sudah diperintahkan olehNya agar menjulurkan kerudung kita hingga menutupi dada. Dan mohon maaf yah dek (panggilannya padaku)…. Mbak sangat tidak setuju melihat alis adek yang tercukur itu.
Bukankah Allah telah memerintahkan kita agar jangan mengubah ciptaanNya? Mohon maaf sekali lagi, tapi jika kita bertentangan dengan Allah, siapa yang bisa menyelamatkan kita dari siksaanNya kelak? Rekan, sahabat dan kerabat yang selama di dunia ini begitu akrab, pada hari itu akan disibukkan dengan urusannya mempertanggung-jawabkan segala amalan di hadapan Allah”.
Aku pulang ke rumah dengan membawa pikiran dan hati yang penuh penyesalan setelah mendengar nasihat Mbak Jannah. Aku begitu merasa berdosa karena lebih memilih mengikuti omongan manusia daripada Kalamullah. Terima kasih nasihatnya Mbak.. esok akan kukenakan kembali hijab syar’iku.
Aku pulang ke rumah dengan membawa pikiran dan hati yang penuh penyesalan setelah mendengar nasihat Mbak Jannah. Aku begitu merasa berdosa karena lebih memilih mengikuti omongan manusia daripada Kalamullah. Terima kasih nasihatnya Mbak.. esok akan kukenakan kembali hijab syar’iku.