Bapak, begitu aku memanggilnya. sosok lelaki cinta pertama ku. cinta pertama? ya cinta pertama. mengapa? karena saat aku dilahirkan ke dunia ini, suara pertama yang terdengar di telingaku untuk mengadzani aku adalah suaranya. entah mengapa pada saat itu aku menemukan sosok lelaki yg pertama kali aku cintai. Ya, Bapakku adalah cinta pertamaku.
Dan menurutku, pekerjaan paling berat bagi seorang laki-laki bukanlah menjadi engineer, bukan menjadi akuntan, bukan pula menjadi kuli panggul, tapi sepertinya, menjadi seorang bapak.
Menjadi bapak, ketika dari setiap nafkah yang diterima, dikeluarkan secara sukarela bukan untuk dirinya, tapi untuk keluarganya, yang juga harus dijaga kehalalannya, karena menyangkut kebaikan bagi istri dan anak-anaknya.
Bercerita tentang bapak adalah bercerita tentang seorang lelaki yang mungkin tak banyak cakap, perhatiannya pun mungkin tak terlihat sebanyak Ibu, tapi percayalah, cintanya tidak kalah banyak.
Sewaktu SD dulu, bapak selalu ngantar ke sekolah, dan pulang pun selalu dijemput, naik sepeda, sekalipun itu bapak baru pulang dari tempat kerja, yang juga ditempuh dengan sepeda.
Satu yang rutin ditanya, “Gimana sekolahnya?”
Memang, bapak tidak banyak cakap, tapi perhatiannya selalu meluap.
Bapak bekerja mencari nafkah, rutin setiap harinya, bahkan hari libur pun, dilupakan demi lembur, hari-hari bersama keluarga, terkadang dikorbankannya, disaat yang sama, mungkin anaknya cuma bisa meminta dan meminta, dan sehari setelahnya, bisa jadi bapak telah membelikan yang si anak minta.
Bapak lah, yang putar otak sana sini, pusing dan lelah disimpan jauh dari anak – anaknya, ketika harus membiayai pendidikan, dengan tidak melupakan kebutuhan makan, dengan gaji yang tidak seberapa.
Lagi, bapak mengajarkan tanpa cakap. Berhentilah mengeluh, Nak. Cukup Allah saja yang dengar rintihanmu.
Ketika bapak mendapatkan makanan enak di luar, entah itu dari rekan kerjanya, atau sepulang dari acara, pasti dibawanya makanan itu, untuk anak anaknya di rumah.
Bapak memang berbeda dengan Ibu, jumlah cintanya sama, hanya caranya yang mungkin berbeda. Ketika Ibu mengajarkan banyak cinta dan kasih sayang, bapak mengajarkan tentang teladan, tentang tanggung jawab. Lagi, mengajarkan tanpa banyak cakap.
Ketika Ibu menjaga kita agar tidak jatuh saat belajar berjalan, mungkin Bapak membiarkan kita jatuh, tetapi kemudian mengangkat kita. Ibu mengajarkan penjagaan. Bapak mengajarkan bagaimana bertahan dalam kesulitan.
Cinta Ibu begitu nampak, namun cinta bapak begitu tersembunyi. Tersembunyi dalam diamnya yang tanpa cakap. namun terungkap dalam pemberian teladan dan pemenuhan tanggung jawab.
Aku tahu, betapa berat beban hidupmu untuk berusaha mencukupi semua kebutuhan keluarga. Menafkahi anak dan istrimu. aku tau banyak sekali pikiran dan beban yg kau simpan dalam dirimu. Dan akupun tau saat kau sedang bersedih, dari gerak tubuhmu, dari tatapan matamu aku dapat menerkanya. Memang terkadang dalam bersedih, Bapak lebih banyak memilih untuk berdiam karena dia memang tak pandai untuk menangis. Jika aku dapat meminta, Bapak.. pinjami aku hatimu agar saat engkau diam, aku tetap paham apa yang engkau rasakan.
Bapak, terima kasih untuk semua pengorbanan yg telah kau lakukan. Bapak, pengorbananmu sungguh mulia, maafkan aku yang belum bisa membuatmu bangga. maafkan aku yg belum bisa memberi apa-apa untukmu. Bapak, Doakan aku selalu agar aku bisa meraih mimpi yg aku inginkan, dan kelak agar aku bisa membalas budi dan jasamu. Aamiin...
Dan menurutku, pekerjaan paling berat bagi seorang laki-laki bukanlah menjadi engineer, bukan menjadi akuntan, bukan pula menjadi kuli panggul, tapi sepertinya, menjadi seorang bapak.
Menjadi bapak, ketika dari setiap nafkah yang diterima, dikeluarkan secara sukarela bukan untuk dirinya, tapi untuk keluarganya, yang juga harus dijaga kehalalannya, karena menyangkut kebaikan bagi istri dan anak-anaknya.
Bercerita tentang bapak adalah bercerita tentang seorang lelaki yang mungkin tak banyak cakap, perhatiannya pun mungkin tak terlihat sebanyak Ibu, tapi percayalah, cintanya tidak kalah banyak.
Sewaktu SD dulu, bapak selalu ngantar ke sekolah, dan pulang pun selalu dijemput, naik sepeda, sekalipun itu bapak baru pulang dari tempat kerja, yang juga ditempuh dengan sepeda.
Satu yang rutin ditanya, “Gimana sekolahnya?”
Memang, bapak tidak banyak cakap, tapi perhatiannya selalu meluap.
Bapak bekerja mencari nafkah, rutin setiap harinya, bahkan hari libur pun, dilupakan demi lembur, hari-hari bersama keluarga, terkadang dikorbankannya, disaat yang sama, mungkin anaknya cuma bisa meminta dan meminta, dan sehari setelahnya, bisa jadi bapak telah membelikan yang si anak minta.
Bapak lah, yang putar otak sana sini, pusing dan lelah disimpan jauh dari anak – anaknya, ketika harus membiayai pendidikan, dengan tidak melupakan kebutuhan makan, dengan gaji yang tidak seberapa.
Lagi, bapak mengajarkan tanpa cakap. Berhentilah mengeluh, Nak. Cukup Allah saja yang dengar rintihanmu.
Ketika bapak mendapatkan makanan enak di luar, entah itu dari rekan kerjanya, atau sepulang dari acara, pasti dibawanya makanan itu, untuk anak anaknya di rumah.
Bapak memang berbeda dengan Ibu, jumlah cintanya sama, hanya caranya yang mungkin berbeda. Ketika Ibu mengajarkan banyak cinta dan kasih sayang, bapak mengajarkan tentang teladan, tentang tanggung jawab. Lagi, mengajarkan tanpa banyak cakap.
Ketika Ibu menjaga kita agar tidak jatuh saat belajar berjalan, mungkin Bapak membiarkan kita jatuh, tetapi kemudian mengangkat kita. Ibu mengajarkan penjagaan. Bapak mengajarkan bagaimana bertahan dalam kesulitan.
Cinta Ibu begitu nampak, namun cinta bapak begitu tersembunyi. Tersembunyi dalam diamnya yang tanpa cakap. namun terungkap dalam pemberian teladan dan pemenuhan tanggung jawab.
Aku tahu, betapa berat beban hidupmu untuk berusaha mencukupi semua kebutuhan keluarga. Menafkahi anak dan istrimu. aku tau banyak sekali pikiran dan beban yg kau simpan dalam dirimu. Dan akupun tau saat kau sedang bersedih, dari gerak tubuhmu, dari tatapan matamu aku dapat menerkanya. Memang terkadang dalam bersedih, Bapak lebih banyak memilih untuk berdiam karena dia memang tak pandai untuk menangis. Jika aku dapat meminta, Bapak.. pinjami aku hatimu agar saat engkau diam, aku tetap paham apa yang engkau rasakan.
Bapak, terima kasih untuk semua pengorbanan yg telah kau lakukan. Bapak, pengorbananmu sungguh mulia, maafkan aku yang belum bisa membuatmu bangga. maafkan aku yg belum bisa memberi apa-apa untukmu. Bapak, Doakan aku selalu agar aku bisa meraih mimpi yg aku inginkan, dan kelak agar aku bisa membalas budi dan jasamu. Aamiin...