Seorang istri sesenggukan di hadapan suaminya, sambil berkata lirih:
“Mas, tolong mas ya, jangan hukum aku dengan masa laluku, aku sudah tak di sana lagi. Saat ini aku di sini denganmu untuk meniti jalan menuju masa depan. Dulu saya memang orang tidak benar. Sekarang saya adalah di jalan yang benar dan ingin tetap benar di jalan kebenaran bersama dirimu.”
Sang suami terus saja marah dan merasa tertipu oleh wanita yang dikenalkan temannya, seorang aktifis sebuah majelis pengajian, yang kemudian menjadi istrinya itu. Suaminya kaget dan marah setelah tahu bahwa sang istri adalah mantan “wanita malam” yang dulunya memiliki banyak penggemar. Pikirannya berkecamuk, berdebat sendiri antara menceraikan istrinya dan menerimanya apa adanya.
Teman yang mengenalkannya dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban mengapa memilihkan wanita dengan masa lalu tidak bagus.
Temannya menjawab: "Bukan tugasku mengorek masa lalu seseorang, saya tak memiliki data kehidupannya dari waktu ke waktu. Bagiku, orang yang aktif ibadah dan mengaji adalah orang-orang yang memiliki masa depan. Memang baik memiliki istri yang masa lalunya sebaik masa kini dan masa depannya. Namun masih lebih baik wanita dengan masa lalu tak baik tapi masa kini dan depannya baik dibandingkan dengan wanita yang masa lalunya baik namun semakin tua semakin bermasa depan rusak."
Sang teman itu balik bertanya dari mana si suami itu tahu masa depan istrinya itu.
Sang suami kaget dengan pertanyaan tak terduga itu.
Gagap dia untuk menjawab namun tak berani dia untuk berbohong.
Dia menjawab: “Semalam saya bertemu dengan teman akrab istri saya yang masih ada di kompleks maksiat itu. Setelah saling cerita, barulah saya tahu siapa dulunya istri saya.”
Temannya berkata: “Istrimu masih lebih baik dari dirimu yang masih selalu berbuat dosa. Harusnya istrimu yang menyesal bersuamikan kamu, bukan kamu yang menyesal memperistrikan dia.”
Inilah kehidupan. Kadang kita keras pada orang lain, namun lemah pada diri sendiri.
Lebih dari itu ada hikmah di balik kisah ini: “Tidak mengetahui semua hal kadang lebih membahagiakan dibandingkan mengetahui segala hal.