Pembukaan Muktamar NU 2015 di Alun-Alun Kota Jombang, Jawa Timur pada Sabtu malam berlangsung sukses karena berhasil menggugah Presiden Joko Widodo untuk menjadi bagian dari kaum sarungan.
Namun sejumlah muktamirin (peserta muktamar) kecewa karena kurangnya penghormatan panitia terhadap para ulama.
"Saya bangga dan hormat pada Presiden, datang memberi sambutan dengan
mengenakan sarung. Ini penghormatan luar biasa terhadap tradisi NU. Bahkan tidak sedikit di antara kita yang menanggalkan sarung dan memilih mengenakan celana di tengah acara NU," ujar kader muda NU, Ahmad Jabidi Ritonga, Minggu (2/8).
Ia juga mengaku terkejut dalam pembukaan muktamar para ulama ditempatkan di belakang pejabat. Bahkan Mbah Moen sapaan KH Maimoen Zubair yang diusung dalam nomor urut pertama calon anggota ahlul halli wal aqdi atau AHWA ditempatkan di kursi ketiga di belakang orang tak berpeci.
"Apakah ini tradisi NU? Ulama dinilai tak lebih terhormat dari anak buah pejabat. Sebagai santri, saya tersinggung. Sebab di pesantren, ada yang lebih penting dibanding jabatan dan uang. Yakni akhlak terhadap ulama," paparnya.
Menurut dia, sebagai salah satu ulama tersepuh dan teralim, Mbah Moen seharusnya ditempatkan di kursi paling depan. Begitu pula ulama-ulama sepuh lainnya.
"Ini mencerminkan bahwa Ahwa yang digadang-gadang panitia sebagai upaya menghormati ulama, adalah palsu. Faktanya panitia lebih hormat pada pejabat," paparnya.
Fakta serupa tercermin dari rangkaian pidato dalam pembukaan yang didominasi para pejabat negara dan mengurangi ruang para ulama sepuh.
"Sekelas Mbah Moen ini seharusnya juga diberi panggung untuk berdoa, ini ditempatkan seperti peserta nomor ketiga. Para ulama biasanya disebut di awal, ini malah Soekarwo (Gubernur Jawa Timur) dan Saeful (Wagub Jatim) yang dihormat dan dimuliakan," pungkasnya.
Sumber: http://www.rmol.co/read/2015/08/03/212060/Santri-Kecewa-Ulama-Tak-Dihormati-dalam-Muktamar-NU-
Namun sejumlah muktamirin (peserta muktamar) kecewa karena kurangnya penghormatan panitia terhadap para ulama.
KH Maimoen Zubair alias Mbah Moen saat menghadiri pembukaan Muktamar NU di Jomban |
"Saya bangga dan hormat pada Presiden, datang memberi sambutan dengan
mengenakan sarung. Ini penghormatan luar biasa terhadap tradisi NU. Bahkan tidak sedikit di antara kita yang menanggalkan sarung dan memilih mengenakan celana di tengah acara NU," ujar kader muda NU, Ahmad Jabidi Ritonga, Minggu (2/8).
Ia juga mengaku terkejut dalam pembukaan muktamar para ulama ditempatkan di belakang pejabat. Bahkan Mbah Moen sapaan KH Maimoen Zubair yang diusung dalam nomor urut pertama calon anggota ahlul halli wal aqdi atau AHWA ditempatkan di kursi ketiga di belakang orang tak berpeci.
Baca Juga: Inilah Profil Calon Ketua Umum NU
"Apakah ini tradisi NU? Ulama dinilai tak lebih terhormat dari anak buah pejabat. Sebagai santri, saya tersinggung. Sebab di pesantren, ada yang lebih penting dibanding jabatan dan uang. Yakni akhlak terhadap ulama," paparnya.
Menurut dia, sebagai salah satu ulama tersepuh dan teralim, Mbah Moen seharusnya ditempatkan di kursi paling depan. Begitu pula ulama-ulama sepuh lainnya.
Mbah Maimoen sedang berdiri menyanyikan lagu Indonesia raya |
"Ini mencerminkan bahwa Ahwa yang digadang-gadang panitia sebagai upaya menghormati ulama, adalah palsu. Faktanya panitia lebih hormat pada pejabat," paparnya.
Fakta serupa tercermin dari rangkaian pidato dalam pembukaan yang didominasi para pejabat negara dan mengurangi ruang para ulama sepuh.
"Sekelas Mbah Moen ini seharusnya juga diberi panggung untuk berdoa, ini ditempatkan seperti peserta nomor ketiga. Para ulama biasanya disebut di awal, ini malah Soekarwo (Gubernur Jawa Timur) dan Saeful (Wagub Jatim) yang dihormat dan dimuliakan," pungkasnya.
Sumber: http://www.rmol.co/read/2015/08/03/212060/Santri-Kecewa-Ulama-Tak-Dihormati-dalam-Muktamar-NU-