Kisah Haji - Banyak kejadian aneh yang dirasakan oleh orang-orang yang telah sampai di Indonesia setelah menunaikan ibadah haji, salah satu kisah aneh tapi nyata ini datang dari Bapak Zainul Bahar Noor. Sepulang menunaikan ibadah haji tahun 1990, lelaki kelahiran Binjai, Sumatera Utara, 8 November 1943 itu diajak terlibat dalam persiapan pembentukan Bank Muamalat, yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia.
"Terus terang, ketika itu tak terpikirkan oleh saya, suatu hari nanti akan bekerja di bank syariah, bahkan menjadi orang nomor satu di bank syariah, tepatnya Bank Muamalat," kata mantan Direktur Utama Bank Muamalat (1992-1995) itu.
Sebetulnya, kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (1968) itu, pertemuannya dengan tim persiapan pembentukan bank syariah pertama di Indonesia bukan hal yang disengaja. Ceritanya, sewaktu menunaikan ibadah Haji di Tanah Suci, ia membaca sebuah buku tentang anekdot haji yang isinya jorok, bahkan vulgar.
Karena itu, sekembalinya ke Tanah Air ia berniat menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasan Basri untuk menyampaikan surat. Isi suratnya adalah menghimbau MUI agar melarang penerbitan dan peredaran buku tersebut. Surat tersebut juga ditembuskan ke Menteri Agama dan Ketua ICMI BJ Habibie. Ketika itu, MUI sedang menggelar Seminar Bank Tanpa Bunga di Cisarua, Puncak, Jawa Barat. Zainul Bahar pun menyusul ke sana. Ternyata ia berselisih jalan dengan KH Hasan Basri, sehingga tidak berjumpa.
Namun di sanalah, anak kesepuluh dari 12 bersaudara itu, bertemu dengan sejumlah tokoh perintis dan penggerak bank syariah pertama di Tanah Air, seperti Dr Amin Aziz dan Hanifah Hussein. Ia pun diajak bergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) dan Tim Kecil Pendirian Bank Islam MUI, dan melewati jalan panjang selama hampir dua tahun untuk mendirikan Bank Muamalat.
Pada saat itu, ia masih aktif di Bank Pacific, sebagai salah seorang direktur. Walaupun aktif di tim tersebut, ia sama sekali tak pernah berpikir untuk menjadi direksi apalagi menjadi Direktur Utama Bank Syariah. Bahkan, beberapa waktu sebelum penunjukan Dewan Direksi Bank Muamalat, lelaki yang 16 tahun menghabiskan karirnya di bank konvensional itu tak menyangka kalau kelak ditakdirkan Allah untuk memimpin Bank Muamalat.
"Hal itu merupakan sebuah momentum yang mengubah kehidupan saya, insya Allah ke jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan semua itu berawal dari ibadah haji yang saya lakukan tahun 1990," kata Lelaki yang pernah menjadi asisten dosen di FE-USU itu.
"Terus terang, ketika itu tak terpikirkan oleh saya, suatu hari nanti akan bekerja di bank syariah, bahkan menjadi orang nomor satu di bank syariah, tepatnya Bank Muamalat," kata mantan Direktur Utama Bank Muamalat (1992-1995) itu.
Zainul Bahar Noor |
Sebetulnya, kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (1968) itu, pertemuannya dengan tim persiapan pembentukan bank syariah pertama di Indonesia bukan hal yang disengaja. Ceritanya, sewaktu menunaikan ibadah Haji di Tanah Suci, ia membaca sebuah buku tentang anekdot haji yang isinya jorok, bahkan vulgar.
Karena itu, sekembalinya ke Tanah Air ia berniat menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasan Basri untuk menyampaikan surat. Isi suratnya adalah menghimbau MUI agar melarang penerbitan dan peredaran buku tersebut. Surat tersebut juga ditembuskan ke Menteri Agama dan Ketua ICMI BJ Habibie. Ketika itu, MUI sedang menggelar Seminar Bank Tanpa Bunga di Cisarua, Puncak, Jawa Barat. Zainul Bahar pun menyusul ke sana. Ternyata ia berselisih jalan dengan KH Hasan Basri, sehingga tidak berjumpa.
Namun di sanalah, anak kesepuluh dari 12 bersaudara itu, bertemu dengan sejumlah tokoh perintis dan penggerak bank syariah pertama di Tanah Air, seperti Dr Amin Aziz dan Hanifah Hussein. Ia pun diajak bergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) dan Tim Kecil Pendirian Bank Islam MUI, dan melewati jalan panjang selama hampir dua tahun untuk mendirikan Bank Muamalat.
Baca Juga: Kisah Nyata: 7 Kali Naik Haji Tidak Bisa melihat Ka'bah
Pada saat itu, ia masih aktif di Bank Pacific, sebagai salah seorang direktur. Walaupun aktif di tim tersebut, ia sama sekali tak pernah berpikir untuk menjadi direksi apalagi menjadi Direktur Utama Bank Syariah. Bahkan, beberapa waktu sebelum penunjukan Dewan Direksi Bank Muamalat, lelaki yang 16 tahun menghabiskan karirnya di bank konvensional itu tak menyangka kalau kelak ditakdirkan Allah untuk memimpin Bank Muamalat.
"Hal itu merupakan sebuah momentum yang mengubah kehidupan saya, insya Allah ke jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan semua itu berawal dari ibadah haji yang saya lakukan tahun 1990," kata Lelaki yang pernah menjadi asisten dosen di FE-USU itu.