KabarMakkah.Com - Diantara keistimewaan Idul Fitri tahun ini (2015) adalah bertepatan dengan hari yang paling mulia dalam Islam, yaitu hari Jum’at. Ini mengindikasikan bertemunya dua hari mulia, yang mana keduanya sama-sama hari Id. Banyak yang masih belum paham bagaimana jika Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha jatuh di hari Jum’at, apakah sholat Jum'atnya gugur karena telah melaksanakan shalat Ied?
Mudah-mudahan artikel dibawah bisa membantu menjawab masalah diatas,
Jika hari raya Idul Fitri atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jumat, apakah sholat Jumat akan menjadi gugur karena telah melaksanakan shalat Id?
Mengenai masalah ini para ulama' berbeda pendapat.
Pendapat Pertama: Orang yang melaksanakan shalat id tetap harus mengerjakan sholat Jum’at.
Inilah pendapat jumhur fuqaha. Akan tetapi sebagian ulama Syafi’i menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (badui / sering berpindah tempat). Dalil pendapat ini adalah:
Pertama, firman Allah Ta’ala,
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli." (QS. Al Jum’ah: 9)
Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Sabda nabi shallallahu alaihi wasallam.
"Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya." (HR. Abu Dawud)
Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa apapun keadaannya, sholat Jum’at itu merupakan sebuah kewajiban.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
"Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: [1] budak, [2] wanita, [3] anak kecil, dan [4] orang yang sakit." (HR. Abu Daud)
Ketiga: Karena sholat Jumat dan shalat id adalah dua sholat yang sama-sama wajib (sebagian ulama' mengatakan bahwa shalat id itu wajib), maka sholat Jumat dan shalat id tidak bisa menggugurkan antara satu dengan lainnya sebagaimana sholat Dhuhur dan sholat Id.
Keempat: Rukhsoh (diskon) meninggalkan sholat Jumat bagi yang telah melakukan shalat ied adalah untuk ahlul bawadiy. Dalilnya adalah,
"Abu Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama Utsman bin Affan dan hari tersebut adalah hari Jumat. Kemudian beliau shalat ‘id sebelum khutbah. Lalu beliau ber khotbah dan berkata, Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari dimana terkumpul dua hari raya (dua hari id). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun bagi siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah ku izinkan." (HR. Bukhori)
Pendapat Kedua: Untuk orang yang telah menghadiri shalat ied boleh tidak mengerjakan sholat Jumat. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melakukan sholat Jumat agar orang-orang yang ingin mengerjakan shalat Jumat bisa ikut bermakmum padanya, begitu juga orang yang tidak sholat id pun bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh jumhur ulama' hanabilah. Ada beberapa dalil yang dikemukakan dalam pendapat ini, diantaranya adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyaz bin Abi Ramlah Asy Syami, ia berkata, "Aku pernah menemani Muawiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Al Arqom,
"Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua id (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” 'Iya', jawab Zaid. Kemudian Muawiyah bertanya lagi, 'Apa yang beliau lakukan waktu itu?' 'Beliau melaksanakan shalat ‘id dan memberi keringanan untuk meninggalkan sholat Jum’at', jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan." (HR. Ibnu Majah)
Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu' Syarh Al Muhaddzab mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shohih dan hasan). Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. Ali Bin Al Madini dalam Al Istidzkar mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shohih dan hasan). Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.
Kedua: Dari Atha', ia berkata, "Abdullah Bin Az Zubair ketika hari id kebetulan jatuh di hari Jumat pernah sholat id bersama kami. Kemudian ketika datang waktu sholat Jum’at, Abdullah Bin Zubair tidak keluar rumah, beliau hanya sholat sendirian. Ketika itu Abdullah Bin Abbas berada di Thaif. Sewaktu Abdullah Bin Abbas kembali, kami pun menceritakan kelakuan Abdullah Bin Zubair pada Ibnu Abbas. Ibnu ‘Abbas menjawab, "Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) / Ashobas Sunnah."
Jika ada sahabat Nabi mengatakan ashobas sunnah (mengerjakan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.
Sayyidina Umar bin Al Khattab juga pernah melakukan apa yang dikerjakan oleh Abdullah Bin Zubair. Begitu Juga Ibnu Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Zubair. Begitu juga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah mengerjakan sholat ‘id maka ia boleh untuk tidak mengerjakan sholat Jumat.
Kesimpulan:
1. Bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘id, Boleh untuk tidak melaksanakan sholat Jum’at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat nabi diatas.
2. Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied tidak menghadiri shalat Jum’at, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.
3. Riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak sholat jum’at adalah khusus untuk orang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib sholat Jumat), maka ini adalah terlalu memaksakan dalil. Lantas apa untungnya Utsman mengatakan, 'Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan'? Begitu juga Ibnu Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia tetap mengambil keringanan tidak mengerjakan solat Jumat, begitu juga dengan Umar bin Khattab.
4. Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘id bertepatan dengan hari Jum’at. Dari An Nu'man bin Basyir, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua id dan dalam shalat Jum’at 'sabbihisma robbikal a’la' dan 'hal ataka haditsul ghosiyah'." An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘id bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing sholat. (HR, Muslim)
5. Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A'laa dan Al Ghosiyah ketika hari ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di masing-masing sholat (sholat ‘id dan shalat Jumat).
6. Bagi siapa saja yang telah menghadiri sholat ‘id dan ingin mengambil keringanan tidak melaksanakan sholat jumat, maka wajib baginya untuk tetap melaksanakan sholat Dzuhur.
Semoga apa yang ditulis ini bermanfaat bagi kaum muslimin khususnya para pembaca sekalian. Wallahu A'lam.
Ilustrasi Shalat Id Di Masjidil Haram Mekkah |
Mudah-mudahan artikel dibawah bisa membantu menjawab masalah diatas,
Jika hari raya Idul Fitri atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jumat, apakah sholat Jumat akan menjadi gugur karena telah melaksanakan shalat Id?
Mengenai masalah ini para ulama' berbeda pendapat.
Pendapat Pertama: Orang yang melaksanakan shalat id tetap harus mengerjakan sholat Jum’at.
Inilah pendapat jumhur fuqaha. Akan tetapi sebagian ulama Syafi’i menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (badui / sering berpindah tempat). Dalil pendapat ini adalah:
Pertama, firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli." (QS. Al Jum’ah: 9)
Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Sabda nabi shallallahu alaihi wasallam.
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
"Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya." (HR. Abu Dawud)
Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa apapun keadaannya, sholat Jum’at itu merupakan sebuah kewajiban.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Ketiga: Karena sholat Jumat dan shalat id adalah dua sholat yang sama-sama wajib (sebagian ulama' mengatakan bahwa shalat id itu wajib), maka sholat Jumat dan shalat id tidak bisa menggugurkan antara satu dengan lainnya sebagaimana sholat Dhuhur dan sholat Id.
Keempat: Rukhsoh (diskon) meninggalkan sholat Jumat bagi yang telah melakukan shalat ied adalah untuk ahlul bawadiy. Dalilnya adalah,
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
"Abu Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama Utsman bin Affan dan hari tersebut adalah hari Jumat. Kemudian beliau shalat ‘id sebelum khutbah. Lalu beliau ber khotbah dan berkata, Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari dimana terkumpul dua hari raya (dua hari id). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun bagi siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah ku izinkan." (HR. Bukhori)
Baca Juga: Kapan Lebaran Idul Fitri 2015 ??
Pendapat Kedua: Untuk orang yang telah menghadiri shalat ied boleh tidak mengerjakan sholat Jumat. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melakukan sholat Jumat agar orang-orang yang ingin mengerjakan shalat Jumat bisa ikut bermakmum padanya, begitu juga orang yang tidak sholat id pun bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh jumhur ulama' hanabilah. Ada beberapa dalil yang dikemukakan dalam pendapat ini, diantaranya adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyaz bin Abi Ramlah Asy Syami, ia berkata, "Aku pernah menemani Muawiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Al Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ
"Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua id (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” 'Iya', jawab Zaid. Kemudian Muawiyah bertanya lagi, 'Apa yang beliau lakukan waktu itu?' 'Beliau melaksanakan shalat ‘id dan memberi keringanan untuk meninggalkan sholat Jum’at', jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan." (HR. Ibnu Majah)
Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu' Syarh Al Muhaddzab mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shohih dan hasan). Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. Ali Bin Al Madini dalam Al Istidzkar mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shohih dan hasan). Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.
Kedua: Dari Atha', ia berkata, "Abdullah Bin Az Zubair ketika hari id kebetulan jatuh di hari Jumat pernah sholat id bersama kami. Kemudian ketika datang waktu sholat Jum’at, Abdullah Bin Zubair tidak keluar rumah, beliau hanya sholat sendirian. Ketika itu Abdullah Bin Abbas berada di Thaif. Sewaktu Abdullah Bin Abbas kembali, kami pun menceritakan kelakuan Abdullah Bin Zubair pada Ibnu Abbas. Ibnu ‘Abbas menjawab, "Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) / Ashobas Sunnah."
Jika ada sahabat Nabi mengatakan ashobas sunnah (mengerjakan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.
Sayyidina Umar bin Al Khattab juga pernah melakukan apa yang dikerjakan oleh Abdullah Bin Zubair. Begitu Juga Ibnu Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Zubair. Begitu juga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah mengerjakan sholat ‘id maka ia boleh untuk tidak mengerjakan sholat Jumat.
Kesimpulan:
1. Bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘id, Boleh untuk tidak melaksanakan sholat Jum’at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat nabi diatas.
2. Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied tidak menghadiri shalat Jum’at, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.
3. Riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak sholat jum’at adalah khusus untuk orang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib sholat Jumat), maka ini adalah terlalu memaksakan dalil. Lantas apa untungnya Utsman mengatakan, 'Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan'? Begitu juga Ibnu Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia tetap mengambil keringanan tidak mengerjakan solat Jumat, begitu juga dengan Umar bin Khattab.
4. Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘id bertepatan dengan hari Jum’at. Dari An Nu'man bin Basyir, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua id dan dalam shalat Jum’at 'sabbihisma robbikal a’la' dan 'hal ataka haditsul ghosiyah'." An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘id bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing sholat. (HR, Muslim)
5. Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A'laa dan Al Ghosiyah ketika hari ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di masing-masing sholat (sholat ‘id dan shalat Jumat).
6. Bagi siapa saja yang telah menghadiri sholat ‘id dan ingin mengambil keringanan tidak melaksanakan sholat jumat, maka wajib baginya untuk tetap melaksanakan sholat Dzuhur.
Semoga apa yang ditulis ini bermanfaat bagi kaum muslimin khususnya para pembaca sekalian. Wallahu A'lam.