Sebuah masjid dibakar di Papua saat shalat Idul Fitri, Jum’at (17/7/2015) lalu. Segera, peristiwa itu menjadi berita di hampir seluruh media. Namun, ternyata banyak pemberitaan yang mengaburkan kebenaran.
Berikut ini 7 cara media mengaburkan kasus pembakaran Masjid di Tolikara Papua:
1. ‘Yang dibakar adalah musholla’
Banyak media memberitakan bahwa yang dibakar adalah mushola. Baik di judul maupun badan berita, yang disebut adalah mushala. Istilah mushalla tentu membuat publik memiliki persepsi berbeda. Mushola itu kecil, tidak dipakai shalat Jum’at dan Sholat Id. Faktanya, yang dibakar adalah Masjid Baitul Muttaqin.
2. ‘Yang dibakar adalah kios’
Lebih bias lagi, berita-berita yang menyebutkan bahwa yang dibakar adalah kios bukan masjid atau mushala. Berita-berita tersebut bersumber dari Kepala Staf Presiden Republik Indonesia, Luhur Binsar Panjaitan. CNN Indonesia menurunkan dalam berita berjudul “Luhut: Pembakaran Terjadi di Kios Bukan di Musala”
3. ‘Aksi tidak ditujukan kepada umat Islam’
Selain menyebut yang dibakar adalah kios, Luhut juga menyebut bahwa aksi tersebut tidak ditujukan kepada umat Islam. Padahal, kelompok massa yang diketahui berasal dari jemaat GIDI itu sempat menyerang ke arah jamaah shalat Idul Fitri sebelum akhirnya membakar masjid.
4. Mengubah berita menjadi bias
Metrotvnews diketahui melakukan perubahan berita yang semula berjudul “Saat Imam Takbir Pertama, Sekelompok Orang Datang dan Lempari Musala di Tolikara” menjadi “Amuk Massa Terjadi di Tolikara”. Isi berita pun diubah, yang semula menyebut “Sejam kemudian, orang-orang itu melempari Mushola Baitul Mutaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Mereka juga membakar rumah ibadah tersebut” diubah menjadi “Sejam kemudian, orang-orang itu melempar batu dan membakar bangunan di sekitar lokasi kejadian. Enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.”
5. Mengarahkan pada persepsi umat Islam yang salah
Kendati memberitakan rumah ibadah umat Islam dibakar, sejumlah media banyak memberitakan dari sumber yang menyebut penyebab peristiwa tersebut adalah umat Islam yang memakai speaker atau umat Islam telah diingatkan tidak merayakan hari raya. Berita-berita tersebut agaknya membentuk persepsi pembaca bahwa bagaimanapun juga yang salah adalah umat Islam.
6. Tidak menyebut tindakan teror dan pelakunya teroris
Ketika ada perusakan rumah ibadah non Muslim, dengan serta merta media-media menyebut aksi tersebut sebagai tindakan teror dan pelakunya adalah teroris. Namun ketika yang dibakar adalah masjid, banyak media enggan menyebut tindakan tersebut sebagai teror dan pelakunya adalah teroris.
7. Penyebabnya adalah speaker
Wakil Presiden Jusuf Kalla berkomentar bahwa penyebab Masjid Di Bakar Di Papua adalah speaker yang terlalu kencang. apa yang dikatakan oleh wakil presiden kita ini langsung diamini oleh Kapolri. Padahal dari dulu muslim papua mengaku tidak pernah pakai speaker ketika menjalankan ibadah.
sumber: http://bersamadakwah.net/begini-6-cara-media-mengaburkan-kasus-pembakaran-masjid-di-papua/
Berikut ini 7 cara media mengaburkan kasus pembakaran Masjid di Tolikara Papua:
1. ‘Yang dibakar adalah musholla’
Banyak media memberitakan bahwa yang dibakar adalah mushola. Baik di judul maupun badan berita, yang disebut adalah mushala. Istilah mushalla tentu membuat publik memiliki persepsi berbeda. Mushola itu kecil, tidak dipakai shalat Jum’at dan Sholat Id. Faktanya, yang dibakar adalah Masjid Baitul Muttaqin.
2. ‘Yang dibakar adalah kios’
Lebih bias lagi, berita-berita yang menyebutkan bahwa yang dibakar adalah kios bukan masjid atau mushala. Berita-berita tersebut bersumber dari Kepala Staf Presiden Republik Indonesia, Luhur Binsar Panjaitan. CNN Indonesia menurunkan dalam berita berjudul “Luhut: Pembakaran Terjadi di Kios Bukan di Musala”
3. ‘Aksi tidak ditujukan kepada umat Islam’
Selain menyebut yang dibakar adalah kios, Luhut juga menyebut bahwa aksi tersebut tidak ditujukan kepada umat Islam. Padahal, kelompok massa yang diketahui berasal dari jemaat GIDI itu sempat menyerang ke arah jamaah shalat Idul Fitri sebelum akhirnya membakar masjid.
Baca Juga: Kemenag: Surat Edaran GIDI Itu Asli
4. Mengubah berita menjadi bias
Metrotvnews diketahui melakukan perubahan berita yang semula berjudul “Saat Imam Takbir Pertama, Sekelompok Orang Datang dan Lempari Musala di Tolikara” menjadi “Amuk Massa Terjadi di Tolikara”. Isi berita pun diubah, yang semula menyebut “Sejam kemudian, orang-orang itu melempari Mushola Baitul Mutaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Mereka juga membakar rumah ibadah tersebut” diubah menjadi “Sejam kemudian, orang-orang itu melempar batu dan membakar bangunan di sekitar lokasi kejadian. Enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.”
5. Mengarahkan pada persepsi umat Islam yang salah
Kendati memberitakan rumah ibadah umat Islam dibakar, sejumlah media banyak memberitakan dari sumber yang menyebut penyebab peristiwa tersebut adalah umat Islam yang memakai speaker atau umat Islam telah diingatkan tidak merayakan hari raya. Berita-berita tersebut agaknya membentuk persepsi pembaca bahwa bagaimanapun juga yang salah adalah umat Islam.
Baca Juga: Presiden GIDI: Isi Surat Itu Tidak Benar Dan Salah
6. Tidak menyebut tindakan teror dan pelakunya teroris
Ketika ada perusakan rumah ibadah non Muslim, dengan serta merta media-media menyebut aksi tersebut sebagai tindakan teror dan pelakunya adalah teroris. Namun ketika yang dibakar adalah masjid, banyak media enggan menyebut tindakan tersebut sebagai teror dan pelakunya adalah teroris.
7. Penyebabnya adalah speaker
Wakil Presiden Jusuf Kalla berkomentar bahwa penyebab Masjid Di Bakar Di Papua adalah speaker yang terlalu kencang. apa yang dikatakan oleh wakil presiden kita ini langsung diamini oleh Kapolri. Padahal dari dulu muslim papua mengaku tidak pernah pakai speaker ketika menjalankan ibadah.
sumber: http://bersamadakwah.net/begini-6-cara-media-mengaburkan-kasus-pembakaran-masjid-di-papua/