KabarMakkah.Com - Menurut pandangan masyarakat sekitar, Sunan Muria dikenal sebagai sosok ulama' yang sangat sederhana dan suka bersedekah. Tak heran, jika seluruh masyarakat di sekitar masjid dan makam Sunan Muria selalu mengingat-ingat kalimat ajaran beliau yaitu,
Yang berarti berilah rumahmu pagar dengan cara bersedekah.
Hal tersebut sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya agar suka bersedekah supaya selamat dunia akhirat.
"Menganjurkan umat, agar banyak sedekah sesuai dengan kemampuannya. jika berlebihan dalam bersedekah itu namanya pemborosan" kata Mastur yang masih keturunan ke-15 dari Sunan Muria.
Mastur mencontohkan bukti kesederhanaan dan keikhlasan Sunan Muria terlihat seperti ketika beliau membangun sebuah masjid di kawasan Pesiget, yang terletak di bawah kaki Gunung Muria. Yang berada di Desa Kajar sebelum Colo. Namun Sunan Muria merasa kurang nyaman dengan Masjid tersebut. Dan sampai sekarang ini petilasan bekas pembangunan masjid masih bisa dilihat di Pesiget.
Kemudian Sunan Muria membangun masjid kembali di daerah Bukit Pethoko. Lagi-lagi Sunan Muria merasa tidak nyaman karena di daerah situ banyak suara anjing liar menggonggong sehingga mengganggu kekhusyukan dalam melaksanakan ibadah.
Selanjutnya Sunan Muria memutuskan untuk mendirikan masjid sekaligus dijadikan sebagai tempat tinggal di Bukit Muria. Banyak masyarakat sekitar yang menjadikan kemegahan masjid itu sebagai bahan pergunjingan.
"Seperti contoh, ketika Beliau mendirikan masjid di bukit muria ini banyak penduduk yang mempertanyakan.
Membangun masjid kok di puncak gunung di tengah hutan? (siapa yang mau beribadah disana).
Beliau hanya menjawab, Ya di belakang hari nanti akan banyak di datangi banyak orang," ungkapnya.
Hingga akhirnya kesabaran dan keihlasan beliau mulai diuji. Pergunjingan itu ternyata didengar oleh Sunan Kudus. Akhirnya Sunan Muria memutuskan untuk membakar masjidnya sendiri yang telah dibangun dan menggantinya dengan bangunan masjid yang sederhana.
"Ketika masjid sudah jadi mewah, dipandangnya bagus, beliau kebanjiran pujian oleh sahabatnya. Masjid sunan Muria kok apik men (megah dan istimewa). Konon beliau merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Hingga akhirnya masjid itu dibakar habis oleh beliau sendiri kemudian beliau mendirikan masjid sederhana sebagai gantinya" kata Mastur.
Mastur menjelaskan, bahwa langkah yang dilakukan oleh Sunan Muria membuktikan bahwa betapa arifnya beliau sebagai seorang wali dan khalifatullah di tanah jawa.
"Untuk menghindari rasa takabbur. Untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan di masyarakat, supaya tidak terjadi prasangka buruk dan pergunjingan," tutupnya.
Pagerono Umahmu Nganggo Mangkok
Yang berarti berilah rumahmu pagar dengan cara bersedekah.
Hal tersebut sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya agar suka bersedekah supaya selamat dunia akhirat.
Ilustrasi Sunan Muria |
"Menganjurkan umat, agar banyak sedekah sesuai dengan kemampuannya. jika berlebihan dalam bersedekah itu namanya pemborosan" kata Mastur yang masih keturunan ke-15 dari Sunan Muria.
Mastur mencontohkan bukti kesederhanaan dan keikhlasan Sunan Muria terlihat seperti ketika beliau membangun sebuah masjid di kawasan Pesiget, yang terletak di bawah kaki Gunung Muria. Yang berada di Desa Kajar sebelum Colo. Namun Sunan Muria merasa kurang nyaman dengan Masjid tersebut. Dan sampai sekarang ini petilasan bekas pembangunan masjid masih bisa dilihat di Pesiget.
Kemudian Sunan Muria membangun masjid kembali di daerah Bukit Pethoko. Lagi-lagi Sunan Muria merasa tidak nyaman karena di daerah situ banyak suara anjing liar menggonggong sehingga mengganggu kekhusyukan dalam melaksanakan ibadah.
Selanjutnya Sunan Muria memutuskan untuk mendirikan masjid sekaligus dijadikan sebagai tempat tinggal di Bukit Muria. Banyak masyarakat sekitar yang menjadikan kemegahan masjid itu sebagai bahan pergunjingan.
"Seperti contoh, ketika Beliau mendirikan masjid di bukit muria ini banyak penduduk yang mempertanyakan.
'Ngedekno Mesjid Kok Ning Pucuk Gunung Tengah Alas'
Membangun masjid kok di puncak gunung di tengah hutan? (siapa yang mau beribadah disana).
Beliau hanya menjawab, Ya di belakang hari nanti akan banyak di datangi banyak orang," ungkapnya.
Hingga akhirnya kesabaran dan keihlasan beliau mulai diuji. Pergunjingan itu ternyata didengar oleh Sunan Kudus. Akhirnya Sunan Muria memutuskan untuk membakar masjidnya sendiri yang telah dibangun dan menggantinya dengan bangunan masjid yang sederhana.
"Ketika masjid sudah jadi mewah, dipandangnya bagus, beliau kebanjiran pujian oleh sahabatnya. Masjid sunan Muria kok apik men (megah dan istimewa). Konon beliau merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Hingga akhirnya masjid itu dibakar habis oleh beliau sendiri kemudian beliau mendirikan masjid sederhana sebagai gantinya" kata Mastur.
Mastur menjelaskan, bahwa langkah yang dilakukan oleh Sunan Muria membuktikan bahwa betapa arifnya beliau sebagai seorang wali dan khalifatullah di tanah jawa.
"Untuk menghindari rasa takabbur. Untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan di masyarakat, supaya tidak terjadi prasangka buruk dan pergunjingan," tutupnya.