Berbicara mengenai kasus Dahlan Iskan yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tidak akan bisa lepas dengan UU yang menjeratnya. Konon undang-undang ini menjadi undang-undang anti korupsi terketat sejagad. Itulah UU Nomor 31 tahun 1999. Karena dengan UU tersebut sangat gampang menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kita tidak perlu benar-benar melakukan korupsi untuk bisa dijerat dengan pasal-pasalnya.
Seperti contoh, seorang kepala daerah ingin menggunakan uang negara demi membantu pembangunan jalan pedesaan. Sebelum dana bantuan itu disalurkan, tak disangka di desa itu terjadi banjir bandang. Karena keadaan yang sangat mendesak, kepala daerah tersebut akhirnya mengalihkan dana bantuan untuk menangani masalah banjir. Nah, hal semacam ini bisa saja menyeret kepala daerah tersebut masuk hotel prodeo.
Hal semacam diatas bukan sekali dua kali terjadi, Namun sudah sangat sering ditemukan. Termasuk kasus mantan Menteri Hukum dan HAM, Deny Indrayana yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim POLRI karena membuat terobosan dalam hal pengurusan paspor. Untuk membuat paspor lebih cepat, efisien dan memberantas percaloan, maka dibuatlah olehnya inovasi pembayaran paspor elektronik (payment gateway).
Hanya karena masyarakat dikenakan biaya tambahan lima ribu rupiah untuk membayar jasa penyedia sistem jaringan pembayaran online dan uang tambahan tersebut mengendap beberapa hari di bank, Deny Indrayana akhirnya ditetapkan menjadi terdakwa. Sebelumnya kantor imigrasi di seluruh Indonesia hanya menerima pembayaran secara manual. Yang mana hal ini malah membuat lama antrean hanya untuk membayar dan sangat rentan dengan jasa calo.
Kendati demikian, aparat penegak hukum akan menutup mata dan telinga. padahal manfaat yang dirasakan oleh rakyat atas terobosan tersebut sangat besar. Selama ini aparat hanya melihat pasal-pasal Undang Undang Tindak pidana korupsi. Bahwa terobosan mantan Menkumham itu tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Menyalahi kewenangan dan merugikan negara. Dan hal ini sama saja artinya dengan korupsi.
Dan yang sedang ramai sekarang ini adalah kasus Dahlan Iskan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan tinggi Jakarta. Jangan dibayangkan Dahlan Iskan melakukan korupsi, menerima suap atau gratifikasi dalam kasus tersebut.
Kasus Dahlan Iskan ini hampir mirip dengan kasus yang menimpa Deny indrayana. Dahlan Iskan cuma membuat kebijakan pembangunan gardu induk untuk mengatasi krisis listrik waktu itu. Namun belakangan diketahui, sebagian gardu induk PLN pelaksanaannya ada yang terbengkalai. Entah terkendala dengan masalah pembebasan lahan atau kontraktor nakal. Dan kini, Akhirnya Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Proyek gardu induk PLN itu dimulai pada tahun 2011 dan seharusnya sudah selesai di tahun 2013. Dahlan Iskan sendiri sampai berhenti menjadi Direktur Utama PLN di akhir tahun 2011 karena Mantan Presiden SBY memintanya untuk menjadi Menteri BUMN waktu itu. Dahlan hanya membuat kebijakan dan menandatangani persetujuan proyek gardu induk. Tidak sempat mengawal proyek itu secara langsung sampai selesai.
Dengan mencermati contoh kasus Dahlan Iskan diatas kita bisa paham betapa bahayanya masalah yang akan dihadapi seorang pejabat jika membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat. Seperti contoh seorang kepala daerah membuat sebuah proyek. Sebelum proyek itu selesai ternyata masa jabatannya lebih dulu berakhir. Nah, masalahnya jika penerus kepala daerah yang baru itu tidak mau melanjutkan proyek dari kepala daerah lama dengan berbagai alasan. Apalagi sengaja tidak diteruskan karena masalah politik. Hal ini tentu sangat membahayakan bagi kepala daerah lama yang membuat kebijakan tersebut.
Sebenarnya masalah ini dari dulu sudah dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Mulai dari Cendekiawan, Pemerintah dan Legislatif. Awal pemerintahan SBY. Para pejabat tidak berani membuat kebijakan sembarangan. pembangunan semakin lambat dan birokrasi kian lamban.
Nasi sudah menjadi bubur. Dahlan Iskan, Deny Indrayana dan pejabat-pejabat jujur lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana. Mereka juga menyatakan telah bertanggung jawab. Tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Entah sampai kapan hal ini akan berlanjut.
Seperti contoh, seorang kepala daerah ingin menggunakan uang negara demi membantu pembangunan jalan pedesaan. Sebelum dana bantuan itu disalurkan, tak disangka di desa itu terjadi banjir bandang. Karena keadaan yang sangat mendesak, kepala daerah tersebut akhirnya mengalihkan dana bantuan untuk menangani masalah banjir. Nah, hal semacam ini bisa saja menyeret kepala daerah tersebut masuk hotel prodeo.
Dahlan Iskan Korupsi ?? Benarkah ??? |
Hal semacam diatas bukan sekali dua kali terjadi, Namun sudah sangat sering ditemukan. Termasuk kasus mantan Menteri Hukum dan HAM, Deny Indrayana yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim POLRI karena membuat terobosan dalam hal pengurusan paspor. Untuk membuat paspor lebih cepat, efisien dan memberantas percaloan, maka dibuatlah olehnya inovasi pembayaran paspor elektronik (payment gateway).
Hanya karena masyarakat dikenakan biaya tambahan lima ribu rupiah untuk membayar jasa penyedia sistem jaringan pembayaran online dan uang tambahan tersebut mengendap beberapa hari di bank, Deny Indrayana akhirnya ditetapkan menjadi terdakwa. Sebelumnya kantor imigrasi di seluruh Indonesia hanya menerima pembayaran secara manual. Yang mana hal ini malah membuat lama antrean hanya untuk membayar dan sangat rentan dengan jasa calo.
Kendati demikian, aparat penegak hukum akan menutup mata dan telinga. padahal manfaat yang dirasakan oleh rakyat atas terobosan tersebut sangat besar. Selama ini aparat hanya melihat pasal-pasal Undang Undang Tindak pidana korupsi. Bahwa terobosan mantan Menkumham itu tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Menyalahi kewenangan dan merugikan negara. Dan hal ini sama saja artinya dengan korupsi.
Dan yang sedang ramai sekarang ini adalah kasus Dahlan Iskan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan tinggi Jakarta. Jangan dibayangkan Dahlan Iskan melakukan korupsi, menerima suap atau gratifikasi dalam kasus tersebut.
Baca Juga: Dahlan Iskan Tersangka Korupsi?? Benarkah?
Kasus Dahlan Iskan ini hampir mirip dengan kasus yang menimpa Deny indrayana. Dahlan Iskan cuma membuat kebijakan pembangunan gardu induk untuk mengatasi krisis listrik waktu itu. Namun belakangan diketahui, sebagian gardu induk PLN pelaksanaannya ada yang terbengkalai. Entah terkendala dengan masalah pembebasan lahan atau kontraktor nakal. Dan kini, Akhirnya Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Proyek gardu induk PLN itu dimulai pada tahun 2011 dan seharusnya sudah selesai di tahun 2013. Dahlan Iskan sendiri sampai berhenti menjadi Direktur Utama PLN di akhir tahun 2011 karena Mantan Presiden SBY memintanya untuk menjadi Menteri BUMN waktu itu. Dahlan hanya membuat kebijakan dan menandatangani persetujuan proyek gardu induk. Tidak sempat mengawal proyek itu secara langsung sampai selesai.
Dengan mencermati contoh kasus Dahlan Iskan diatas kita bisa paham betapa bahayanya masalah yang akan dihadapi seorang pejabat jika membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat. Seperti contoh seorang kepala daerah membuat sebuah proyek. Sebelum proyek itu selesai ternyata masa jabatannya lebih dulu berakhir. Nah, masalahnya jika penerus kepala daerah yang baru itu tidak mau melanjutkan proyek dari kepala daerah lama dengan berbagai alasan. Apalagi sengaja tidak diteruskan karena masalah politik. Hal ini tentu sangat membahayakan bagi kepala daerah lama yang membuat kebijakan tersebut.
Sebenarnya masalah ini dari dulu sudah dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Mulai dari Cendekiawan, Pemerintah dan Legislatif. Awal pemerintahan SBY. Para pejabat tidak berani membuat kebijakan sembarangan. pembangunan semakin lambat dan birokrasi kian lamban.
Nasi sudah menjadi bubur. Dahlan Iskan, Deny Indrayana dan pejabat-pejabat jujur lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana. Mereka juga menyatakan telah bertanggung jawab. Tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Entah sampai kapan hal ini akan berlanjut.