KabarMakkah.Com - Seorang pengusaha menceritakan tentang awal mula merintis usahanya, 25 tahun lalu. Setelah lulus dari sebuah universitas ternama di Jogja, dia bekerja di sebuah pabrik pembuatan baja. Hanya bertahan 3 tahun ia bekerja di pabrik itu, kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri untuk berwiraswasta. Ia berpikir bahwa dengan berusaha secara mandiri, dengan mempunyai usaha sendiri masa depannya akan lebih menjanjikan. Seperti layaknya pengusaha sukses.
Dengan sedikit modal ia berdagang apa saja, semuanya ia jual yang penting dapat untung walau tak seberapa. Namun, merubah nasib tak semudah membalikkan telapak tangan. semuanya tak seindah apa yang direncanakannya. Modalnya ludes untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi hal itu tidak melunturkan niatnya untuk menjadi pengusaha sukses.
Terkadang ia ambil barang dagangan dari teman-temannya. “Saya pernah jualan lukisan di jalan-jalan,” katanya. Menurutnya yang terpenting adalah usaha, soal nanti dikasih rizki sedikit atau banyak itu urusan Allah.
Suatu ketika ia bertemu dengan teman sewaktu kuliah. Dari pertemuan itu, lalu muncullah ide, yaitu membuat perhiasan logam yang warnanya seperti emas. Sebab di suatu daerah banyak perempuan yang memakai perhiasan mencolok, namun ternyata itu emas palsu. Hanya untuk nampang saja.
Tapi dapat dari mana modalnya? Ia mencari kesana kemari tak ada yang mau ngasih modal. Akhirnya ia nekad pinjam uang ke ibunya yang hanya seorang pedagang tembikar. Ibunya pun tak memiliki uang lebih, namun ia memilik sesbuah kalung emas yang bisa digadaikan untuk modalnya “Akhirnya saya gadaikan emas milik ibu saya laku 200.000,” katanya. kemudian ia pulang ke rumah.
Baru sampai di rumah dengan membawa uang Rp 200.000, tiba-tiba datang seorang tamu. “Saya ingat-ingat lupa sama tamu itu, tapi katanya ia kawan saya sewaktu sma” tambahnya. Ternyata tamu tersebut mau meminjam uang untuk biaya obat ibunya di rumah sakit. Ia sangat butuh Rp 150 ribu. “Saya agak kaget, kok banyak bener,” katanya. Terjadilah perang batin dalam hatinya. Karena kalau dipinjamkan uangnya hanya sisa Rp 50.000. Tidak akan cukup untuk modal mulai usaha.
Sesudah mempertimbangkan dengan seksama, akhirnya ia rela meminjamkan uangnya pada temannya. "Saat itu saya berpikir, jika Allah ridho dengan usaha pembuatan emas tiruan ini pasti ada jalan. Soal modal tak ada masalah"
Besoknya dengan uang yang tersisa, ia membeli bahan-bahan baku untuk membuat emas tiruan itu. Lalu dibentuknya perhiasan. Tak disangka peminatnya sangat besar. Dalam setahun ia bisa meraih untung ratusan juta, bahkan pada tahun kedua ia mampu membangun pabrik sendiri. Dan sekarang ia punya empat pabrik utama dan ratusan outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. “Berapa kira-kira harta kekayaan Bapak sekarang,” tanya saya. Dengan tegas dia menjawab, “Ya, kira-kira Rp 200 milyaran lah.”
Kemudian saya mengajukan pertanyaan lagi “Kira-kira jika ada masyarakat miskin se-kabupaten yang membutuhkan dana Rp 150 milyar, apa Bapak rela memberikannya. Kan harta Bapak masih sisa 50 milyar?” Ia berpikir sejenak dan menjawab, “Ah, Kamu ini ada-ada saja,” jawabnya pendek mengakhiri pembicaraan. Dia nampak tidak suka dengan pertanyaan saya tadi. Tidak seikhlas seperti dulu ketika uang Rp 200.000 diminta Rp 150.000 oleh temannya.
.............................
Ketika berkumpul dengan teman-teman, iseng-iseng saya bertanya, diuji dengan banyak harta itu memang lebih sulit, tapi mengapa orang berlomba-lomba ingin menjadi kaya? Ada yang menjawab, orang yang ingin diuji kaya karena yang bicara nafsunya, bukan hati nurani dan imannya. Setiap langkah yang dikendalikan oleh hawa nafsu pastinya akan selalu mengabaikan berbagai akibatnya di kemudian hari.
Masa depan jadi hancur dan bahkan berlanjut menjadi kesengsaraan di akhirat gara-gara mengikuti hawa nafsu dunia. Islam memang tidak melarang orang untuk menjadi kaya raya di dunia ini, tapi kuatkah kita dalam menghadapi ujian-ujian yang akan dihadapi?
Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti dan memberi tauladan pada umatnya agar jangan terlalu bernafsu hidup di dunia ini. Secukupnya saja. Dan beliau SAW sampai berdoa minta kepada Allah SWT agar dijadikan orang miskin dan nantinya di akhirat juga dikumpulkan dengan orang-orang miskin. Padahal Rasulullah itu kaya raya jika beliau mau "berpolitik". Karena harta dari rampasan perang, Rasulullah selalu memperoleh bagian 1/5 nya, itu juga belum termasuk hadiah dari para sahabat dan raja-raja. Tapi semuanya tak tersisa, semuanya itu disedekahkan pada fakir miskin dan tak ada secuil pun harta yang menginap di rumah Rasulullah SAW lebih dari 3 hari.
Dan realitasnya sekarang memanglah sulit orang bisa hidup bahagia tanpa adanya harta. Karena hampir di semua lini kehidupan membutuhkan yang namanya biaya. Mari kita berlomba-lomba mencari harta dunia, bahkan menjadi kaya raya sekalipun. Tapi harta itu seharusnya diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan sepenuhnya sebagai bekal dalam menjalani hidup yang sebenarnya di alam akhirat. Sebab kehidupan yang sebenarnya bukanlah di dunia, namun di akhirat nanti. Bukankah Allah SWT sudah berungkali memperingatkan pada kita tentang hal ini dalam Alqur'an?
Dengan sedikit modal ia berdagang apa saja, semuanya ia jual yang penting dapat untung walau tak seberapa. Namun, merubah nasib tak semudah membalikkan telapak tangan. semuanya tak seindah apa yang direncanakannya. Modalnya ludes untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi hal itu tidak melunturkan niatnya untuk menjadi pengusaha sukses.
Perumpamaan Dunia |
Terkadang ia ambil barang dagangan dari teman-temannya. “Saya pernah jualan lukisan di jalan-jalan,” katanya. Menurutnya yang terpenting adalah usaha, soal nanti dikasih rizki sedikit atau banyak itu urusan Allah.
Suatu ketika ia bertemu dengan teman sewaktu kuliah. Dari pertemuan itu, lalu muncullah ide, yaitu membuat perhiasan logam yang warnanya seperti emas. Sebab di suatu daerah banyak perempuan yang memakai perhiasan mencolok, namun ternyata itu emas palsu. Hanya untuk nampang saja.
Tapi dapat dari mana modalnya? Ia mencari kesana kemari tak ada yang mau ngasih modal. Akhirnya ia nekad pinjam uang ke ibunya yang hanya seorang pedagang tembikar. Ibunya pun tak memiliki uang lebih, namun ia memilik sesbuah kalung emas yang bisa digadaikan untuk modalnya “Akhirnya saya gadaikan emas milik ibu saya laku 200.000,” katanya. kemudian ia pulang ke rumah.
Baru sampai di rumah dengan membawa uang Rp 200.000, tiba-tiba datang seorang tamu. “Saya ingat-ingat lupa sama tamu itu, tapi katanya ia kawan saya sewaktu sma” tambahnya. Ternyata tamu tersebut mau meminjam uang untuk biaya obat ibunya di rumah sakit. Ia sangat butuh Rp 150 ribu. “Saya agak kaget, kok banyak bener,” katanya. Terjadilah perang batin dalam hatinya. Karena kalau dipinjamkan uangnya hanya sisa Rp 50.000. Tidak akan cukup untuk modal mulai usaha.
Sesudah mempertimbangkan dengan seksama, akhirnya ia rela meminjamkan uangnya pada temannya. "Saat itu saya berpikir, jika Allah ridho dengan usaha pembuatan emas tiruan ini pasti ada jalan. Soal modal tak ada masalah"
Besoknya dengan uang yang tersisa, ia membeli bahan-bahan baku untuk membuat emas tiruan itu. Lalu dibentuknya perhiasan. Tak disangka peminatnya sangat besar. Dalam setahun ia bisa meraih untung ratusan juta, bahkan pada tahun kedua ia mampu membangun pabrik sendiri. Dan sekarang ia punya empat pabrik utama dan ratusan outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. “Berapa kira-kira harta kekayaan Bapak sekarang,” tanya saya. Dengan tegas dia menjawab, “Ya, kira-kira Rp 200 milyaran lah.”
Kemudian saya mengajukan pertanyaan lagi “Kira-kira jika ada masyarakat miskin se-kabupaten yang membutuhkan dana Rp 150 milyar, apa Bapak rela memberikannya. Kan harta Bapak masih sisa 50 milyar?” Ia berpikir sejenak dan menjawab, “Ah, Kamu ini ada-ada saja,” jawabnya pendek mengakhiri pembicaraan. Dia nampak tidak suka dengan pertanyaan saya tadi. Tidak seikhlas seperti dulu ketika uang Rp 200.000 diminta Rp 150.000 oleh temannya.
.............................
Ketika berkumpul dengan teman-teman, iseng-iseng saya bertanya, diuji dengan banyak harta itu memang lebih sulit, tapi mengapa orang berlomba-lomba ingin menjadi kaya? Ada yang menjawab, orang yang ingin diuji kaya karena yang bicara nafsunya, bukan hati nurani dan imannya. Setiap langkah yang dikendalikan oleh hawa nafsu pastinya akan selalu mengabaikan berbagai akibatnya di kemudian hari.
Masa depan jadi hancur dan bahkan berlanjut menjadi kesengsaraan di akhirat gara-gara mengikuti hawa nafsu dunia. Islam memang tidak melarang orang untuk menjadi kaya raya di dunia ini, tapi kuatkah kita dalam menghadapi ujian-ujian yang akan dihadapi?
Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti dan memberi tauladan pada umatnya agar jangan terlalu bernafsu hidup di dunia ini. Secukupnya saja. Dan beliau SAW sampai berdoa minta kepada Allah SWT agar dijadikan orang miskin dan nantinya di akhirat juga dikumpulkan dengan orang-orang miskin. Padahal Rasulullah itu kaya raya jika beliau mau "berpolitik". Karena harta dari rampasan perang, Rasulullah selalu memperoleh bagian 1/5 nya, itu juga belum termasuk hadiah dari para sahabat dan raja-raja. Tapi semuanya tak tersisa, semuanya itu disedekahkan pada fakir miskin dan tak ada secuil pun harta yang menginap di rumah Rasulullah SAW lebih dari 3 hari.
Dan realitasnya sekarang memanglah sulit orang bisa hidup bahagia tanpa adanya harta. Karena hampir di semua lini kehidupan membutuhkan yang namanya biaya. Mari kita berlomba-lomba mencari harta dunia, bahkan menjadi kaya raya sekalipun. Tapi harta itu seharusnya diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan sepenuhnya sebagai bekal dalam menjalani hidup yang sebenarnya di alam akhirat. Sebab kehidupan yang sebenarnya bukanlah di dunia, namun di akhirat nanti. Bukankah Allah SWT sudah berungkali memperingatkan pada kita tentang hal ini dalam Alqur'an?