KabarMakkah.Com - Jauh sebelum anakku lahir, ketika bidan menyatakan bahwa rahimku positif hamil, aku sudah memikirkan kemungkinan untuk berhenti mengejar karier. Sungguh keputusan yang pelik yang melibatkan segenap pemikiran dan segala pertimbangan.
Jika aku berhenti kerja maka semua gelar yang kuperoleh lewat bangku perkuliahan tidak akan terpakai lagi dan menjadi sia-sia belaka. Namun jika aku tetap bekerja lalu siapa yang akan mengasuh dan merawat buah hatiku kelak.
Aku hidup jauh di perantauan sehingga tidak ada orang tua atau sanak famili yang bisa dimintai tolong untuk menjaga anakku sementara aku bekerja. Alternatif baby sister sempat juga terpikirkan namun rasa khawatir akan maraknya kasus kekerasan tehadap anak oleh pengasuhnya sendiri sangat merisaukan hati.
Aku sadar tingkah laku anak bervariasi dari mulai manis-manisnya hingga bisa begitu menjengkelkan. Jika anak di asuh oleh orang yang bukan ibu kandungnya maka tidak dapat dipungkiri akan timbulnya rasa kesal yang bisa berakhir pada pemukulan.
Belum lagi pola didik yang diterapkan pengasuh yang tidak paham agama, bisa jadi hal ini akan aku sesali kelak ketika anakku sudah menjelma menjadi orang dewasa yang jauh dari nilai-nilai islami.
Mungkin para pengasuh bukanlah sengaja melakukan hal tersebut. Minimnya pengetahuan dan tips serta trik dalam mengenalkan islam kepada anak sejak dini menjadi penyebab utamanya. Apalagi kemajuan teknologi informasi tanpa saringan yang merongrong lingkungan tumbuh kembang anak berdampak besar dalam membentuk karakter buruk anak.
Sering kutemui fakta dari rekan-rekan kerjaku yang anaknya dipercayakan untuk diasuh orang lain. Ketika sang pengasuh lelah menemani anak bermain maka alternatif agar anak diam adalah dengan menyetel tayangan televisi terutama kartun yang kadang penuh dengan kekerasan.
Sering juga anak disuguhi tayangan favorit pengasuh seperti sinetron berbau percintaan atau musik yang dilantunkan para biduan wanita yang mempertontonkan aurat dengan vulgar. Kata-kata yang dipakai pada lirik lagu-lagu tersebut juga sangat membuat hati miris karena berbau hurafats. Sedangkan aku tidak menginginkan buah hatiku lebih pintar melantunkan lagu ketimbang Al Qur’an.
Aku sadar tugas mengasuh, merawat dan mendidik anak telah Allah percayakan kepada ibu kandung sang anak. Bagaimana bisa aku menitipkan lagi titipan Allah tersebut pada orang lain. Ku renungkan apa sebenarnya tujuan hidupku di dunia. Jika kampung akherat adalah prioritasku maka hal itu bisa diraih dengan jalan menjadi ibu yang menunaikan berbagai kewajiban terhadap buah hatiku. Bukan ibu yang melalaikan anak-anaknya dan sibuk mengejar harta dengan berkarier padahal disisinya ada suami yang telah mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya.
Do'a adalah senjata ampuh yang bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi baik, mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin, mengubah madhorot menjadi maslahat dan mengubah kecelakaan menjadi keselamatan.
Keajaiban do'a seringkali berada diluar nalar logika kita. Beban berat hidup yang menimpa bertahun-tahun menjadi ringan setelah bergantung pada kekuatan do'a. Sakit kronis yang diderita bisa sembuh seketika ketika do'a dipanjatkan dengan kerendahan hati dan penuh pengharapan. Apalagi jika do’a tersebut berasal dari anak sholeh yang mustajab dunia akherat. Do'anya tidak akan terputus dan mampu menembus perbedaan alam diantara kami jika aku sudah meninggal. Sehingga semoga Syurgalah yang menjadi tempat kediaman abadiku kelak.
Maka alangkah merugi jika aku menyia-nyiakan modal anak yang sudah Allah investasikan padaku. Kuputuskan untuk melepas karier dan fokus mengurus anak. Akan kubesarkan dan kudidik dia menjadi generasi islami yang cemerlang akhlak dan ilmunya, karena buah hatiku adalah tabungan akhiratku.
Semoga Allah merahmati keputusanku. Aamiin.
Jika aku berhenti kerja maka semua gelar yang kuperoleh lewat bangku perkuliahan tidak akan terpakai lagi dan menjadi sia-sia belaka. Namun jika aku tetap bekerja lalu siapa yang akan mengasuh dan merawat buah hatiku kelak.
Buah Hatiku Tabungan Akhiratku |
Aku hidup jauh di perantauan sehingga tidak ada orang tua atau sanak famili yang bisa dimintai tolong untuk menjaga anakku sementara aku bekerja. Alternatif baby sister sempat juga terpikirkan namun rasa khawatir akan maraknya kasus kekerasan tehadap anak oleh pengasuhnya sendiri sangat merisaukan hati.
Aku sadar tingkah laku anak bervariasi dari mulai manis-manisnya hingga bisa begitu menjengkelkan. Jika anak di asuh oleh orang yang bukan ibu kandungnya maka tidak dapat dipungkiri akan timbulnya rasa kesal yang bisa berakhir pada pemukulan.
Belum lagi pola didik yang diterapkan pengasuh yang tidak paham agama, bisa jadi hal ini akan aku sesali kelak ketika anakku sudah menjelma menjadi orang dewasa yang jauh dari nilai-nilai islami.
Mungkin para pengasuh bukanlah sengaja melakukan hal tersebut. Minimnya pengetahuan dan tips serta trik dalam mengenalkan islam kepada anak sejak dini menjadi penyebab utamanya. Apalagi kemajuan teknologi informasi tanpa saringan yang merongrong lingkungan tumbuh kembang anak berdampak besar dalam membentuk karakter buruk anak.
Sering kutemui fakta dari rekan-rekan kerjaku yang anaknya dipercayakan untuk diasuh orang lain. Ketika sang pengasuh lelah menemani anak bermain maka alternatif agar anak diam adalah dengan menyetel tayangan televisi terutama kartun yang kadang penuh dengan kekerasan.
Sering juga anak disuguhi tayangan favorit pengasuh seperti sinetron berbau percintaan atau musik yang dilantunkan para biduan wanita yang mempertontonkan aurat dengan vulgar. Kata-kata yang dipakai pada lirik lagu-lagu tersebut juga sangat membuat hati miris karena berbau hurafats. Sedangkan aku tidak menginginkan buah hatiku lebih pintar melantunkan lagu ketimbang Al Qur’an.
Aku sadar tugas mengasuh, merawat dan mendidik anak telah Allah percayakan kepada ibu kandung sang anak. Bagaimana bisa aku menitipkan lagi titipan Allah tersebut pada orang lain. Ku renungkan apa sebenarnya tujuan hidupku di dunia. Jika kampung akherat adalah prioritasku maka hal itu bisa diraih dengan jalan menjadi ibu yang menunaikan berbagai kewajiban terhadap buah hatiku. Bukan ibu yang melalaikan anak-anaknya dan sibuk mengejar harta dengan berkarier padahal disisinya ada suami yang telah mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya." (HR. Muslim)
Do'a adalah senjata ampuh yang bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi baik, mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin, mengubah madhorot menjadi maslahat dan mengubah kecelakaan menjadi keselamatan.
Keajaiban do'a seringkali berada diluar nalar logika kita. Beban berat hidup yang menimpa bertahun-tahun menjadi ringan setelah bergantung pada kekuatan do'a. Sakit kronis yang diderita bisa sembuh seketika ketika do'a dipanjatkan dengan kerendahan hati dan penuh pengharapan. Apalagi jika do’a tersebut berasal dari anak sholeh yang mustajab dunia akherat. Do'anya tidak akan terputus dan mampu menembus perbedaan alam diantara kami jika aku sudah meninggal. Sehingga semoga Syurgalah yang menjadi tempat kediaman abadiku kelak.
Maka alangkah merugi jika aku menyia-nyiakan modal anak yang sudah Allah investasikan padaku. Kuputuskan untuk melepas karier dan fokus mengurus anak. Akan kubesarkan dan kudidik dia menjadi generasi islami yang cemerlang akhlak dan ilmunya, karena buah hatiku adalah tabungan akhiratku.
Semoga Allah merahmati keputusanku. Aamiin.