KabarMakkah.Com - Ada sebuah kisah unik yang cukup panjang dan mendetail yang tertera dalam Al-qur’an. Kisah ini termaktub dalam QS al-kahfi dari ayat 65 sampai ayat 82. Ayat-ayat tersebut menceritakan tentang pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir Alaihimassalam.
Memang ada beberapa pro dan kontra mengenai sosok seorang Khidir, sebagian ulama' berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi, sebagian lagi mengatakan bahwa Khidir bukanlah Nabi, tapi hanya seorang lelaki sholih.
Namun, perbedaan pendapat para ulama' ini tidak seyogyanya untuk diperdebatkan lebih dalam, karena hal yang terpenting adalah kita bisa mengambil hikmah dan suri tauladan tentang kisah beliau ketika bersama dengan Nabi Musa, seperti yang saya tulis dibawah ini.
Adab dalam menuntut ilmu
قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰٓ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa berkata kepada Khidir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS: Al-Kahfi Ayat: 66)
Pada ayat diatas menunjukkan kepada kita bagaimana adab seorang murid terhadap calon gurunya. Ketika memohon untuk berguru, Nabi Musa menggunakan kalimat memohon ijin dengan merendahkan dirinya.
Padahal Nabi Musa adalah Nabi pilihan yang pernah bercakap-cakap secara langsung dengan Allah SWT. Namanya pun disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 300 kali. Kalimat selanjutnya pun tidak kalah halus dan menujukkan jauhnya sifat kesombongan.
Nabi Musa mengatakan “ Supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar..” Nabi Musa menyadari bahwa di atas ilmunya masih ada orang lain yang jauh lebih berilmu. Berbeda dengan kebanyakan orang saat ini yang merasa bahwa dirinyalah yang berilmu paling dalam dibanding yang lain. Sehingga ketika ada seseorang yang mengingatkan akan kesalahannya, dia tidak mau menerimanya.
Kesabaran dan Istiqomah
Hikmah lain yang dapat kita petik adalah bahwa ilmu harus dicari dengan istiqomah dan sabar.Walaupun jarak kita dengan sumber ilmu terpaut ratusan kilometer. Hal ini banyak dipraktekkan oleh generasi awal dari sahabat rasul. Mereka rela menempuh jarak yang begitu jauh hanya untuk belajar satu hadits.
Berbeda dengan kondisi para penuntut ilmu zaman sekarang dimana mereka tidak sabar dan tergesa-gesa dalam menyelesaikan proses belajarnya. Hal ini didorong oleh rasa bosan dan jenuh dalam belajar. Mereka tidak meneladani sikap gigih Nabi Musa yang walaupun sudah ditegur sedemikian rupa oleh sang guru, tidak membuatnya menyerah dalam berguru pada Nabi Khidir.
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku (QS: Al-Kahfi Ayat: 67)
Menepati janji dan meminta maaf jika khilaf
Salah satu syarat yang diajukan Nabi Khidir pada nabi Musa jika ingin diangkat menjadi murid adalah keharusan untuk bersabar dalam menuntut ilmu. Namun di perjalanan,banyak perbuatan aneh Nabi Khidir yang membuat Nabi Musa tidak sabar untuk memprotesnya. Nabi Khidir pun mengingatkan Nabi Musa akan perjanjian awal, maka dari itu Nabi Musa pun segera meminta maaf dan menyadari kesalahannya.
Kisah ini menunjukkan tentang sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi Musa, yaitu dengan segera meminta maaf setelah menyadari kesalahannya. Sedangkan murid-murid sekarang malah sakit hati dan menyimpan dendam ketika kesalahannya ditegur sang guru.
Husnudzon
Perbuatan Nabi Khidir yang membocorkan perahu nelayan miskin, lalu membunuh seorang anak muda adalah perbuatan yang secara akal sehat dan syariat merupakan amal buruk yang sangat jahat sehingga memicu protes dari Nabi Musa. Namun di akhir ayat diterangkan hikmah-hikmah alasan dari perbuatan Nabi Khidir yang teryata penuh dengan kemaslahatan.
أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera (QS: Al-Kahfi Ayat: 79)
Nabi Khidir melubangi perahu nelayan miskin agar nelayan tersebut tidak bisa berlayar. Hal ini dilakukan demi untuk menyelamatkan perahu tersebut dari rampasan raja dzalim yang sudah berada di hadapannya.
Sedangkan hikmah dari perbuatan Nabi Khidir yang membunuh seorang anak muda adalah menghalangi terjadinya madhorot di kemudian hari jika pemuda ini dibiarkan hidup. Yakni anak muda tersebut nantinya akan memaksa kedua orang tuanya yang mukmin untuk beralih pada kesesatan dan kekafiran. Dengan dibunuhnya anak tersebut, Allah akan memberikan anak yang lebih sholih yang bisa menyayangi kedua orangtuanya.
وَأَمَّا ٱلْغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَآ أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَٰنًا وَكُفْرًا
Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran (QS: Al-Kahfi Ayat: 80)
فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَوٰةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya) (QS: Al-Kahfi Ayat: 81)
Kisah tersebut mengajarkan pada kita untuk berkhusnudzon terhadap perbuatan orang lain yang belum kita ketahui alasannya. Janganlah kita mengambil kesimpulan buruk terhadap seseorang karena yang nampak secara lahir, belum tentu sama secara dzahir. Allah SWT pun telah menyeru agar orang-orang beriman menjauhi segala sangkaan karena kebanyakan sangkaan itu adalah dosa.
Itulah beberapa hikmah yang dapat kita petik dari kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Semoga ulasan ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian. Amiin Ya Robbal alamin.