KabarMakkah.Com - Islam adalah agama yang sempurna, kedatangannya sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah manifestasi dari perwujudan Rahman Allah SWT di dunia ini. Salah satu bukti rahmat tersebut adalah islam memerintahkan untuk memuliakan tamu dan tetangga, tanpa memandang agama dan golongan.
Bersilaturrahim, menyambung tali persaudaraan dan saling mengunjungi adalah salah satu perbuatan mulia yang diperintahkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menganjurkan bagi shohibul bait atau orang yang menerima tamu untuk memuliakan tamunya.
Tentunya, penghormatan pada sang tamu tidaklah terbatas pada tutur kata yang halus untuk menyambutnya, akan tetapi, juga dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya ala kadarnya.
Sikap memuliakan tamu ini, bukan hanya mencerminkan kemuliaan hati tuan rumah, namun juga menjadi salah satu tanda tingkat keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Dengan jamuan yang disuguhkan, ia berharap pahala dan balasan dari Allah pada hari Kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya” (HR. Muslim)
Dan dalam sebuah hadits yang lain, Rasulullah bersabda:
"Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.”"(Muttafaqun ‘Alaihi)
Imam Al Qadhi Iyadh mengatakan: "Makna hadits tersebut adalah, barangsiapa yang ingin menegakkan syariat islam, maka wajib baginya untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya."
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, "Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Kiamat, hendaknya memuliakan tamunya, yaitu jaizah nya. Para sahabat bartanya apa yang dimaksud dengan jaizah itu? Rasulullah menjawab: jaizah itu adalah menjamu satu hari satu malam (dengan jamuan yang lebih istimewa dibanding hari yang setelahnya). Sedangkan penjamuan itu adalah tiga hari adapun selebihnya adalah shodaqah."
Dari nash hadits diatas sangat jelas bahwa Islam merupakan agama yang terdepan dan paling sempurna dalam memuliakan dan menghormati tamu.Perbuatan memuliakan tamu ini juga sudah dicontohkan oleh Abul Anbiya' (Bapaknya Para Nabi) Nabi Ibrahim Alaihissalam. hal ini sesuai dengan sabda Nabi.
"Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah Ibrahim" (Silsilah Ahadits Shohihah)
Kemudian bagaimana tata cara Nabi Ibrahim dalam menjamu tamunya? Berikut ini adalah beberapa cara yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam saat memuliakan para tamunya. Imam Ibnu Katsir secara dalam tafsirnya di surat Ad Dzariyat ayat 24 - 27 telah merinci secara khusus tentang cara Nabi Ibrahim memuliakan tamunya, dan mari kita perhatikan satu-persatu.
Intinya, tuan rumah seharusnya memuliakan tamu, yaitu dengan memberikan perlakuan yang baik kepada tamunya. Demikianlah cara Nabi Ibrahim menghormati tamunya, semoga kita semua bisa meneladaninya. Amin.
Bersilaturrahim, menyambung tali persaudaraan dan saling mengunjungi adalah salah satu perbuatan mulia yang diperintahkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menganjurkan bagi shohibul bait atau orang yang menerima tamu untuk memuliakan tamunya.
Ilustrasi: Menerima Tamu |
Tentunya, penghormatan pada sang tamu tidaklah terbatas pada tutur kata yang halus untuk menyambutnya, akan tetapi, juga dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya ala kadarnya.
Sikap memuliakan tamu ini, bukan hanya mencerminkan kemuliaan hati tuan rumah, namun juga menjadi salah satu tanda tingkat keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Dengan jamuan yang disuguhkan, ia berharap pahala dan balasan dari Allah pada hari Kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya” (HR. Muslim)
Dan dalam sebuah hadits yang lain, Rasulullah bersabda:
"Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.”"(Muttafaqun ‘Alaihi)
Imam Al Qadhi Iyadh mengatakan: "Makna hadits tersebut adalah, barangsiapa yang ingin menegakkan syariat islam, maka wajib baginya untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya."
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, "Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Kiamat, hendaknya memuliakan tamunya, yaitu jaizah nya. Para sahabat bartanya apa yang dimaksud dengan jaizah itu? Rasulullah menjawab: jaizah itu adalah menjamu satu hari satu malam (dengan jamuan yang lebih istimewa dibanding hari yang setelahnya). Sedangkan penjamuan itu adalah tiga hari adapun selebihnya adalah shodaqah."
Dari nash hadits diatas sangat jelas bahwa Islam merupakan agama yang terdepan dan paling sempurna dalam memuliakan dan menghormati tamu.Perbuatan memuliakan tamu ini juga sudah dicontohkan oleh Abul Anbiya' (Bapaknya Para Nabi) Nabi Ibrahim Alaihissalam. hal ini sesuai dengan sabda Nabi.
كان أول من ضيف الضيف ابراهيم
"Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah Ibrahim" (Silsilah Ahadits Shohihah)
Kemudian bagaimana tata cara Nabi Ibrahim dalam menjamu tamunya? Berikut ini adalah beberapa cara yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam saat memuliakan para tamunya. Imam Ibnu Katsir secara dalam tafsirnya di surat Ad Dzariyat ayat 24 - 27 telah merinci secara khusus tentang cara Nabi Ibrahim memuliakan tamunya, dan mari kita perhatikan satu-persatu.
1. Menjawab ucapan salam dari tamu dengan jawaban yang lebih sempurna.
2. Nabi Ibrahim Alaihissalam tidaklah bertanya pada tamunya terlebih dahulu: “Apakah kalian mau hidangan dari kami?”
3. Nabi Ibrahim Alaihissalam bersegera menyuguhkan makanan kepada tamu.
4. Menyuguhkan makanan terbaik yang beliau miliki, Yakni, daging anak sapi yang gemuk dan dibakar. Pada mulanya, daging tersebut tidak diperuntukkan untuk tamu. Akan tetapi, ketika ada tamu yang datang, maka apa yang sudah ada, beliau hidangkan kepada para tamu. Meski demikian, hal ini tidak mengurangi penghormatan Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada tamu-tamunya.
5. Menyediakan stok bahan di dalam rumah, sehingga beliau tidak perlu membeli di pasar atau di tetangga.
6. Nabi Ibrahim Alahissallam mendekatkan jamuan kepada para tamu dengan meletakkan jamuan makanan di hadapan mereka. Tidak menaruhnya di tempat yang berjarak dan terpisah dari tamu, hingga harus meminta para tamunya untuk mendekati tempat tersebut, dengan memanggil, misalnya: “kemarilah, wahai para tamu”. Cara ini untuk lebih meringankan para tamu.
7. Nabi Ibrahim Alaihissallam melayani tamu-tamunya sendiri. Tidak meminta bantuan orang lain, apalagi meminta tamu untuk membantunya, karena meminta bantuan kepada tamu termasuk perbuatan yang tidak etis.
8. Bertutur kata sopan dan lembut kepada tamu, terutama sewaktu menyuguhkan jamuan. Dalam hal ini, Nabi Ibrahim Alaihissallam menawarkannya dengan kata-kata yang lembut: “Sudikah kalian menikmati makanan kami (silahkan kamu makan)?” Beliau Alaihissalam tidak menggunakan nada perintah, seperti: “Ayo, makan”. Oleh karena itu, sebagai tuan rumah, seseorang harus memilih tutur kata simpatik lagi lembut, sesuai dengan situasinya.
Intinya, tuan rumah seharusnya memuliakan tamu, yaitu dengan memberikan perlakuan yang baik kepada tamunya. Demikianlah cara Nabi Ibrahim menghormati tamunya, semoga kita semua bisa meneladaninya. Amin.