Wargat Jombang, Jawa Timur dikejutkan dengan beredarnya sebuah video yang berisi eksekusi hukuman cambuk terhadap 3 santri. Diduga, lokasi dalam rekaman video itu terjadi di salah satu pondok pesantren di Jombang.
Sebuah video berdurasi 5 menit 21 detik berisi kekerasan terhadap santri beredar di Jombang, Sabtu (06/12/2014). Dalam video tersebut, tampak sejumlah orang yang diduga pengurus pondok pesantren mengikat tiga orang santri di sebuah pohon dengan kondisi mata ditutup.
Salah seorang santri berbicara di depan umum langsung memerintahkan agar mereka mencambuki tiga santri dengan menggunakan dua bilah bambu. Masing-masing santri yang terikat di pohon itu dicambuk sebanyak 35 kali.
Beberapa saat kemudian beberapa orang yang lebih senior yang diduga pengurus pondok memukuli santri tersebut dengan rotan secara bergiliran.
Setiap santri yang diikat di pohon tersebut mendapat total 35 kali pukulan. Ironisnya, tindakan tak lazim itu dilakukan di depan puluhan santri lainnya.
Lokasi penganiayaan itu diduga di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Jombang.
Salah seorang berpeci berbicara di depan puluhan santri, memerintahkan beberapa santri mencambuki tiga santri yang terikat tersebut dengan menggunakan dua buah rotan.
Satu per satu dari beberapa santri mendekati ketiga santri yang terikat di pohon.
Sembari mengucapkan kalimat ‘bismillahi Allahu Akbar’, mereka dengan semangat memukulkan dua batang rotan itu ke punggung tiga santri yang terikat.
Tiap santri mengayunkan lima kali pukulan. ‘Prosesi’ baru dihentikan ketika masing-masing santri yang terikat di pohon itu sudah dicambuk 35 kali.
Video cambuk tersebut menyebar dari telepon selular (ponsel) ke ponsel milik warga sejak sekitar tiga hari lalu. Beberapa anggota Komisi D DPRD Jombang bahkan juga sudah mendapat video tersebut.
Ketua Ketua Komisi D DPRD Jombang, Mulyani Puspita Dewi, yang sudah menyaksikan video tersebut, menyatakan hasil penelusuran pihaknya, kuat dugaan lokasi pesantren tersebut di Kabupaten Jombang.
Mengenai isi video tersebut, Dewi tegas menyatakan sangat menyayangkan terjadinya tindak kekerasan terhadap santri yang diduga melakukan pelanggaran aturan internal tersebut.
“Jika melihat videonya, perbuatan (kekerasan) yang tidak baik. Jika pemukulan itu merupakan hukuman untuk menimbulkan efek jera, bisa dalam bentuk lain, misalnya mengepel lantai,” kata Dewi, Sabtu (06/12/2014).
Dewi menyatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polres Jombang untuk menindaklanjuti kasus ini, karena berdasarkan penelusuran anggota Komisi D, itu terjadi di sebuah pondok pesantren di Jombang. Dewi berharap polisi mengusut tunttas kasus ini. “Pengakuan pihak pondok, video itu rekaman 2011. Tapi bagi Komisi D, rekaman tahun 2011 atau 2014, tetap harus diusut, karena ada faktanya. Saya juga minta apakah pesantren tersebut sudah ada legitimasinya secara formal atau belum,” kata wakil rakyat dari Partai Demokrat tersebut sebagaimana dilansir TribunNews.
Mulyani Puspita Dewi berani menduga kuat video tersebut berasal dari salah satu pesantren di Jombang, karena ada konstituen dari salah satu anggota Komisi D memastikan peristiwa itu berlokasi di pondok bersangkutan.
Namun demikian, Dewi belum berani memastikan 100 persen pondok mana yang menerapkan hukum cambuk bagi santrinya itu.
“Karena selain masih menunggu laporan lanjutan dari masyarakat, juga lebih merupakan wilayah polisi,” ungkap Dewi, didampingi 3 anggota Komisi D lainnya.
Menanggapi peredaran video itu, pengasuh Ponpes (Pondok Pesantren) Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah, menegaskan hukum cambuk untuk santri di pesantren sangat tidak manusiawi.
Bagi adik kandung KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini, masih cara menghukum tapi lebih mendidik, daripada menerapkan hukum cambuk.
Pernyataan Gus Solah itu sebagai reaksi atas beredarnya sebuh video yang berisi pencambukan tiga orang santri. Apalagi, lokasi hukum cambuk itu kuat dugaan berada di salah satu pesantren di Jombang.
“Saya kaget dan prihatin dengan adanya video tersebut,” ujar adik kandung almarhum Gus Dur ini ketika dihubungi lewat ponselnya, Minggu (07/12/2014).
Gus Solah mengatakan, dirinya belum pernah melihat video yang dimaksud. Dia justru mengetahui fenomena itu ketika dihubungi wartawan.
“Sekali lagi, hukuman cambuk sangat tidak manusiawi,” tegas Gus Solah sebagaimana dilansir Inilah.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini menambahkan, di PP Tebuireng tidak pernah ada kebijakan yang menghukum santri dengan cara-cara kekerasan.
Semuanya dilakukan dengan metode yang bersifat mendidik. Jika memang pihak pesantren tidak sanggup atau santri sudah kelewat batas melakukan pelanggaran, maka solusinya dikeluarkan dari pesantren.
“Kalau di Tebuireng tidak ada menghukum santri dengan cara kekerasan seperti hukum cambuk. Kalau memang ada santri melakukan pelanggaran ya kita peringatkan. Nah, kalau sudah keterlaluan, cukup kita keluarkan dari pesantren. Yakni, yang bersangkutan kita kembalikan kepada orang tuanya,” ujarnya.
Video itu ternyata juga membuat prihatin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang. MUI Jombang segera membentuk tim untuk melakukan investigasi ke pondok pesantren yang memberlakukan hukuman cambuk tersebut.
Ketua MUI Jombang yang juga pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, KH Kholil Dahlan menyayangkan adanya pondok pesantren yang memberlakukan hukuman cambuk bagi santrinya yang melanggar aturan.
KH Kholil Dahlan seperti dikutip SindoNews mengingatkan, selama ini pondok pesantren merupakan bagian dari NKRI, sehingga sudah sepatutnya memberlakukan hukuman yang sudah berlaku di masyarakat secara umum dan tidak membuat hukum sendiri.
Menurut KH Kholil Dahlan, banyak cara yang bisa dilakukan pesantren untuk mendisiplinkan santrinya, tidak harus dengan kekerasan seperti ini.
Hebohnya video itu membuat Polres Jombang langsung melakukan penyelidikan. Hal itu untuk mengetahui pesantren mana yang telah menerapkan hukuman ekstrem itu.
“Kami sudah melihat video dan segera menerjunkan tim untuk menyelidiki kasus tersebut,” kata Wakapolres Jombang Kompol Sumardji.
Penyelidikan tersebut difokuskan untuk mengetahui apakah kejadian kekerasan atau hukuman cambuk itu terjadi di pondok pesantren di Jombang atau tidak.
“Kalau betul-betul terjadi di sebuah pesantren di Jombang seperti yang diduga, kami harus memastikan apakah kejadiannya benar-benar seperti apa tidak. Sebab, bisa saja ini peraturan internal dalam, yang tentu penanganannya berbeda,” kata Sumarji, Sabtu (06/12/2014).
Dan dibawah ini adalah Video Tiga Santri Di Jombang Dihukum Cambuk
Sebuah video berdurasi 5 menit 21 detik berisi kekerasan terhadap santri beredar di Jombang, Sabtu (06/12/2014). Dalam video tersebut, tampak sejumlah orang yang diduga pengurus pondok pesantren mengikat tiga orang santri di sebuah pohon dengan kondisi mata ditutup.
Salah seorang santri berbicara di depan umum langsung memerintahkan agar mereka mencambuki tiga santri dengan menggunakan dua bilah bambu. Masing-masing santri yang terikat di pohon itu dicambuk sebanyak 35 kali.
Video Tiga Santri Di Jombang Dihukum Cambuk |
Beberapa saat kemudian beberapa orang yang lebih senior yang diduga pengurus pondok memukuli santri tersebut dengan rotan secara bergiliran.
Setiap santri yang diikat di pohon tersebut mendapat total 35 kali pukulan. Ironisnya, tindakan tak lazim itu dilakukan di depan puluhan santri lainnya.
Lokasi penganiayaan itu diduga di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Jombang.
Salah seorang berpeci berbicara di depan puluhan santri, memerintahkan beberapa santri mencambuki tiga santri yang terikat tersebut dengan menggunakan dua buah rotan.
Satu per satu dari beberapa santri mendekati ketiga santri yang terikat di pohon.
Sembari mengucapkan kalimat ‘bismillahi Allahu Akbar’, mereka dengan semangat memukulkan dua batang rotan itu ke punggung tiga santri yang terikat.
Tiap santri mengayunkan lima kali pukulan. ‘Prosesi’ baru dihentikan ketika masing-masing santri yang terikat di pohon itu sudah dicambuk 35 kali.
Video cambuk tersebut menyebar dari telepon selular (ponsel) ke ponsel milik warga sejak sekitar tiga hari lalu. Beberapa anggota Komisi D DPRD Jombang bahkan juga sudah mendapat video tersebut.
Ketua Ketua Komisi D DPRD Jombang, Mulyani Puspita Dewi, yang sudah menyaksikan video tersebut, menyatakan hasil penelusuran pihaknya, kuat dugaan lokasi pesantren tersebut di Kabupaten Jombang.
Mengenai isi video tersebut, Dewi tegas menyatakan sangat menyayangkan terjadinya tindak kekerasan terhadap santri yang diduga melakukan pelanggaran aturan internal tersebut.
Video hukuman cambuk yang diduga di salah satu Ponpes di Jombang |
“Jika melihat videonya, perbuatan (kekerasan) yang tidak baik. Jika pemukulan itu merupakan hukuman untuk menimbulkan efek jera, bisa dalam bentuk lain, misalnya mengepel lantai,” kata Dewi, Sabtu (06/12/2014).
Dewi menyatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polres Jombang untuk menindaklanjuti kasus ini, karena berdasarkan penelusuran anggota Komisi D, itu terjadi di sebuah pondok pesantren di Jombang. Dewi berharap polisi mengusut tunttas kasus ini. “Pengakuan pihak pondok, video itu rekaman 2011. Tapi bagi Komisi D, rekaman tahun 2011 atau 2014, tetap harus diusut, karena ada faktanya. Saya juga minta apakah pesantren tersebut sudah ada legitimasinya secara formal atau belum,” kata wakil rakyat dari Partai Demokrat tersebut sebagaimana dilansir TribunNews.
Mulyani Puspita Dewi berani menduga kuat video tersebut berasal dari salah satu pesantren di Jombang, karena ada konstituen dari salah satu anggota Komisi D memastikan peristiwa itu berlokasi di pondok bersangkutan.
Namun demikian, Dewi belum berani memastikan 100 persen pondok mana yang menerapkan hukum cambuk bagi santrinya itu.
“Karena selain masih menunggu laporan lanjutan dari masyarakat, juga lebih merupakan wilayah polisi,” ungkap Dewi, didampingi 3 anggota Komisi D lainnya.
Menanggapi peredaran video itu, pengasuh Ponpes (Pondok Pesantren) Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah, menegaskan hukum cambuk untuk santri di pesantren sangat tidak manusiawi.
Bagi adik kandung KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini, masih cara menghukum tapi lebih mendidik, daripada menerapkan hukum cambuk.
Pernyataan Gus Solah itu sebagai reaksi atas beredarnya sebuh video yang berisi pencambukan tiga orang santri. Apalagi, lokasi hukum cambuk itu kuat dugaan berada di salah satu pesantren di Jombang.
“Saya kaget dan prihatin dengan adanya video tersebut,” ujar adik kandung almarhum Gus Dur ini ketika dihubungi lewat ponselnya, Minggu (07/12/2014).
Gus Solah mengatakan, dirinya belum pernah melihat video yang dimaksud. Dia justru mengetahui fenomena itu ketika dihubungi wartawan.
“Sekali lagi, hukuman cambuk sangat tidak manusiawi,” tegas Gus Solah sebagaimana dilansir Inilah.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM ini menambahkan, di PP Tebuireng tidak pernah ada kebijakan yang menghukum santri dengan cara-cara kekerasan.
Semuanya dilakukan dengan metode yang bersifat mendidik. Jika memang pihak pesantren tidak sanggup atau santri sudah kelewat batas melakukan pelanggaran, maka solusinya dikeluarkan dari pesantren.
“Kalau di Tebuireng tidak ada menghukum santri dengan cara kekerasan seperti hukum cambuk. Kalau memang ada santri melakukan pelanggaran ya kita peringatkan. Nah, kalau sudah keterlaluan, cukup kita keluarkan dari pesantren. Yakni, yang bersangkutan kita kembalikan kepada orang tuanya,” ujarnya.
Video itu ternyata juga membuat prihatin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang. MUI Jombang segera membentuk tim untuk melakukan investigasi ke pondok pesantren yang memberlakukan hukuman cambuk tersebut.
Ketua MUI Jombang yang juga pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, KH Kholil Dahlan menyayangkan adanya pondok pesantren yang memberlakukan hukuman cambuk bagi santrinya yang melanggar aturan.
KH Kholil Dahlan seperti dikutip SindoNews mengingatkan, selama ini pondok pesantren merupakan bagian dari NKRI, sehingga sudah sepatutnya memberlakukan hukuman yang sudah berlaku di masyarakat secara umum dan tidak membuat hukum sendiri.
Menurut KH Kholil Dahlan, banyak cara yang bisa dilakukan pesantren untuk mendisiplinkan santrinya, tidak harus dengan kekerasan seperti ini.
Hebohnya video itu membuat Polres Jombang langsung melakukan penyelidikan. Hal itu untuk mengetahui pesantren mana yang telah menerapkan hukuman ekstrem itu.
“Kami sudah melihat video dan segera menerjunkan tim untuk menyelidiki kasus tersebut,” kata Wakapolres Jombang Kompol Sumardji.
Seorang lelaki ditutup matanya sebelum dihukum cambuk |
Penyelidikan tersebut difokuskan untuk mengetahui apakah kejadian kekerasan atau hukuman cambuk itu terjadi di pondok pesantren di Jombang atau tidak.
“Kalau betul-betul terjadi di sebuah pesantren di Jombang seperti yang diduga, kami harus memastikan apakah kejadiannya benar-benar seperti apa tidak. Sebab, bisa saja ini peraturan internal dalam, yang tentu penanganannya berbeda,” kata Sumarji, Sabtu (06/12/2014).
Dan dibawah ini adalah Video Tiga Santri Di Jombang Dihukum Cambuk