Jauh sebelum manusia diciptakan, di sebuah alam yang tak terjangkau oleh manusia, Allah SWT berfirman kepada malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi." Lalu Malaikat menjawab, "Ya Allah, kholifah selain kami (para malaikat) hanya akan berbuat kerusakan di bumi, membuat pertumpahan darah, saling berperang, saling dengki, dan saling membenci; sedangkan kami para malaikatmu senantiasa bertasbih memuji-Mu, menyucikan-Mu, menaati, dan tidak mengingkari-Mu." kemudian Allah berfirman, "Wahai malaikat, sesungguhnya Aku lebih mengetahui yang tidak kamu ketahui."
Mendengar firman Allah tersebut, Malaikat langsung bersujud. Mereka takut akan murka Allah. Para Malaikat bersujud sambil menangis dan memohon ampun dari murka Allah. Kemudian mereka thawaf, mengelilingi Arsy dalam rentan waktu yang cukup lama. Allah, Yang Maha Pengasih Dan Penyayang, melihat hal tersebut, lalu menurunkan rahmat. Diciptakan-Nya sebuah tempat yang disebut Baitul Makmur, tepat berada di bawah Arsy. “Wahai para malaikat-Ku, berthawaflah kalian di rumah ini dan tinggalkan Arsy.” Malaikat-malaikat-pun berthawaf mengelilingi Baitul Makmur.
Dalam satu hari satu malam, ada tujuh puluh ribu malaikat yang berthawaf. Kemudian Allah mengutus malaikat-malaikat ke bumi seraya berfirman kepada mereka, “Bangunlah untuk-Ku sebuah rumah di bumi seperti ini (Baitul Ma'mur).”
Setelah itu, Allah SWT memerintahkan malaikat yang ada di bumi dan juga makhluk yang lainnya untuk thawaf di rumah tersebut sebagaimana penghuni langit thawaf di Baitul Makmur. Demikianlah, Allah menciptakan Baitul Makmur tempat bertobat para penghuni langit, dan Ka’bah di bumi sebagai tempat bertobat para penghuni bumi. Setelah sekian lama tinggal di bumi dengan senantiasa berharap turunnya rahmat dan ampunan Allah, pada suatu hari Nabi Adam mendapat perintah dari Allah untuk menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah.
Nabi Adam berangkat dari tempat tinggalnya berjalan ke arah barat melalui Syam, hingga sampailah di Bakkah dan melaksanakan thawaf bersama para malaikat yang sudah terlebih dahulu berada di sana. Para malaikat ini sudah sejak lama melaksanakan perintah thawaf mengelilingi Ka’bah sebelum kedatangan Nabi Adam sebagai manusia pertama yang menunaikan manasik ibadah haji.
Ketika Nabi Adam berthawaf di Baitullah dan sampai ke Multazam, Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Wahai Nabi Allah, akuilah semua dosamu di tempat ini kepada Tuhanmu!”
Nabi Adam berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya setiap makhluk yang beramal shalih mendapat ganjaran. Sungguh aku telah beramal, apakah ganjaranku?”
Allah mewahyukan kepadanya, “Aku ampuni engkau atas dosa-dosamu.”
Nabi Adam berkata, “Wahai Tuhanku, juga untuk anak-cucu keturunanku?”
Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, siapa saja di antara keturunanmu yang datang ke tempat ini mengakui dosa-dosanya, bertobat sebagaimana engkau bertobat, dan memohon ampun, niscaya Aku ampuni.” Ketika Nabi Adam bertolak dari Mina, para malaikat menemuinya dan berkata, “Wahai Adam, hajimu telah mabrur. Sesungguhnya kami telah menunaikan haji di Baitullah sebelum engkau selama dua ratus tahun.”
Setelah melaksanakan thawaf, beliau mengikuti perintah untuk pergi ke suatu tempat di padang pasir. Di sana Nabi Adam bertemu dengan Siti Hawa setelah berpisah selama kurang lebih 300 tahun, Tempat pertemuan mereka di Padang Arafah ini kemudian dinamakan Jabal Rahmah, yang berarti “Bukit Kasih Sayang”, sedangkan kata Arafah mempunyai arti “tahu atau kenal”, sehingga seluruhnya berarti “Pertemuan atau perkenalan kembali (di sebuah bukit di padang pasir) setelah sekian lama berpisah” sebagai rahmat Allah terhadap Adam dan Hawa.
Selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi Adam bertaubat meminta ampun kepada Allah, dan taubatnya diterima, sehingga dia telah bersih dari dosa dan kesalahan atas perbuatan yang pernah dilakukannya karena terbujuk oleh bisikan iblis pada masa yang lalu.
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (surah Al-Baqarah ayat 37).
Dalam konteks haji, ada istilah haji mabrur. Haji mabrur tidak bercampur dengan satu perbuatan maksiat pun. Mabrur adalah peningkatan, perluasan dalam kebaikan. Ada pula yang berpendapat, haji mabrur adalah haji yang diterima. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menunaikan haji bersama putranya. Nabi Ismail. Berangkatlah mereka berdua dengan menunggang unta. Tidak ada yang menyertai kecuali Malaikat Jibril.
Ketika mereka sampai di Tanah Haram, Jibril berkata kepada Ibrahim, “Wahai Ibrahim, turunlah dan mandilah sebelum kalian memasuki Tanah Haram.” Mereka pun turun dan mandi. Kemudian, Jibril memperlihatkan kepada mereka bagaimana cara mempersiapkan ihram. Mereka melakukan apa yang dicontohkan. Jibril lalu memerintahkan mereka untuk bertalbiyah dengan mengucapkan kalimat talbiyah sebagaimana yang diucapkan oleh para rasul sebelumnya.
Kemudian Jibril membawa mereka ke Bukit Shofa. Mereka turun, sementara Jibril berdiri di antara mereka berdua, seraya menghadap Baitullah. Jibril bertakbir, mereka pun bertakbir. Jibirl bertahlil, mereka pun bertahlil, Jibril bertahmid, lalu memuji Allah, dan mereka berdua pun melakukan apa yang dilakukan Jibril.
Setelah selesai, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk kembali ke negeri Syam, dan menempatkan Nabi Ismail di Tanah Haram sendirian. Tiada ada orang lain kecuali ibunya, Siti Hajar. Setelah Ibrahim kembali, Allah memerintahkannya untuk menyeru manusia agar berhaji dan memerintahkannya membangun Ka’bah. Bangsa Arab pun berangkat menunaikan haji, dan waktu itu bangunan Ka’bah masih berupa bongkahan-bongkahan batu di atas fondasi.
Ketika manusia mulai berdatangan, Nabi Ismail mengumpulkan batu dan menaruhnya di tengah-tengah Ka’bah. Ketika Allah mengizinkannya membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim datang dan berkata, “Wahai anakku, Allah memerintahkan kita untuk membangun Ka’bah.” Mereka lalu membongkar batu-batu itu. Ternyata ada satu batu yang berwarna merah. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk meletakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim, “Letakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu!”
Allah SWT kemudian menurunkan empat malaikat untuk membantu Nabi Ibrahim mengumpulkan batu-batu itu, sementara Nabi Ibrahim dan putranya menata batu-batu tersebut hingga selesai. Para nabi yang lain juga melaksanakan haji. Nabi Nuh, misalnya, melakukan ibadah haji saat berada di perahunya. Beliau diperintahkan untuk thawaf di Baitullah ketika bumi ditenggelamkan, kemudian mendatangi Mina dalam hari-hari perjalanannya, lalu kembali dan berthawaf di Baitullah.
Rasulullah SAW berangkat haji pada empat hari terakhir bulan Dzulqo'dah hingga ketika sampai di sebuah pohon beliau shalat. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan sampai di Baida’. Dari sana Rasulullah berniat ihram dan mengucapkan talbiyah serta membawa seratus ekor unta. Para sahabat pun juga berniat ihram. Saat itu mereka belum mengetahui bahwa itu adalah haji tamattu’.
Ketika sampai di Makkah, beliau melakukan thawaf di Baitullah dan orang-orang pun ikut berthawaf bersamanya. Kemudian, beliau shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim serta mengusap dan mencium Hajar Aswad. Nabi lalu berjalan menuju Shafa, dan memulai sa’i dari sana. Beliau berbolak-balik antara Shafa dan Marwah tujuh kali.
Sumber: Media.Ikhram.Com
Mendengar firman Allah tersebut, Malaikat langsung bersujud. Mereka takut akan murka Allah. Para Malaikat bersujud sambil menangis dan memohon ampun dari murka Allah. Kemudian mereka thawaf, mengelilingi Arsy dalam rentan waktu yang cukup lama. Allah, Yang Maha Pengasih Dan Penyayang, melihat hal tersebut, lalu menurunkan rahmat. Diciptakan-Nya sebuah tempat yang disebut Baitul Makmur, tepat berada di bawah Arsy. “Wahai para malaikat-Ku, berthawaflah kalian di rumah ini dan tinggalkan Arsy.” Malaikat-malaikat-pun berthawaf mengelilingi Baitul Makmur.
Dalam satu hari satu malam, ada tujuh puluh ribu malaikat yang berthawaf. Kemudian Allah mengutus malaikat-malaikat ke bumi seraya berfirman kepada mereka, “Bangunlah untuk-Ku sebuah rumah di bumi seperti ini (Baitul Ma'mur).”
Ka'bah Allah Di Bumi |
Setelah itu, Allah SWT memerintahkan malaikat yang ada di bumi dan juga makhluk yang lainnya untuk thawaf di rumah tersebut sebagaimana penghuni langit thawaf di Baitul Makmur. Demikianlah, Allah menciptakan Baitul Makmur tempat bertobat para penghuni langit, dan Ka’bah di bumi sebagai tempat bertobat para penghuni bumi. Setelah sekian lama tinggal di bumi dengan senantiasa berharap turunnya rahmat dan ampunan Allah, pada suatu hari Nabi Adam mendapat perintah dari Allah untuk menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah.
Nabi Adam berangkat dari tempat tinggalnya berjalan ke arah barat melalui Syam, hingga sampailah di Bakkah dan melaksanakan thawaf bersama para malaikat yang sudah terlebih dahulu berada di sana. Para malaikat ini sudah sejak lama melaksanakan perintah thawaf mengelilingi Ka’bah sebelum kedatangan Nabi Adam sebagai manusia pertama yang menunaikan manasik ibadah haji.
Ketika Nabi Adam berthawaf di Baitullah dan sampai ke Multazam, Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Wahai Nabi Allah, akuilah semua dosamu di tempat ini kepada Tuhanmu!”
Baca Juga: Arofah, Padang Gersang Yang Kini Ditumbuhi Pohon Soekarno
Allah mewahyukan kepadanya, “Aku ampuni engkau atas dosa-dosamu.”
Nabi Adam berkata, “Wahai Tuhanku, juga untuk anak-cucu keturunanku?”
Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, siapa saja di antara keturunanmu yang datang ke tempat ini mengakui dosa-dosanya, bertobat sebagaimana engkau bertobat, dan memohon ampun, niscaya Aku ampuni.” Ketika Nabi Adam bertolak dari Mina, para malaikat menemuinya dan berkata, “Wahai Adam, hajimu telah mabrur. Sesungguhnya kami telah menunaikan haji di Baitullah sebelum engkau selama dua ratus tahun.”
Setelah melaksanakan thawaf, beliau mengikuti perintah untuk pergi ke suatu tempat di padang pasir. Di sana Nabi Adam bertemu dengan Siti Hawa setelah berpisah selama kurang lebih 300 tahun, Tempat pertemuan mereka di Padang Arafah ini kemudian dinamakan Jabal Rahmah, yang berarti “Bukit Kasih Sayang”, sedangkan kata Arafah mempunyai arti “tahu atau kenal”, sehingga seluruhnya berarti “Pertemuan atau perkenalan kembali (di sebuah bukit di padang pasir) setelah sekian lama berpisah” sebagai rahmat Allah terhadap Adam dan Hawa.
Baca Juga: Sejarah Jabal Rahmah
Monumen Jabal Rahmah |
Selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi Adam bertaubat meminta ampun kepada Allah, dan taubatnya diterima, sehingga dia telah bersih dari dosa dan kesalahan atas perbuatan yang pernah dilakukannya karena terbujuk oleh bisikan iblis pada masa yang lalu.
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (surah Al-Baqarah ayat 37).
Dalam konteks haji, ada istilah haji mabrur. Haji mabrur tidak bercampur dengan satu perbuatan maksiat pun. Mabrur adalah peningkatan, perluasan dalam kebaikan. Ada pula yang berpendapat, haji mabrur adalah haji yang diterima. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menunaikan haji bersama putranya. Nabi Ismail. Berangkatlah mereka berdua dengan menunggang unta. Tidak ada yang menyertai kecuali Malaikat Jibril.
Baca Juga: Makna Dan Hakikat Haji
Ketika mereka sampai di Tanah Haram, Jibril berkata kepada Ibrahim, “Wahai Ibrahim, turunlah dan mandilah sebelum kalian memasuki Tanah Haram.” Mereka pun turun dan mandi. Kemudian, Jibril memperlihatkan kepada mereka bagaimana cara mempersiapkan ihram. Mereka melakukan apa yang dicontohkan. Jibril lalu memerintahkan mereka untuk bertalbiyah dengan mengucapkan kalimat talbiyah sebagaimana yang diucapkan oleh para rasul sebelumnya.
Kemudian Jibril membawa mereka ke Bukit Shofa. Mereka turun, sementara Jibril berdiri di antara mereka berdua, seraya menghadap Baitullah. Jibril bertakbir, mereka pun bertakbir. Jibirl bertahlil, mereka pun bertahlil, Jibril bertahmid, lalu memuji Allah, dan mereka berdua pun melakukan apa yang dilakukan Jibril.
Setelah selesai, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk kembali ke negeri Syam, dan menempatkan Nabi Ismail di Tanah Haram sendirian. Tiada ada orang lain kecuali ibunya, Siti Hajar. Setelah Ibrahim kembali, Allah memerintahkannya untuk menyeru manusia agar berhaji dan memerintahkannya membangun Ka’bah. Bangsa Arab pun berangkat menunaikan haji, dan waktu itu bangunan Ka’bah masih berupa bongkahan-bongkahan batu di atas fondasi.
Ketika manusia mulai berdatangan, Nabi Ismail mengumpulkan batu dan menaruhnya di tengah-tengah Ka’bah. Ketika Allah mengizinkannya membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim datang dan berkata, “Wahai anakku, Allah memerintahkan kita untuk membangun Ka’bah.” Mereka lalu membongkar batu-batu itu. Ternyata ada satu batu yang berwarna merah. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk meletakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim, “Letakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu!”
Allah SWT kemudian menurunkan empat malaikat untuk membantu Nabi Ibrahim mengumpulkan batu-batu itu, sementara Nabi Ibrahim dan putranya menata batu-batu tersebut hingga selesai. Para nabi yang lain juga melaksanakan haji. Nabi Nuh, misalnya, melakukan ibadah haji saat berada di perahunya. Beliau diperintahkan untuk thawaf di Baitullah ketika bumi ditenggelamkan, kemudian mendatangi Mina dalam hari-hari perjalanannya, lalu kembali dan berthawaf di Baitullah.
Baca Juga: Ratusan Tahun Terpendam, Masjid Ini Ditemukan Di Mina
Rasulullah SAW berangkat haji pada empat hari terakhir bulan Dzulqo'dah hingga ketika sampai di sebuah pohon beliau shalat. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan sampai di Baida’. Dari sana Rasulullah berniat ihram dan mengucapkan talbiyah serta membawa seratus ekor unta. Para sahabat pun juga berniat ihram. Saat itu mereka belum mengetahui bahwa itu adalah haji tamattu’.
Ketika sampai di Makkah, beliau melakukan thawaf di Baitullah dan orang-orang pun ikut berthawaf bersamanya. Kemudian, beliau shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim serta mengusap dan mencium Hajar Aswad. Nabi lalu berjalan menuju Shafa, dan memulai sa’i dari sana. Beliau berbolak-balik antara Shafa dan Marwah tujuh kali.
Sumber: Media.Ikhram.Com