Jika ada kemauan dan niat kuat, apapun yang Anda inginkan bisa tercapai. Nasehat itu dibuktikan Suparto, 65, tukang tambal ban di kawasan Kadipiro Banjarsari Solo. Niat kuatnya menunaikan ibadah haji segera terealisasi.Suparto sehari-hari tinggal di rumah sederhananya di Kampung Bayan Krajan RT 004/RW 020, Kadipiro, Banjarsari, Solo.
Lelaki lanjut usia itu beraktivitas seperti biasa, Pantulan panas dari jalan aspal di depan bengkelnya memaksanya untuk melepas kaus.
Kedua tangannya memegang besi pengungkit untuk membuka ban sepeda motor Honda Supra X milik tetangga yang kebetulan bocor. Uban yang menghiasi rambutnya menunjukkan pengalamannya dalam hal jasa tambal ban. Ya, sejak 1997, kakek dari empat cucu itu menggeluti pekerjaannya.
"Alhamdulillah, mari-mari mampir," ujar Suparto yang mengejutkan saat menyapa Sakimin, 58, warga Jetis RT 003/RW 003, Kadipiro, yang tiba-tiba datang dengan motornya.
Suparto tak merasa sungkan menerima tamu dengan bertelanjang dada. Ia masih tetap di tempatnya karena belum berhasil membuka ban.
Sakimin bukan tamu istimewa. Namun, kehadirannya memberi berkah bagi Suparto. Sakimin mengeluarkan plastik hitam berisi piring seng stainless dan sebuah kardus berisi cangkir stainless. Dua buah piring seng dan cangkir diserahkan secara cuma-cuma kepada Suparto.
“Saya itu hanya butuh tiga piring, tapi belinya harus setengah lusin. Daripada tidak terpakai, sisanya buat sampeyan saja,” ujar Sakimin.
Dengan senyum kegembiraan, Suparto menerima hadiah itu sebagai bekal perlengkapan di Tanah Suci.
Meskipun hidup pas-pasan, Suparto ternyata menjadi salah satu calon haji (calhaj) kelompok penerbangan (kloter) 55 dari Solo. Sukimin tidak lain teman calon haji yang juga berangkat tahun ini lewat kloter 56.
Niat menjadi calhaj dimulai Suparto sejak 2010. Seorang tetangga yang sudah mendapat predikat haji menyarankan kepada Suparto agar menyisihkan penghasilannya untuk ibadah haji.
Saran tetangga pun direnungkan Suparto dan melahirkan niatan yang kuat. Semula bapak dari dua anak itu menyimpan uang hasil keringatnya Rp5.000 / hari. Setiap pekan sekali dimasukkan ke rekening bank lewat bantuan anaknya.
Setelah sekian rupiah terkumpul, Suparto pun berani mendaftar ke tabungan haji di sebuah bank swasta.
Sejak itulah komitmennya semakin kuat. Dalam sepekan, Suparto mewajibkan diri sendiri untuk menabung Rp300.000. Mengumpulkan uang sekian bukanlah hal yang mudah.
Tenaganya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Tahun 2010 - 2011, Suparto bisa melayani 15-20 pelanggan per hari. Namun dua tahun terakhir, ia hanya bisa melayani maksimal 12 pelanggan per hari. Praktis penghasilan per pekan hanya Rp 420.000 dengan asumsi 12 pelanggan kali uang jasa Rp5.000 per sepeda / motor.
Banyak tetangga yang tidak percaya kepada Suparto yang segera berangkat ibadah haji. Kemampuan yang terbatas tidak memungkinkan Suparto mengajak istrinya, Sudarni, 63.
Bahkan keluarga dekatnya pun bersilaturahmi hanya untuk memastikan kabar keberangkatannya ke Mekkah, Arab Saudi.
Ada saudara yang datang tidak ngandel [percaya]. Berangkat haji itu bantuan atau duite dewe? Hla jawabku, ibadah haji ini karena “bantuan”, yakni bantuan orang-orang yang menambalkan ban sepeda mereka, celetuknya sembari berkelakar. (solopos)
Lelaki lanjut usia itu beraktivitas seperti biasa, Pantulan panas dari jalan aspal di depan bengkelnya memaksanya untuk melepas kaus.
Suparto |
Kedua tangannya memegang besi pengungkit untuk membuka ban sepeda motor Honda Supra X milik tetangga yang kebetulan bocor. Uban yang menghiasi rambutnya menunjukkan pengalamannya dalam hal jasa tambal ban. Ya, sejak 1997, kakek dari empat cucu itu menggeluti pekerjaannya.
"Alhamdulillah, mari-mari mampir," ujar Suparto yang mengejutkan saat menyapa Sakimin, 58, warga Jetis RT 003/RW 003, Kadipiro, yang tiba-tiba datang dengan motornya.
Suparto tak merasa sungkan menerima tamu dengan bertelanjang dada. Ia masih tetap di tempatnya karena belum berhasil membuka ban.
Sakimin bukan tamu istimewa. Namun, kehadirannya memberi berkah bagi Suparto. Sakimin mengeluarkan plastik hitam berisi piring seng stainless dan sebuah kardus berisi cangkir stainless. Dua buah piring seng dan cangkir diserahkan secara cuma-cuma kepada Suparto.
“Saya itu hanya butuh tiga piring, tapi belinya harus setengah lusin. Daripada tidak terpakai, sisanya buat sampeyan saja,” ujar Sakimin.
Dengan senyum kegembiraan, Suparto menerima hadiah itu sebagai bekal perlengkapan di Tanah Suci.
Meskipun hidup pas-pasan, Suparto ternyata menjadi salah satu calon haji (calhaj) kelompok penerbangan (kloter) 55 dari Solo. Sukimin tidak lain teman calon haji yang juga berangkat tahun ini lewat kloter 56.
Niat menjadi calhaj dimulai Suparto sejak 2010. Seorang tetangga yang sudah mendapat predikat haji menyarankan kepada Suparto agar menyisihkan penghasilannya untuk ibadah haji.
Saran tetangga pun direnungkan Suparto dan melahirkan niatan yang kuat. Semula bapak dari dua anak itu menyimpan uang hasil keringatnya Rp5.000 / hari. Setiap pekan sekali dimasukkan ke rekening bank lewat bantuan anaknya.
Setelah sekian rupiah terkumpul, Suparto pun berani mendaftar ke tabungan haji di sebuah bank swasta.
Sejak itulah komitmennya semakin kuat. Dalam sepekan, Suparto mewajibkan diri sendiri untuk menabung Rp300.000. Mengumpulkan uang sekian bukanlah hal yang mudah.
Tenaganya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Tahun 2010 - 2011, Suparto bisa melayani 15-20 pelanggan per hari. Namun dua tahun terakhir, ia hanya bisa melayani maksimal 12 pelanggan per hari. Praktis penghasilan per pekan hanya Rp 420.000 dengan asumsi 12 pelanggan kali uang jasa Rp5.000 per sepeda / motor.
Banyak tetangga yang tidak percaya kepada Suparto yang segera berangkat ibadah haji. Kemampuan yang terbatas tidak memungkinkan Suparto mengajak istrinya, Sudarni, 63.
Bahkan keluarga dekatnya pun bersilaturahmi hanya untuk memastikan kabar keberangkatannya ke Mekkah, Arab Saudi.
Ada saudara yang datang tidak ngandel [percaya]. Berangkat haji itu bantuan atau duite dewe? Hla jawabku, ibadah haji ini karena “bantuan”, yakni bantuan orang-orang yang menambalkan ban sepeda mereka, celetuknya sembari berkelakar. (solopos)